Latest Post


 

SANCAnews – Buronnya mantan Caleg PDI Perjuangan, Harun Masiku hingga dipenjarakannya Habib Rizieq Shihab dianggap sebagai tanda bahwa hukum dan keadilan merupakan milik rezim Joko Widodo-Maruf Amin.

 

Hal itu merupakan catatan dari Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi bertepatan dengan dua tahun kepemimpinan Jokowi-Maruf sejak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2019 lalu.

 

"Hari ini, dua tahun genap kekuasaan Joko Widodo-Maruf Amin sejak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden 2019, dari hasil Pilpres yang banyak diragukan banyak orang kejujuran dan kebenarannya," ujar Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (20/10).

 

Karena kata Muslim, keraguan publik dan sejumlah kalangan atas hasil Pilpres 2019 dapat dilihat dari raibnya Harun Masiku yang merupakan kader PDIP yang diduga terlibat kasus dengan Wahyu Setiawan saat menjabat sebagai Komisioner KPU RI yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

"Sampai detik ini, tidak ditangkapnya Harun Masiku, publik anggap dan duga ini terkait misteri kemenangan Pilpres 2019 oleh Jokowi-Maruf," kata Muslim.

 

Selanjutnya kata Muslim, hari ini pun publik menyaksikan ketidakadilan hukum terhadap kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) Covid-19 dan kebohongan yang menjerat Habib Rizieq Shihab hingga mendekam di penjara.

 

Bahkan, organisasinya pun yakni Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan oleh rezim Jokowi-Maruf dengan alasan yang tidak jelas.

 

"Padahal publik sangat tahu, kalau dugaan pelanggaran prokes dan kebohongan yang dituduhkan terhadap HRS itu dilakukan juga oleh Jokowi dan kawan-kawannya atas sejumlah kerumunan diberbagai tempat dan kebohongan yang dilakukan atas 66 janji politik bahkan lebih yang sudah di ketahui luas oleh publik, bukan?" kata Muslim.

 

Padahal sambung Muslim, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2015 lalu saat dipimpin Maruf Amin telah mengeluarkan fatwa agar tidak mentaati pemimpin yang ingkar janji.

 

"Publik rekam ada 66 janji. Saat ini sudah 7 tahun janji-janji itu tidak pernah ditunaikan oleh Joko Widodo," terang Muslim.

 

Muslim pun juga menyayangkan, hari ini Maruf Amin yang sempat mengeluarkan fatwa tersebut juga menjadi bagian pemimpin yang ingkar janji terhadap janji-janji politik pada 2019 lalu.

 

Dengan demikian, Muslim berpendapat, dua tahun yang telah berlalu ini memperlihatkan bahwa hukum dan keadilan sangat melukai nurani bangsa.

 

Muslim yakin, kepongahan dan kesombongan kekuasaan atas ketidakadilan pasti mendapat balasan yang setimpal. Karena, Fir'aun pada zaman dahulu serta bala tentaranya akhirnya hancur meski dengan segala kesombongan berkuasa sebagai penindas.

 

"Agar terbebas dari pengadilan Ilahi dan pengadilan rakyat, segera saja bebaskan Habib Rizieq Shihab dan stop berbohong dan segera tunaikan janji-janji politik anda!," tegas Muslim menutup. []



 

SANCAnews – Besaran utang negara semasa pemerintahan Presiden Joko Widodo terus mengalami tren kenaikan yang cukup drastis. Hingga Agustus 2021, jumlahnya sudah menggunung hingga ke angka Rp 6.625,43 triliun.

 

Jika dibandingkan dengan akhir periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, yakni 2019, nilai utang negara masih bertengger di angka Rp 4.778 triliun, Namun sejak pemerintahan periode kedua efektif berjalan dan berbarengan dengan penyebaran Covid-19, utang negara naik drastis menjadi Rp 6.074,56.

 

Menanggapi persoalan utang tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI, Misbakhun menganggap wajar jika semasa awal pandemi pemerintah menarik utang dari berbagai sumber, dan nilainya cukup fantastis.

 

"Defisit (APBN), utang dan sebagainya apakah cuma Indonesia yang mengalami situasi ini? Tidak, semua negara mempunyai dampak yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi ekonomi (kala) pandemi," ujar Misbakhun dalam diskusi virtual Gelora Talks bertajuk 'APBN di Antara Himpitan Pajak dan Utang Negara', Rabu (20/10).

 

Menurut politisi Partai Golkar ini, tidak fair jika nilai utang semasa pandemi dibandingkan dengan waktu sebelumnya pada rentang masa 7 tahun pemerintahan Presiden Jokowi, "Tentu ini akan menjadi situasi dan keadaan yang tidak adil," imbuhnya.

 

Karena itu dia menilai, siapa pun menteri ataupun presidennya, maka ketika menghadapi situasi pandemi seperti saat ini bukan tidak mungkin akan mengambil langkah taktis, sebagai langkah antisipatif mengatasi penyebaran wabah dan dampak perekonomian di dalam negeri.

 

"Pandemi ini juga menjadi ujian bagi para pemimpin, mengenai kelas ujiannya, leadership-nya, dan bagaimana mencari antisipasi terhadap situasi dan keadaan yang ada," tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews – Dukungan kepada Anies Baswedan muncul dari relawan untuk bisa bertarung di pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

 

Kini, Anies mendapat dukungan dari kelompok mengatasnamakan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera atau disingkat ANIES. Mereka mendeklarasikan diri mendukung Anies Baswedan untuk menjadi Capres 2024.

 

Deklarasi tersebut digelar di di Gedung Joang 45, Jakarta itu disiarkan secara langsung pada Rabu (20/10). Koordinator deklarator, La Ode Basir, menilai figur Anies Baswedan dapat diterima semua golongan karena jauh dari isu SARA.

 

"Beliau tidak membantah isu dengan penjelasan, melainkan dengan tindakan nyata. Baik sebagai pribadi, maupun sebagai pejabat dengan segala program dan kebijakan," kata La Ode.

 

Selama empat tahun menjadi Gubernur DKI, Anies juga dianggap berhasil memenuhi sebagian besar janji kampanye yang disampaikan ketika Pilgub DKI Jakarta 2017.

 

Atas pertimbangan dan penilaian itu, ANIES kompak menyatakan dukungan kepada Anies Baswedan maju dalam Pilpres 2024.

 

"ANIES direncanakan akan melakukan konsolidasi dan terus memperkuat jaringan dan disiapkan menjadi wadah bagi Anies Baswedan untuk keliling Indonesia, setelah tidak menjabat gubernur nanti," sambungnya.

 

Berdasarkan pantauan Kantor Berita RMOLJakarta, Gubernur Anies tidak menghadiri deklarasi hari ini. Menurut La Ode, Aliansi memang sengaja tidak mengundang orang nomor satu di ibukota itu.

 

"Kami enggak undang beliau. Beliau harus konsen kerja menuntaskan janjinya di Jakarta. Jangan kita ganggu," tutup La Ode. []



 

SANCAnews – Arah kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode keduanya yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir semakin disoroti dan mendapat kritik dari banyak pihak.

 

Pertanyaan tentang, "apakah kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan memihak kepada publik?" menjadi satu hal yang dijawab ekonom senior Rizal Ramli.

 

Menurut sosok yang kerap disapa RR ini, rezim Jokowi sekarang bekerja untuk oligarki hingga orang-orang kaya yang dapat mengatur kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan mereka.

 

Dia menjelaskan, sebagai contoh konkret dari kebijakan yang tak berpihak kepada rakyat adalah dinaikannya Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sedangkan di sisi yang lain, oligarki dan pihak-pihak asing pajaknya diberi diskon.

 

"Rezim ini bekerja untuk oligarki, untuk orang yang kaya, super kaya, mereka kaya berkali-kali lipat, karena mereka berhasil membeli, mengatur kebijakan," ujar RR dalam siaran langsung akun YouTube Dr Rizal Ramli pada Rabu siang (20/10).

 

Berbeda halnya kata RR dengan zaman Presiden Soeharto. Kalangan bisnis dan taipan yang berpengaruh dalam bidang ekonomi dan bisnis, saat itu mereka tidak bisa mengatur kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.

 

Begitu juga, lanjut RR, di zaman Presiden BJ Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Para kalangan bisnis maupun taipan tidak berani mengatur kebijakan.

 

"Zamannya Mba Mega, Mba Mega kan orangnya mohon maaf ya, lebih enggak mau diatur lagi, lebih enggak bisa taipan ngatur-ngatur dia. Zaman SBY juga sama," kata RR.

 

Akan tetapi, di zaman Jokowi baru pertama kali RR melihat para oligarki bisa mengatur arah kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah.

 

"Misalnya pesan supaya ada UU Mineral, supaya yang punya konsensi batubara diperpanjang 10 tahun plus 10 tahun. Nilainya pertambahan konsensi otomatis itu, puluhan ratusan miliar dolar. Pesan royalti batubara dikurangi, itu kerugian negaranya puluhan triliun. Pesan supaya Omnibus Law ada, supaya kesejahteraan buruh berkurang dan lain-lainnya berkurang," terang RR.

 

Jadi kata mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini, para taipan atau oligarki sekarang ini bisa memesan dan menyiapkan draf UU. Sedangkan Presiden dan para menterinya tinggal menjalani pesanan tersebut.

 

Para oligarki, orang kaya maupun taipan kata RR, tidak bermain pada level proyek pemerintah. Akan tetapi, bermain di level kebijakan.

 

"Yang main proyek itu orang bisnis yang masih sedang mau naik kelas lah. Tapi, kalau oligarki yang gede-gede, taipan yang gede-gede, mereka udah punya bisnis macam-macam, mereka enggak perlu proyek lagi, kecil itu proyek. Misalnya project segede-gedenya paling Rp 5 triliun, untungnya 10 persen dari project, kan cuma Rp 500 miliar," tutur RR.

 

"Tapi kalau mereka berhasil memesan UU Mineral supaya dapat pertambahan konsensi 20 tahun, itu nilainya ratusan miliar dolar, enggak ada apa-apanya proyek. Proyek itu yang main pribumi biasanya, atau teman non pribumi yang masih naik kelas. Atau pesan UU supaya dihapuskan royalti batubara," sambung RR.

 

Sehingga masih kata RR, keuntungan dari mengatur kebijakan buat para oligarki jauh lebih besar keuntungannya dibanding mengerjakan proyek pemerintah.

 

"Sementara rakyat yang miskin makin anjlok ke bawah," pungkasnya. (rmol)



 

SANCAnews – Nama-nama figur yang muncul di dalam survei capres jangan sampai mengecoh masyarakat. Pasalnya, besar kemungkinan nama tersebut muncul karena hasil skenario lembaga survei bersponsor.

 

Begitu wanti-wanti dari Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie yang ingin 2024 hadir pemimpin yang mampu membawa perubahan bagi Indonesia, bukan sosok yang kerap melakukan pencitraan dan selalu dimunculkan dalam survei capres oleh bebera lembaga survei.

 

“Indonesia sejahtera hanya bisa terealisasi bila pemimpin itu memiliki karakter yang kuat dan mempunyai segudang prestasi,” tekannya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (20/10).

 

Salah satu nama yang menurutnya memiliki karakter kuat dan segudang prestasi adalah begawan ekonomi, DR. Rizal Ramli.

 

Jerry Massie menilai bahwa track record mantan anggota Tim Panel Ekonomi PBB itu tidak perlu diragukan. Rizal Ramli juga sudah terbukti mumpuni menangani ekonomi Indonesia saat didaulat menjadi Menko Ekuin saat Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur memimpin.

 

Di satu sisi, masalah Indonesia utama Indonesia saat ini adalah ekonomi, “Saya rasa dengan pengalaman Rizal Ramli yang begitu banyak, seperti mengurangi utang dan menggenjot pertumbuhan ekonomi di era pemerintahan Gus Dur, menjadi bukti bahwa ia mampu menjadi pemimpin yang mampu membawa perubahan bagi Indonesia," tuturnya.

 

Jerry meyakini, Rizal Ramli sebenarnya bisa bersaing dengan nama-nama tokoh yang kerap dimunculkan lembaga survei. Apalagi jika tolak ukurnya adalah kompetensi, kredibilitas, dan integritas.

 

“Rizal Ramli sudah jelas banyak kontribusinya untuk bela kepentingan rakyat. Namanya tidak masuk survei dari surveyoRp atau polsteRp ya karena bukan tipe orang yang ketika di dalam pemerintahan manfaatin jabatan untuk cari kekayaan untuk modal politik," imbuh Jerry.

 

Rizal Ramli kerap menyampaikan minatnya menjadi Presiden Indonesia. Tekad itu disampaikan karena cita-cita besarnya agar Indonesia bisa terbebas dari utang.

 

Jerry merasa, keinginan Rizal menjadi presiden sebenarnya bukan sekadar mimpi atau harapan kosong belaka. Sebab, mantan pejabat negara tersebut didukung Raja Ternate dan organisasi Islam besar seperti Nahdlatul Ulama.

 

“Dia itu didukung juga oleh Nahdatul Ulama (NU), dulu pernah juga dia didukung oleh raja Ternate. Organisasi di Sumatera Utara itu memang sempat mendukung beliau,” kata Jerry.

 

Meski demikian, dirinya keheranan melihat hasil survei nasional yang tak mencantumkan nama Rizal Ramli. Padahal, menurutnya, banyak orang berharap pada sosok mantan menteri koordinator perekonomian tersebut.

 

“Nama Rizal Ramli hanya muncul di survei-survei tertentu saja seperti KedaiKopi. Saya juga bingung di tempat lain tidak ada,” terangnya. (*)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.