Latest Post


 

SANCAnews – Novel Baswedan dkk menyambut baik keseriusan Polri untuk merekrut 56 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri.

 

Mereka menyebut siap ditempatkan di mana pun asalkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakomodir rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK bermasalah.

 

"Kalau kami sih melihat dalam konteks seluruh variabel, ada rekomendasi Ombudsman, ada rekomendasi Komnas HAM, ada isu pemberantasan korupsi, ada isu kepegawaian, ada banyak pihak/publik yang berkepentingan dan jika memang sudah mengakomodir semua hal itu, tentu presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi ASN berwenang toh menempatkan di mana saja dan kita hanya dalam posisi melakukan tugas dan fungsi untuk berkontribusi pada negara ini," kata Hotman Tambunan, kepada wartawan, Jumat (1/10/2021).

 

Untuk diketahui, Hotman merupakan mantan Kasatgas Diklat KPK. Dia menjadi bagian dari 56 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos TWK.

 

Hotman mengatakan jika Jokowi mengizinkan 56 eks pegawai KPK menjadi ASN Polri bukan dalam konteks mengakomodir rekomendasi, maka itu dianggap tidak lengkap.

 

"Buat kami jika semua variabel yang saya sebut di atas sudah terakomodir, maka kami hanya akan fokus pada pelaksanaan tugas dan fungsi dan berkontribusi pada negara ini," ucapnya.

 

Hal yang sama juga diungkap oleh mantan Kabag Hukum KPK, Rasamala Aritonang. Dia yang juga bagian dari 56 pegawai KPK yang disingkirkan, tengah menunggu undangan resmi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait rencana perekrutan Novel Baswedan dkk menjadi ASN Polri.

 

"Artinya kan gini, karena ini kan proses hukum artinya kalau proses hukum maka prosedurnya mesti diformalkan. Maksudnya kita diundang disampaikan dengan jelas, kemudian mesti dituangkan dalam dokumen-dokumen yang resmi," ujarnya.

 

"Ya kita tunggu aja itu, baru nanti kita nilai. Kalau polisi bilang serius ya kita juga serius, makannya kita dari kemarin kita bilang menunggu pemerintah, kita serius ini," tambahnya.

 

Rasamala menyebut jika nanti akhirnya telah bertemu dengan Polri dan menerima penjelasan lengkap soal rencana perekrutan itu, baru dirinya dan 55 eks pegawai KPK lainnya akan menentukan sikap. Menurutnya, apa yang menjadi pembahasan dengan Polri nantinya akan juga dikonsultasikan dengan Komnas HAM dan Ombudsman.

 

"Bagaimana kalau ada rencana pemerintah gagasannya begini.. begini.. begini.. nanti kita ketemu langsung lah sama Komnas HAM sama Ombudsman untuk konsultasi juga. Saya pikir kalau memang itu relevan dengan rekomendasi-rekomendasi itu, ya itu akan jadi pertimbangan utama bagi kami," jelasnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo siap merekrut 57 mantan pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan, yang tidak lolos TWK. Polri meyakini Novel dkk masih memiliki masa depan meski hasil TWK mereka dilabeli merah hingga dianggap tidak bisa dibina.

 

As SDM Polri Komunikasi dengan BKN-KemenPAN-RB 

Adapun Jenderal Sigit sendiri menginstruksikan As SDM Kapolri Irjen Wahyu Widada berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). Hanya, Rusdi belum tahu apakah Wahyu berkomunikasi langsung dengan Novel dkk untuk perekrutannya.

 

"Yang jelas As SDM diperintahkan Pak Kapolri untuk berkomunikasi dan koordinasi dengan kementerian atau lembaga terkait. Perintahnya seperti itu," ucapnya.

 

Seperti diketahui, 57 mantan pegawai KPK pada Kamis (30/9) mendatangi KPK. Mereka mengembalikan kartu identitas pegawai KPK milik mereka. Terhitung hari itu 57 orang itu sudah tidak lagi menjadi bagian KPK. (dtk)



 

SANCAnews – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dianggap menjerumuskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo soal menampung Novel Baswedan dan 56 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (ILKAB), Rudi S. Kamri mengatakan, Novel Baswedan dkk secata nyata sudah tidak lolos dalam seleksi tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN).

 

"Saya tidak berkehendak mengatakan atau menjudge bahwa 56 orang ini tidak nasionalis, tapi kenyataannya mereka tidak lolos. Mengapa tiba-tiba Polisi begitu mudah menerima mereka?" ujar Rudi dalam video yang diunggah di akun YouTube Kanal Anak Bangsa seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (1/10).

 

Rudi mengaku usulan Kapolri yang akan menampung Novel Baswedan dkk akan menimbulkan dampak, baik kecemburuan masyarakat maupun anggota Polri lainnya.

 

"Apakah ini tidak membahayakan institusi Polri? Apakah ini tidak menimbulkan kecemburuan atau mungkin rasa ketidakenakan dari sesama anggota Polri yang di bawah?" kata Rudi.

 

Rudi juga menyoroti pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD. Menurut Rudi, pernyataan Mahfud MD justru menjerumuskan Kapolri.

 

"Ini menurut saya ucapan Pak Mahfud juga tidak elegan. Pak Mahfud ini Menkopolhukam tapi tidak wise menurut saya, agak menjerumuskan Kapolri, karena kasihan Kapolri ini, yang punya itikad baik seharusnya diluruskan, diberikan pertimbangan bahwa ini akan menimbulkan keriuhan dalam sistem ketatanegaraan kita," jelas Rudi.

 

"Ada sekelompok orang yang tidak diterima disini, kemudian ditampung di Polri. Ini menurut saya kok tidak sehat ya?" sambung Rudi menutup. (*)



 

SANCAnews – Tawaran Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Novel Baswedan dan 56 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Tindak (KPK) dianggap sebagai pukulan telak menguji harga diri dan kehormatan mantan penyidik KPK itu.

 

Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anak Bangsa (ILKAB), Rudi S. Kamri menanggapi sikap Kapolri yang siap menampung Novel Baswedan dan 56 orang mantan pegawai KPK yang telah diberhentikan dengan hormat per 30 September kemarin karena tidak lolos dalam seleksi tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk menjadi aparatur sipil negara (ASN) sesuai UU 19/2019 tentang KPK.

 

"Nah di sisi lain kita harus mengingatkan kepada Kapolri bahwa Novel Baswedan khususnya, ini adalah mantan anggota Polri. Dan dia keluar dari anggota Polri memilih jadi penyidik di KPK. Dan kita ingat, Novel Baswedan ini selalu dan selalu menyerang institusi Polri berulang dan berulang, sering sekali," ujar Rudi dalam video yang diunggah di akun YouTube Kanal Anak Bangsa seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (1/10).

 

Rudi merasa heran jika seseorang yang sering menyerang institusi Polri, akan tetapi malah mau ditampung di institusi tersebut.

 

"Apakah tidak akan menjadi duri dalam daging di Polri ya? Nah ini bagi saya lebih pada pukulan telak dari Kapolri untuk mengetes atau menguji harga diri dan kehormatan seorang Novel Baswedan," kata Rudi.

 

Menurut Rudi, jika Novel Baswedan mau menerima tawaran Kapolri tersebut, Novel dianggap menjilat ludah sendiri.

 

"Kalau menurut saya, kalau Novel Baswedan mau menerima tawaran Kapolri artinya dia sudah menjilat ludah sendiri dan menurunkan harga dirinya. Dia menjadi manusia sampah menurut saya, karena apa? karena sudah sering menjelek-jelekan institusi Polri, kemudian menerima begitu saja. Ini integritasnya dan kredibilitasnya di mana?" tegas Rudi. (*)



 

SANCAnews – Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober kerap diperingati untuk mengenang peristiwa kelam bangsa ini akibat penghianatan PKI atau G30S/PKI.

 

Di momen ini, Habib Rizieq Shihab menyerukan seluruh umat islam agar memutar kembali flim G30S/PKI. Seruan nobar itu pun disampaikan Habib Rizieq lewat pengacaranya Aziz Yanuar.

 

“(Pesan atau seruan HRS) di momen ini nobar flim G30S/PKI,” kata Aziz Yanuar saat dihubungi Pojoksatu.id, Jumat (01/10/2021).

 

Menurut Aziz, alasan seruan nobar G30S/PKI disampaikan HRS agar umat islam dan para pemuda Indonesia kembali faham tentang bahayanya ideologi komunis.

 

“Agar generasi muda Indonesia tahu dan paham Bahaya Ideologi komunis,” bebernya.

 

Diketahui, setiap tanggal 1 Oktober, bangsa Indonesia selalu memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Peringatan ini dimaksudkan untuk mengenang kembali sejarah dalam mempertahankan ideologi bangsa. Selain itu, Hari Kesaktian Pancasila juga sebagai wujud penghormatan terhadap jasa para Pahlawan Revolusi.

 

Penetapan Hari Kesaktian Pancasila ini sangat erat kaitannya dengan peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI. Peristiwa pemberontakan tersebut, telah menyebabkan 6 perwira tinggi dan 1 perwira menengah TNI AD gugur. (fajar)



 

SANCAnews – Sebuah riset terbaru menyebutkan bahwa China menjerat negara-negara miskin dengan utang yang luar biasa dengan proyek luar negerinya. Dari riset disebutkan bahwa China menjerat negara-negara tersebut dengan total utang senilai $385 miliar atau lebih dari Rp5.504 triliun.

 

Para peneliti mengatakan, utang tersebut diberikan China ke 165 negara untuk proyek-proyek Belt and road Initiative (BRI), dengan pinjaman yang secara sistematis tidak dilaporkan ke badan-badan internasional seperti Bank Dunia.

 

“Beban utang disimpan dari neraca publik melalui penggunaan tujuan khusus dan pinjaman semi-swasta, dan secara substansial lebih besar daripada lembaga penelitian, lembaga pemeringkat kredit, atau lembaga antar pemerintah. organisasi dengan tanggung jawab pengawasan yang dipahami sebelumnya,” kata laboratorium penelitian yang berbasis di AS, AidData melansir The Guardian, Jumat 1 Oktober 2021.

 

Dari studi itu ditemukan 42 negara berpenghasilan rendah hingga menengah (LMIC) memiliki eksposur utang ke China melebihi 10 persen dari PDB mereka, termasuk Laos, Papua Nugini, Maladewa, Brunei, Kamboja, dan Myanmar.

 

Laporan itu mengungkap, Laos memiliki proporsi signifikan dari utangnya yang digolongkan oleh AidData sebagai ‘tersembunyi’. Proyek kereta api China-Laos senilai $5,9 miliar dan seluruhnya didanai dengan utang tidak resmi yang setara dengan sekitar sepertiga dari PDB-nya.

 

Program BRI diluncurkan pada tahun 2013 lalu sebagai investasi internasional ala Xi Jinping. Sejak saat itu, ratusan negara berpenghasilan rendah hingga menengah mendaftar untuk mendapatkan pinjaman China untuk membangun proyek infrastruktur besar-besaran.

 

Dalam laporan tersebut, AidData memeriksa lebih dari 13.000 proyek BRI senilai lebih dari $843 miliar di 165 negara antara tahun 2000 dan 2017.

 

Ditemukan bahwa pinjaman luar negeri China telah bergeser dari pinjaman antar pemerintah selama era pra-BRI, menjadi hampir 70 persen sekarang beralih ke perusahaan milik negara dan bank, perusahaan patungan, dan lembaga swasta.

 

Hal ini menyebabkan kurangnya pelaporan kewajiban pembayaran menjadi sekitar $385 miliar karena peminjam utama bukan lagi lembaga pemerintah pusat.

 

Dari 100 lebih negara yang terlibat dalam utang ke China untuk program BRI, terdapat kekhawatiran risiko jangka panjang tentang transparansi dan kemungkinan adanya ‘diplomasi buku utang’ di beberapa negara, yang bisa menyebabkan negara-negara tersebut menyerahkan kepemilikan atau kendali atas aset utama mereka kepada Beijing sebagai ganti pembayaran, jika tidak bisa membayar.

 

Namun, laporan tersebut mencatat penyitaan aset sebagai pengganti pembayaran hanya diperbolehkan dalam skema pinjaman antar-pemerintah langsung. (hops)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.