Latest Post


 

SANCAnews – Wacana jabatan Presiden tiga periode terus digulirkan pihak oposisi walaupun dari Jakowi secara langsung tegas menolak untuk mencalonkan lagi untuk periode selanjutnya.

 

Rizal Ramli yang merupakan mantan menteri itu tidak percaya dengan penolakan wacana jabatan presiden tiga periode kecuali Jokowi mau melakukan sumpah di atas Alquran.

 

Pasalnya dia menilai itu cuma pernyataan politis karena realitanya nanti akan bertolak belakang dari yang sudah diucapkan.

 

"Kecuali pak Jokowi mau sumpah di atas Al Quran, kita parcaya. Kalau cuma ngomong-ngomong nolak itu, mohon maaf track recordnya. Kalau nggak kita anggap dia rekayasa ini semua," kata Mantan Menko Maritim dan SDM malalui kanal Youtube Fadli Zon Official seperti yang dikutip Indozone, Kamis (7/10/2021).

 

Rizal Ramli mengatakan kalau dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang tertuang dalam konstitusi masih multitafsir, meski disebutkan jabatan presiden disebut maksimal dua periode.

 

Namun itu bisa berubah seiring berjalannya waktu sesuai dengan permintaan anggota MPR melalui amandemen undang-undang.

 

"Bahasa GBHN itu bahasa yang sumir, yang multi interpretasi. Jadi siapa aja bisa ngeles nanti. Udah sesuai kok GBHN, dia multi interpretasikan aja," katanya.

 

Dia menyebutkan masa jabatan tiga periode bertentangan dengan perjuangan reformasi dan demoratasisasi.

 

"Saya mohon pak Jokowi ngaca. Kalau pak Jokowi kelasnya seperti Presiden Xi Jinping jelas kemajuan buat China atau Presiden Putin, barang kali kita masih mikir. Ini prestasi payah, rakyat makin miskin, utang makin banyak, perpecahan makin besar, 7 tahun Indonesia anjlok, kok kepedean ingin nambah (masa jabatan)," ujarnya.

 

Sebelumnya pada bulan Juni lalu Presiden Jokowi kembali dengan tegas menolak akan memimpin hingga tiga periode.

 

Dia mengatakan konstitusi sudah tegas mengatakan presiden Indonesia maksimal memimpin dua periode.

 

“Mau berapa kali saya bilang, saya pernah ngomong apa? Apa lagi? Yang muda-muda dan pintar-pintar kan banyak. Pilih yang paling baik, Saya ini sudah jadul dan usang,” kata Jokowi.

 

Terkait survei yang memuji kinerja Jokowi dan memunculkan wacana dia akan maju untuk periode ketiga, Jokowi hanya bisa geleng-geleng kepala.

 

"Harus gimana lagi ngomongnya, maunya ini saya ngomongnya gimana lagi?," tanya Jokowi.

 

Selain Jokowi tidak berminat menjadi presiden tiga periode, mayoritas masyarakat Indonesia juga menolak presiden Indonesia tiga periode.

 

Hasil Survei Parameter Politik Indonesia mengatakan 45,3% peserta survei menolak  Presiden menjabat tiga periode. Lalu, 50,6% menolak dilakukan perubahan konstitusi agar Presiden bisa menjabat 3 kali. (indozone)




 

SANCAnews – Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, berharap agar lada penyelenggaraan Pilpres ke depan tidak ada lagi figur yang melakukan pencitraan untuk sekadar meningkatkan elektabilitas. Pada kekinian memang sejumlah ketua umum hingga tokoh yang sudah mendeklarasikan maju sebagai capres.

 

"Saya sangat apresiasi siapapun ketum partai atau siapapun figur yang mau maju capres, karena jangan ada lagi beli kucing di dalam karung. Jangan ada lagi pencitraan, jangan ada lagi masuk gorong-gorong, jangan ada lagi manjat pohon kelapa katakan lah gitu, untuk elektabilitas," kata Mardani dalam acara rilis survei SMRC secara daring, Kamis (7/10/2021).

 

Mardani menginginkan agar para calon membawa konsep dan mempunyai track record untuk maju di Pilpres mendatang. Ia pun kemudian mengapresiasi Ridwan Kamil hingga Giring Ganesha yang sudah mendeklarasikan diri.

 

"Mau maju boleh selama ada partai dan mau maju silakan  karena memang partai itu harus berani untuk menawarkan tokoh dan gagasan," tuturnya.

 

Lebih lanjut, Anggota Komisi II DPR RI ini memahami untuk saat ini partai-partai sudah mengusung tokoh internalnya.

 

"Demokrasi kita nggak bisa lagi demokrasi yang emosional, harus pindah ke rasional, itu dimulai dari elite, elite lah yang harus mendobrak demokrasi prosedural kita, demokrasi emosional kita menjadi demokrasi yang lebih kontestasi karya dan gagasan," tandasnya. (suara)



 

SANCAnews – Paripurna DPR telah mengesahkan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam regulasi ini, para pengemplang pajak diberikan keringanan, berupa pengurangan denda hingga penghapusan sanksi pidana.

 

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, keringanan pajak tersebut berupa sanksi administrasi dari 50 persen dikurangi menjadi 30 persen bagi wajib pajak yang tidak patuh. Aturan ini berlaku bagi para pengemplang pajak yang diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan langsung membayar pajaknya.

 

"Sanksi setelah keberatan diturunkan dari 50 persen menjadi 30 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," kata Yasonna di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (7/10/2021).

 

Sementara sanksi pengemplang pajak bagi wajib pajak yang ditemukan DJP tidak patuh dan tidak langsung membayarkan, sehingga dilanjutkan ke tahap pengadilan juga diturunkan menjadi 60 persen.

 

"Sedangkan sanksi setelah banding di Pengadilan Pajak (dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung) diturunkan dari 100 persen menjadi 60 persen dari jumlah pajak yang masih harus dibayar," ujarnya.

 

Selain itu, dalam UU HPP, pemerintah juga tidak akan mempidanakan pengemplang pajak yang tidak taat meski kasusnya sudah sampai di pengadilan. Pengemplang pajak cukup mengganti kerugian negara ditambah sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

 

Menurut Yassona, regulasi ini mengatur tentang penegakan hukum pidana pajak yang mengedepankan ultimum remedium melalui pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengganti kerugian pada pendapatan negara ditambah sanksi.

 

"Walaupun kasus pidana perpajakan sudah dalam proses penuntutan di sidang pengadilan, dan tidak akan dilakukan penuntutan pidana penjara," ucapnya.

 

Menurut dia, hal ini demi menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat maupun dunia usaha.

 

"Pemerintah dapat memahami usulan fraksi di DPR agar kewenangan penyidik pajak untuk menangkap dan menahan tersangka yang diusulkan oleh pemerintah, tidak perlu dimasukkan dalam RUU ini untuk menjaga situasi tetap kondusif di masyarakat dan di dunia usaha," tuturnya.

 

Adapun keringanan sanksi yang diberikan kepada pengemplang pajak ini, kata dia, sudah diselaraskan dengan moderasi sanksi administrasi dalam UU Cipta Kerja. (inews)



 

SANCAnews – Ketua Presidium Alumni (PA) 212 Aminudin menilai pembebasan lima mantan petinggi FPI dalam perkara pelanggaran protokol kesehatan sudah sangat tepat.

 

Lima orang tersebut, yaitu Haris Ubaidillah, Ahmad Sabri Lubis, Ali Alwi Alatas, Idrus alias Idrus Al-Habsyi, dan Maman Suryadi yang dihukum delapan bulan penjara dinyatakan bebas pada Rabu(6/10).

 

Menurut Aminudin, pemerintah perlu menindaklanjuti perkara tersebut agar kelima mantan petinggi FPI itu bisa bebas secara layak.

 

Dia lantas mendesak pemerintah supaya memberikan bantuan yang sesuai bagi kelimanya.

 

“Pemerintah harus memberikan kompensasi secara materil kepada mereka (lima mantan petinggi FPI, red),” ucap Aminudin kepada GenPI.co, Rabu (6/10).

 

Selain itu, pentolan 212 menuntut pemerintah agar membersihkan nama kelima mantan petinggi FPI itu.

 

Sebab, kata Aminudin, hal itu perlu dilakukan pemerintah setelah aparat hukum dinilai tebang pilih dalam perkara protokol kesehatan.

 

“Pemerintah harus merehabilitasi nama mereka. Demi tegaknya hukum yang berkeadilan, semua pelanggar kerumunan akibat melanggar prokes harus dihukum,” jelasnya.

 

Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi jaksa atas vonis delapan bulan penjara terhadap Habib Rizieq Shihab Cs. (fajar)



 

SANCAnews – Pakar ekonomi Rizal Ramli menyatakan Indonesia saat ini memiliki utang menggunung pada China. Hal ini belum termasuk dengan utang tersembunyi yang diberikan China melalui perusahaan negara, bank negara, serta perusahaan patungan di luar kesepakatan pemerintah.

 

Menurut Rizal, ini juga selaras dengan temuan lembaga riset Aiddata seoal angka-angka utang RI ke China. Pada periode 2000 sampai 2007 saja, Aiddata mencatat tumpukan utang tersembunyi RI ke China dalam tiga kali pelaksanaan dan dua metode.

 

“Angka-angka ini saja tak tercatat sebagai utang Pemerintah, jika ditambah maka utang kita sudah banyak sekali, dan makin tidak terkendali. Hari ini saja untuk bayar pokoknya Rp400 triliun, bunganya saja Rp370 triliun, total Rp770 triliun dalam 1 tahun,” kata dia di AKI Petang, dikutip Kamis, 7 Oktober 2021.

 

Kata Rizal, apalagi jika ditambah dengan utang-utang tersembunyi, bisa-bisa mencapai Rp800 tiriliun lebih. Dia pun menyatakan, ekonomi Indonesia saat ini sebenarnya sudah masuk ke ruang ICU.

 

“Ya sudah masuk ke ICU, mesti pakai ventilator, sebab bayar bunganya saja harus minjam,” katanya lagi.

 

Utang RI ke China menggila 

Perlu diingat pinjaman tersembunyi di luar Pemerintahan memang memiliki perbedaan model bisnis. Peminjam biasanya BUMN China dan perusahaan swasta di sana, tak memberi logika ketika memberi pinjaman.

 

Seperti halnya ketika seseorang meminjam ke bank, maka akan ada perhitungan sepertiga dari kemampuan membayar. Sementara untuk kasus China, mereka disebut Rizal Ramli sengaja memberi utang besar demi taktik tertentu.

 

“Sama mereka sengaja dikasih pinjaman lebih besar dari seharusnya, supaya kita enggak mampu bayar. Kalau sudah begitu, maka akan lebih mudah dikuasai asetnya. Atau kontraknya ditambah.”

 

“Seperti yang terjadi di Srilanka, yang membangun pelabuhan dengan biaya mahal sekali. Sementara pendapatan mereka sedikit. Akhirnya karena BUMN Srilanka tak mampu membayar, kontraknya diperpanjang menjadi hampir 200 tahun. Atau bisa juga dengan cara saham mereka menjadi lebih tinggi,” katanya.

 

Hal itu pula yang kata Rizal juga terjadi di proyek kereta cepat Jakarta Bandung dengan anggaran pembengkakak sekira Rp26 triliun. WIKA yang tak mampu setor modal kemudian membuat mereka memiliki saham lebih tinggi lagi di sana.

 

“Perlu diingat, model bisnis BUMN di China itu sengaja kasih pijaman superbesar supaya kita enggak mampu bayar. Seperti mereka dengan rencana pelabuhan besar di Medan demi bisa kontrol Selat Malaka, dan di Belitung, itu besar sekali,” katanya. (hops)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.