Latest Post



 

SANCAnews.id – Rangkaian light rail transit (LRT) mengalami kecelakaan saat melakukan uji coba di kawasan Munjul, Cibubur, Jakarta Timur (Jaktim), Senin (25/10).

 

Kecelakaan ini pun terekam kamera salah seorang warga dan dengan cepat viral di media sosial.

 

Petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur pun dilibatkan dalam penanganan kecelakaan LRT ini.

 

Hingga laporan ini ditayangkan, belum diketahui pasti kronologi kejadian kecelakaan ini.

 

Namun berdasarkan informasi yang dihimpun, saat tabrakan, LRT belum ada penumpang karena masih tahap uji coba. Tampak dalam video itu, akibat kecelakaan salah satu gerbong LRT sampai naik ke atas.

 

Saat ini, Petugas Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Timur diterjunkan dalam penanganan kecelakaan.

 

Kasie Ops Gulkarmat DKI Jakarta Gatot Sulaiman menginformasikan, kecelakaan LRT ini terjadi saat melakukan uji coba.

 

"Saat ini sedang dievakuasi untuk lrt dari keretanya," kata Sulaiman saat dikonfirmasi wartawan.

 

Yang patut disyukuri, saat kejadian kereta dalam keadaan kosong dan tidak ada korban jiwa.

 

Sulaiman menambahkan, posisi tim Damkar saat ini hanya berada di bawah.  Mobil Damkar Bronto Skylift tidak digunakan karena akan menutupi jalan tol secara keseluruhan.

 

"Maka dari itu kita hanya luncurkan satu dan evakuasi dilakukan dari LRT sendiri," pungkasnya. (rmol)



 

SANCAnews.id – Dosen University of Sydney, Thomas Power, menemukan bahwa demokrasi semakin turun di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

 

Thomas memaparkan ada empat hal yang menjadi indikator penilaian sebuah negara demokratis. Yakni pemilu dan oposisi resmi, lembaga penegakan hukum dan lembaga yudisial yang independen, media yang bebas dan berkualitas, serta oposisi tidak resmi dan ada kesempatan untuk berunjuk rasa.

 

"Kalau kita lihat di masa Jokowi, terjadi pelemahan yang cukup pelan tetapi terus terjadi di sekitar indikator," ujar Thomas melalui diskusi daring pada Ahad, 24 Oktober 2021.

 

Thomas menjelaskan, pada indikator pemilu dan oposisi resmi, Indonesia kini nyaris tidak memiliki partai yang mewakili rakyat. Partai dikuasai oleh kepentingan elit sehingga sistem kepartaian menjadi tidak representatif.

 

Menurut Thomas, hampir semua partai politik lebih mengutamakan jatah kabinet daripada menjaga sikap politik yang sesuai dengan keinginan konstituennya. "Syarat pencalonan presiden semakin sempit dan eksklusif, sehingga hanya dua pasangan calon yang mampu berpartisipasi pada pemilu 2014 dan 2019," kata dia.

 

Selain itu, dua pasangan calon yang bertarung pada 2019, yakni Jokowi vs Prabowo Subianto, cenderung antidemokratik.

 

Lalu pada indikator penegakan hukum dan lembaga yudisial, kata Thomas, politisasi aparat penegak hukum semakin terlihat dalam lima tahun terakhir terutama di kepolisian dan kejaksaan. "Perlindungan dari perkara hukum menjadi salah satu bentuk patronase yang paling sering efektif bagi pihak penguasa." ucap dia.

 

Yang terbaru adanya serangan fisik dan kriminalisasi, narasi taliban, revisi UU KPK, hingga polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Menurut Thomas, hal itu menjadi upaya-upaya untuk menghapus independensi lembaga hukum dan lembaga yudisial.

 

Indikator ketiga yakni meida yang bebas dan berkualitas juga mengalami penurunan. Thomas menemukan, media di Indonesai saat ini, kepemilikannya semakin didominasi oleh pihak yang terlibat aktif di pemerintahan. Di sisi lain, media yang mengkritisi pemerintah terancam dilaporkan, atau bahkan dipolisikan.

 

Selanjutnya, indikator terakhir yaitu oposisi tidak resmi dan aksi unjuk rasa, Thomas melihat menjelang pemilu 2019 lalu, pemerintah mulai membatasi dan membubarkan kegiatan kelompok opisisi.

 

"Contoh adalah ketika munculnya kelompok #2019GantiPresiden," kata Thomas. Ia meilai, tindakan tersebut disebut sebagai upaya melawan radikalisme.

 

Namun, aksi penolakan dan pembubaran paksa terhadap kelompok oposisi sebelum pemilu 2019, di mana sikap itu menjadi modal untuk medeletigimasi aksi protes paskapemilu. Sebut saja seperti aksi protes RUU KPK, KUHP, dan Omnibus Law.

 

Pun dalam proses aksi unjuk rasa itu, kebebasan berekspresi semakin terancam. Sebab, demonstrasi dibubarkan secara paksa dan para demonstran menghadapi kekerasan aparat.

 

"Kita bisa lihat bahwa terjadi penuruan di semua indikator. Maka kami berkesimpulan dengan upaya melemahkan demokrasi dari atas, Indonesia sedang mengalami krisis atas kualitas demokrasi," kata Thomas. (tempo)





SANCAnews.id – Kritikus Faizal Assegaf merespon pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas, yang mengklaim bahwa Kementerian Agama adalah hadian negara untuk Nahdatul Ulama (NU). Bukan untuk umat Islam.

 

Menurut Faizal Assegaf, dari segi tata krama, sebagai pejabat publik, pernyataan Menag Yaqut tersebut sangat tidak layak. Pernyataan itu menimbulkan ekspresi kesombongan yang sangat berlebihan.

 

“Tidak layak dia menjadi Menteri, apa-apaan ini, negara ini bukan milik nenek moyang kalian. Bukan milik kelompok asabiah yang kalian usung,” ujar Faizal Assegaf dikutip dari kanal YouTube-nya, Ahad (24/10/2021).

 

Faizal mengatakan, negara ini bukan hanya milik kelompok tertentu. Negera ini milik bersama. Ada berjuta rakyat yang bekerja secara tulus untuk membangun negara. Bukan hanya NU.

 

“Bukan kelompok keluarga kamu saja yang bertopeng organisasi, bertopeng ulama, bertopeng NU, untuk meraih kekuasaan dengan cara-cara culas, dan kemudian mengumumkan itu tanpa rasa malu ke depan publik,” ujar Faizal Assegaf.

 

Dia menilai, pernyataan Yaqut itu lebih buruk daripada perilaku kaum Khawarij.

 

“Ini lebih brengsek dari perilaku jahiliah khawarij. Sangat norak daripada Yazid dan Muawiyah yang berkuasa. Jadi jangan mengeluarkan pernyataan seperti itu untuk menunjukan kesombongan dan keangkuhan di negeri ini,” ujar Faizal Assegaf.

 

Lebih lanjut, Faizal menilai, pernyataan Menag Yaqut itu telah mewakili realitas selama ini. Bahwa ada orang-orang dalam tubuh NU yang memanfaatkan organisasi tersebut hanya untuk mendapat kekuasaan di pemerintah.

 

“Apa yang disampaikan saudara Yaqut, ini mewakili satu realita yang bukan sekedar kata-kata. Tetapi memang pengkultusan kepada Hasyim Asy’ari, pengkultusan kepada NU. Pemanfaatan terhadap wadah organisasi NU, memang tujuannya untuk mendapatkan kekuasaan dari kelompok lingkaran yang selama ini mengkultuskan Hasyim Asy’ari,” tuturnya.

 

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengklaim kementerian yang dipimpinnya merupakan hadian negara NU. Bukan untuk umat Islam dan agama lainnya.

 

“Kementerian Agama itu hadiah negara untuk NU’, ‘bukan untuk umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU,” ujar Yaqut dalam webinar bertajuk Webminar Internasional Peringatan Hari Santri 2021 RMI-PBNU, dikutip Ahad (24/10/2021).

 

Dia menilai wajar jika sekarang orang-orang NU memanfaatkan banyak peluang di Kementerian Agama.

 

Yaqut berujar, dari sejarah Kementerian agama muncul karena ada pencoretan 7 kata dalam piagam Jakarta. Kemudian yang mengusulkan itu menjadi juru damai atas pencoretan itu dari pihak NU, kemudian lahir Kementerian Agama karena itu.

 

“Nah wajar sekarang kita minta Dirjen Pesantren, kemudian kita banyak mengafirmasi pesantren, dan santri juga, saya kira wajar wajar saja tidak ada yang salah,” katanya. (fin)

 

Tonton Videonya:





 

SANCAnews.id – Fadli Zon menilai seharusnya Indonesia satu suara dengan negara-negara anggota PBB yang mengecam perlakuan China terhadap muslim Uighur.

 

Menurut dia, apa yang telah dilakukan oleh China sudah jelas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

 

"Harusnya Indonesia ikut mengecam perlakuan China terhadap minoritas Uighur. Jelas pelanggaran HAM," ujar Fadli Zon melalui Twitter @fadlizon dikutip Indozone, Sabtu (23/10/2021).

 

Diketahui, Duta Besar Prancis untuk PBB Nicolas De Riviere menyampaikan pernyataan bersama dengan 43 negara lainnya untuk mengecam perlakuan China terhadap komunitas minoritas di Xinjiang, termasuk muslim Uighur.

 

Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan Komite HAM Majelis Umum PBB di New York pada Jumat (22/10/2021).

 

Adapun 43 negara yang menyampaikan pernyataan bersama itu, yakni Albania, Australia, Austria, Belgia, Bulgaria, Kanada, Kroasia, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Eswatini, Finlandia, Jerman, Honduras, Islandia, Irlandia, Italia, Jepang, Latvia, Liberia, Liechtenstein, Lituania, Luksemburg.

 

Lalu, Kepulauan Marshall, Monako, Montenegro, Nauru, Belanda, Selandia Baru, Makedonia Utara, Norwegia, Palau, Polandia, Portugal, San Marino, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Turki, Inggris Raya, Amerika Serikat, dan Prancis. []



 

SANCAnews.id – Pendakwah kondang, Ustaz Abdul Somad alias UAS menyebut pendiri bangsa Turki Mustafa Kemal Ataturk mengalami sakratul maut selama 6 bulan lamanya namun tak mati-mati.

 

Pernyataan Ustaz Abdul Somad terkait Mustafa Kemal Ataturk tersebut disampaikan lewat sebuah video ceramahnya saat menyinggung soal sosok presiden pertama Turki itu.

 

Adapun video tersebut viral usai dibagikan seorang pengguna Twitter HoesinLwi, seperti dilihat pada Sabtu 23 Oktober 2021.

 

Dalam video itu, terdengar suara UAS tengah ceramah menyinggung soal kematian Mustafa Kemal Ataturk.

 

Menurutnya, tokoh pendiri bangsa Turki itu enam bulan tak mati-mati saat sedang mengalami sakratul maut jelang kematiannya.

 

“Siapakah itu orang enam bulan sakratul maut tak mati-mati? Namanya Mustafa Kemal Ataturk,” ungkap Ustaz Somad.

 

UAS juga mengungkapkan bahwa jasad Mustafa Kemal Ataturk ketika ditanam dalam tanah, jenazahnya malah lompat keluar kembali ke atas tanah.

 

“Tolong kau sampai di Angkara kau cari kuburan Mustafa Kemal Ataturk habis itu kau foto karena kawanku waktu kuliah dulu di Turki cerita katanya Mustafa Kemal Ataturk sakratulnya enam bulan tak mati-mati, ketika ditanam di tanah lompat jenazahnya naik ke atas tanah,” tuturnya.

 

Akhirnya, kata UAS, jenazah Mustafa Kemal Ataturk tidak ditanam di dalam tanah namun kuburannya disemen di atas tanah.

 

“Di tanam dalam tanah, tak diterima tanah akhirnya disemen di atas tanah,” ungkapnya.

 

Hal itu, menurut Ustaz Abdul Somad, ia ketahui berdasarkan cerita temannya yang kuliah di Turki tersebut. Kala itu, dirinya dikirimkan foto kuburan Ataturk yang berada di atas tanah.

 

“Foto makamnya dikirimkan ke WhatsApp saya, saya tengok memang betul ustaz kuburnya di atas tanah gara-gara tak diterima tanah,” ujarnya. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.