Latest Post




SANCAnews – Kepala Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi menilai Presiden ke-1 Sukarno sebagai sosok umat Islam yang berhasil meneladani politik lapangan. Ia kemudian menyinggung Sukarno dengan politik yang dilakukan Nabi Muhammad SAW.

 

"Bung Karno itu adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah, Nabi Muhammad pada waktu Makkah revolusi pertama tidak berdarah dalam sejarah. Bung karno memimpin bangsa Indonesia ini proklamasi tidak berdarah," ungkap Yudian dalam diskusi 'Peringatan 61 Tahun Pidato Bung Karno di Sidang PBB', dilihat dari YouTube Bamusi TV, Kamis (30/9).

 

Selain itu, Yudian menyebut Bung Karno juga berhasil mewujudkan teori politik majemuk seperti dalam piagam Madinah (dokumen yang disusun Nabi Muhammad SAW terkait perjanjian dengan suku dan kaum penting di Yasthrib tahun 622).

 

Prestasi lainnya adalah Bung Karno yang berupaya mempersatukan 54 negara atau 54 kerajaan di Indonesia. Yudian menilai peristiwa ini tidak akan terjadi apabila Indonesia tidak dipimpin oleh Sukarno, yang mewujudkan juga kemerdekaan RI.

 

"Dan ini peristiwa sekali lagi tidak pernah terjadi di dalam sejarah, kecuali di tangan Bung Karno, Bung Hatta dan bangsa Indonesia. Makanya saya katakan, Bung Karno adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan revolusi tidak berdarah, mewujudkan piagam Madinah itu," jelasnya.

 

Ia kemudian menyinggung soal eks Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser yang hanya mampu melawan negaranya sendiri.

 

Sedangkan Yudian melihat Sukarno piawai dalam melakukan komunikasi dengan raja maupun sultan kerajaan saat itu untuk menyerahkan kekuasaannya. Lalu kemudian bergabung menjadi sebuah negara dengan nama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

 

"Kita boleh banding Pak Gamal Abdul Nasser, dia cuma melawan negara sendiri. Bahkan Amerika sekali pun cuma lawan induknya, Rusia juga sama termasuk Uni Soviet. Coba dilihat ini bukan sejarah abad 20, tapi sejarah dunia belum pernah ada dalam waktu hanya 59 detik [Sukarno] bisa membebaskan dan mempersatukan 54 negara," beber dia.

 

"Di sini salah satu keunikan penguasa-penguasa Indonesia yang disebut lokal, maksudnya raja-raja, sultan yang begitu muda dan ikhlas menyerahkan kekuasaan mereka dengan segala konsekuensi konstitusionalnya kepada sebuah negara yang baru sekadar nama, namanya NKRI. Nah, tanpa kepiawaian Sukarno khususnya, mungkin nasib bangsa ini lain," tutup Yudian. (kumparan)



 

SANCAnews – Mantan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Yudi Purnomo sempat mengunggah surat pemberhentiannya yang berisikan 'prestasi dan kinerja yang baik' Yudi.

 

Seperti apa?

"Hari terakhir kerja diberikan ini, berprestasi dan kinerja baik selama ini," cuit Yudi di akun Twitter-nya, @yudiharahap46, Kamis (30/9/2021).

 

Pada surat pemberhentian tersebut terlihat ditandatangani oleh Plh Kepala Biro SDM, Yonathan Demme Tangdilintin. Disebut juga mulai 1 Oktober, Yudi tak lagi bekerja di KPK dan, selama bekerja, Yudi berprestasi serta berkinerja baik.

 

"Terhitung mulai 1 Oktober 2021 yang bersangkutan sudah tidak bekerja pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Selama melaksanakan tugasnya, yang bersangkutan menunjukkan prestasi dan kinerja yang baik," demikian bunyi suratnya.

 

Diketahui, 57 pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi ASN resmi diberhentikan hari ini. Pemberhentian dilakukan meski pelaksanaan TWK menuai kontroversi.

 

Pengumuman pemberhentian dengan hormat terhadap para pegawai KPK yang tak lolos TWK itu telah disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Rabu (15/9). Dia mengatakan para pegawai KPK yang tak lolos TWK bakal diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021, yang artinya hari ini.

 

"Terhadap enam orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dan diberi kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan bela negara dan wawasan kebangsaan namun tidak mengikutinya, maka tidak bisa diangkat sebagai ASN dan akan diberhentikan dengan hormat per 30 September 2021. Memberhentikan dengan hormat kepada 50 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di KPK.

 

Jumlah pegawai KPK tak lolos TWK yang diberhentikan bertambah sehari menjelang pemberhentian. Seorang pegawai KPK yang mengikuti TWK susulan karena baru pulang tugas belajar dinyatakan gagal dan harus menerima kenyataan dirinya diberhentikan. (dtk)



 

SANCAnews – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menegaskan, 58 pegawai yang diberhentikan dari KPK bukan pengemis pemerintah untuk disalurkan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Samad menegaskan, mereka merupakan para pejuang pemberantasan korupsi.

 

Terdapat tawaran dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar para pegawai yang diberhentikan menjadi ASN di Polri. Samad tetap menginginkan agar 58 pegawai diangkat menjadi ASN di KPK.

 

“Kita bukan pengemis untuk meminta ke 58 orang ini disalurkan jadi ASN di tempat lain, tapi kita tetap konsisten meminta bahwa ke 58 teman-teman ini dikembalikan ke posisi semulanya,” kata Samad di Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (30/9).

 

Samad tetap menagih janji kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar 58 pegawai yang diberhentikan Pimpinan KPK era Firli Bahuri untuk tetap diangkat menjadi ASN di KPK. Sebab hingga kini, pemecatan terhadap 58 pegawai belum mendapat respon resmi dari Jokowi selaku kepala negara.

 

“Menagih janji bapak presiden agar supaya teman-teman yang telah diberhentikan kita berharap untuk mengambil alih kewenangan ini dan mengangkat kembali harkat martabat ke 58 teman-teman ini,” pinta Samad.

 

Dia memandang, pemecatan terhadap 58 pegawai KPK melanggar hukum. Karena Komnas HAM dan Ombudsman RI telah menyatakan kalau pelaksanaan asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) melanggar HAM dan malaadministrasi.

 

Meski demikian, lanjut Samad, dirinya merasa bangga dan tidak sedih dengan pemberhentian kepada 58 pegawai KPK. Karena integritasnya tidak lagi diragukan.

 

“Teman teman sekali lagi saya ingin sampaikan bahwa ke 58 orang pejuang pemberantasan korupsi akan tetap konsisten di jalur pemberantasan korupsi walaupun mungkin sudah tidak ada di KPK lagi. Agenda pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti walaupun ada upaya-upaya sistematis untuk mengagalkan agenda pemberantasan korupsi itu dengan pemberhentian ke-58 orang ini,” pungkas Samad.

 

Sebelumnya, sebanyak 58 pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi keluar dari Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 13.30 WIB. Perpisahan mereka disambut haru oleh para mantan Pimpinan KPK periode sebelum-sebelumnya, terlihat Saut Situmorang, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas.

 

Mereka resmi diberhentikan dengan hormat pada Kamis (30/9) dengan dalih tidak memenuhi syarat asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Mereka terdiri dari Novel Baswedan, Yudi Purnomo Harahap, Giri Suprapdiono, Ronald Paul Sinyal, Ambarita Damanik, Rieswin Rachwel, Hotman Tambunan, Harun Al Rasyid dan lain-lain. (jawapos)



 

SANCAnews – Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengkritisi sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang hanya berdiam diri melihat pemecatan 58 pegawai lembaga antirasuah. Jokowi hanya memberikan respon, agar semua urusan tidak dibawa kepadanya.

 

“Ada ketidakpastian yang terjadi di republik ini, tapi sayangnya presidennya hanya diam dan bilang itu bukan urusan saya. Itu urusan siapa? Pemberantasan korupsi, itu dipegang oleh presiden. Jadi kalau dia bilang ini bukan urusan saya, lantas urusanmu apa? Kan begitu, kata Suat di Gedung ACLC KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (30/9).

 

Saut memandang, ungkapan yang menyatakan pemberantasan korupsi di Indonesia tengah berada di jalan benar merupakan kebohongan besar. Nyatanya, Jokowi hanya menjadi penonton dalam pemecatan 58 pegawai KPK.

 

“Kalau ada yang bilang bahwa pemberantasan korupsi hari ini berjalan pada jalan yang benar, orang itu pasti bohong besar. Nyatanya perilaku-perilaku di bawah saat ini sampai ke atas sampai saat ini masih kita lihat,” sesal Saut.

 

Dia meyakini, 58 pegawai KPK yang menurutnya terdiri dari orang-orang baik, sempat dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk diangkat menjadi ASN berdasarkan hasil TWK.

 

“Kemudian ada orang-orang baik dari 70 lebih berupaya berbuat baik, meluruskan jalan-jalan yang tidak benar itu, kemudian dia mengalami nasib yang sama. Sebagaimana ketidakpastian yang ada di luar saat ini,” pungkas Saut.

 

Sebagaimana diketahui, Pimpinan KPK memecat 58 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 30 September 2021. Pemecatan ini dilakukan berdasarkan hasil koordinasi antara KPK dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (Kemenpan), Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan, pemberhentian ini dilakukan dengan alasan tuntutan organisasi. Menurutnya, sesuai jeda waktu proses peralihan yang wajib dilaksanakan oleh KPK yaitu paling lama dua tahun, kepada pegawai KPK yang dinyatakan TMS dan tidak mengikuti pembinaan melalui Diklat Bela Negara.

 

“Diberhentikan dengan hormat dari pegawai KPK berdasarkan PP 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK pasal 18 dan 19 ayat (3) huruf d yakni tuntutan organisasi,” tutup Alex beberapa waktu lalu. (jawapos)



 

SANCAnews – Eks Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyatakan ideologi komunis di Indonesia tak mungkin mati atau hilang. Setidaknya hal itulah yang membuatnya selalu menggelorakan rasa waspada bahaya laten komunis di tubuh TNI dan masyarakat. Termasuk di tiap September.

 

Dia mengaku khawatir jika gerakan komunis kembali bangkit, karena sejumlah hal penyerta sudah terpantau muncul sejak lama. Soal penyusupan komunis di tubuh TNI, Gatot memang menyatakan tak bisa melihat dari orang per orang.

 

Tetapi hal itu, kata dia, bisa dilihat dari indikasi-indikasi yang muncul belakangan. “Salahkah saya yang menduga hal strategis seperti diorama di museum saja tiba-tiba hilang. Diorama mengusik rasa kebangsaan saya sebagai purnawirawan TNI,” kata Gatot di saluran Youtube Karni Ilyas Club, dikutip Kamis 30 September 2021.

 

Maka itu, Gatot pun kemudian rajin menyuarakan warning agar semua bersiaga terhadap kemungkinan bangkitnya kembali PKI di era sekarang ini. Sebab sejak dari tahun 1965, bisa saja ada penyusup di TNI yang memulai karir dari Bintara, Tamtama, dan benih itu terus tumbuh sekarang ini.

 

Apalagi, kata dia, di tubuh TNI kini sudah tak ada lagi Litsus sejak reformasi digelar. Sehingga berbagai kemungkinan yang dikhawatirkan bisa saja terjadi.

 

Gatot taruh intel pantau komunis

 

Terkait apakah ada tanda-tanda lain yang berkaitan dengan mulai tumbuhnya komunis di Tanah Air, Gatot punya analisa. Pertama, kata dia, adanya nuansa kelompok-kelompok tertentu yang mengusulkan agar Tap MPRS 25 tahun 1966 dihapus.

 

Adapun Tap MPRS itu berkaitan dengan pelarangan ideologi komunis di RI. Kedua, kata dia, soal sejarah G30S/PKI yang mulai dihapus dari kurikulum.

 

“Untuk apa itu? Kemudian (ketiga) muncul RUU rekonsiliasi, kemudian (keempat) litsus dihapuskan, kemudian terbaru agama akan dihilangkan dari kurikulum pendidikan, tapi setelah diproses tak terjadi, namun ada upaya untuk itu. Apakah ini hal yang wajar?” kata Gatot lagi.

 

Baginya ini kemungkinan terstruktur dan telah direncanakan matang. Makanya dia punya feeling ada gerakan di balik semua ini.

 

“Bayangkan, ada partai yang sekolahkan kader-kadernya ke Partai Komunis China, mereka sekolahkan ke sana. Waktu saya menjabat (Panglima) itu sengaja saya susupkan Yayat Sudrajat jadi atase China untuk cari data-data itu. Saya punya data.”

 

“Itu kan indikasi, untuk apa mereka belajar ke sana, karena ada hubungannya,” katanya.

 

Gatot pun mengaku rela dimaki tiap September agar peristiwa memilukan berdarah itu tak terjadi lagi. Dan alasan itulah yang membuatnya terus getol menyuarakan bahaya komunisme di Indonesia. (hops)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.