Latest Post


 

SANCAnews – Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Anwar Abbas mengaku bosan menanggapi adanya usaha pembunuhan terhadap para ulama. Karena akhirnya pelaku sering dikatakan orang gila dan tak perlu tindakannya diproses hukum.

 

"Saya terus terang sudah agak mendekati bosan bicara dan berkomentar tentang adanya usaha dan upaya dari pihak-pihak tertentu yang menyerang para ustadz , dai serta ulama, karena meskipun si pelakunya bisa ditangkap atau tertangkap, tapi sangat sering ujungnya si pelaku dikatakan sebagai orang yang sakit jiwa sehingga proses hukumnya tidak bisa dilanjutkan," kata KH Anwar Abbas kepada Republika.co.id, Rabu (22/9).

 

Meski demikian, KH Anwar tetap mempertanyakan, apakah betul para pelaku itu sakit jiwa sehingga tidak bisa diproses hukum. Tentu yang tahu pelaku gila tidaknya hanya polisi, masyarakat tentu tidak akan pernah mengetahuinya.

 

"Ya tidak tahu. Gelap bagi kita, karena yang tahu hanya polisi," kata dia.

 

Selama ini kalau seandainya berhasil ditangkap lalu dinyatakan yang bersangkutan tidak sakit jiwa masyarakat juga banyak yang tidak tahu  bagaimana proses selanjutnya. Apakah kasusnya sampai ke pengadilan dan dijatuhi hukuman atau tidak semua tidak ada informasi selanjutnya.

 

"Akhirnya berbagai spekulasi dan isu liar beredar di tengah masyarakat yang intinya akan membuat rakyat pesimistis dan tidak percaya kepada pihak kepolisian," katanya.

 

Hal ini tentu jelas tidak baik, karena pihak kepolisian adalah aparat penegak hukum dan kalau kepercayaan masyarakat kepada pihak kepolisian sebagai penegak hukum sudah rusak, apalagi hilang. Bagaimana jadinya negeri ini jika ikut rusak, karena sudah tidak ada orang atau institusi yang dipercaya oleh masyarakat.

 

"Polisi yang bisa diharapkan dan dimintakan bantuannya untuk mencari dan mendapatkan keadilan tidak ada," kata dia.

 

Semua berharap agar dalam menangani berbagai kasus termasuk yang menyangkut kasus penyerangan terhadap para ustadz dan dai serta ulama. Maka pihak kepolisian hendaknya benar-benar bisa bekerja secara serius dan professional serta terbuka.

 

Kata dia, kalau ada kasus pelanggaran hukum semacam ini informasi tentang tindak lanjut dan penyelesaiannya hendaknya benar-benar disampaikan secara jelas dan tuntas kepada publik. Tujuannya agar masyarakat juga tahu, bahkan publik juga bisa menguji kebenaran dari kesimpulan dan keputusan yang telah diambil oleh pihak penegak hukum terhadap si pelaku tersebut.

 

"Agar citra polisi sebagai penegak hukum benar-benar baik karena yang dibutuhkan rakyat, bukan hanya sekedar polisi, tapi polisi yang beriman dan berakhlak serta memiliki integrity yang bekerja secara professional melindungi, menciptakan keamanan serta rasa aman pada rakyat," kata dia. []



 

SANCAnews – Pengacara Haris Azhar, Nurkholis Hidayat menyayangkan laporan polisi yang dibuat oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan terhadap kliennya. Namun di sisi lain, laporan ini dianggap menjadi kesempatan untuk mengungkap jejak Luhut.

 

"Untuk membuka seluas-luasnya data mengenai dugaan keterlibatan atau jejak dari LBP di Papua dalam Blok Wabu," kata Nurkholis saat konferensi pers secara daring, pada tempo.co  Rabu, 22 September 2021.

 

Sebelum laporan dibuat, kata Nurkholis, Luhut juga tidak memberikan data yang valid untuk membantah kajian tentang keterlibatannya dalam bisnis tambang di Papua yang dipaparkan Haris di Youtube. Haris juga sudah mengundang Luhut pada 14 September lalu untuk membahas perkara ini, tapi diabaikan.

 

"Jadi kami buka saja dalam proses ini, sehingga publik akan melihat siapa sesungguhnya sosok LBP." Dengan membuka, publik akan tahu jejak langkahnya dalam dugaan konflik dalam bisnis tambang di Papua yang berdampak pada penderitaan rakyat Papua.

 

Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan Haris Azhar dan dan Koordinator KontraS Fatia Maulida ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Keduanya disangka telah melakukan tindak pidana pencemaran nama baik, pemberitaan bohong, dan atau menyebarkan fitnah. Dugaan tindak pidana disebut terdapat dalam video berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! di akun Youtube Haris Azhar.

 

Dalam video itu, Haris dan Fatia membahas hasil riset sejumlah organisasi, seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua. Salah satu yang diduga terlibat adalah PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki Luhut. [*]



 

SANCAnews – Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, menilai apa yang dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, tidak etis dengan melaporkan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru, Haris Azhar ke Polda Metro Jaya.

 

Menurutnya apa yang dilakukan Luhut memperlihatkan kritikan masyarakat malah dibalas dengan ancaman pidana.

 

"Tidaklah etis seorang pejabat negara menggugat warga negaranya apalagi menuntut pidananya warga negaranya sendiri," kata Usman dalam sebuah konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (22/9/2021).

 

Usman mengatakan tindakan Luhut tersebut bertolakbelakang dengan pernyataan-pernyataan yang disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta pejabat lainnya kalau pemerintah berkomitmen untuk melindungi kebebasan berpendapat.

 

Lebih lanjut, Usman menjelaskan apabila proses hukum terhadap Haris Azhar dengan Fatia terus dilanjutkan hingga berujung kepada pemenjaraan, maka hanya akan menambah populasi tahanan. Padahal pemerintah sendiri yang berjanji untuk mengurangi populasi tahanan pada lembaga permasyarakatan (lapas) yang sudah melebihi kapasitas.

 

"Padahal pemerintah berjanji untuk mengurangi populasi penjara atau populasi tahanan atau lapas."

 

Luhut Laporkan Haris Azhar dan Fatia ke Polisi

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan tidak hanya melaporkan Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti ke polisi. Melainkan, turut melakukan gugatan ganti rugi senilai Rp100 miliar.

 

Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang mengatakan jika gugatan perdata tersebut dikabulkan oleh hakim maka seluruh uangnya akan disumbangkan kepada masyarakat Papua.

 

"Uang Rp100 miliar ini kalau dikabulkan oleh hakim akan disumbangkan kepada masyarakat Papua. Itulah saking antusiasnya beliau (Luhut) membuktikan apa yang dituduhkan itu tidak benar dan merupakan fitnah," kata Juniver di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (22/9/2021).

 

Luhut melaporkan Haris Azhar dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik. Laporan tersebut telah teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 22 September 2021.

 

Dalam laporannya itu, Luhut menyertakan barang bukti berupa video yang diduga diunggah oleh akun YouTube milik Haris Azhar. Keduanya dipersangkakan dengan Pasal 45 Juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.

 

Dia berdalih melaporkan kedua aktivis HAM itu demi mempertahankan nama baiknya, anak, dan cucu.

 

"Saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya. Jadi saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya sudah (meminta Haris Azhar dan Fatia) minta maaf nggak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum. Jadi saya pidanakan dan perdatakan," ujar Luhut.

 

Menurut Luhut, dirinya sempat meminta Haris Azhar dan Fatia untuk menyampaikan permohonan maaf. Namun hal itu tak kunjung dilakukan.

 

Di sisi lain, kata dia, dirinya juga sempat meminta Haris Azhar dan Fatia untuk menunjukkan bukti atas tudingan yang dilontarkan. Lagi-lagi, Luhut menyebut keduanya tak bisa membuktikan.

 

"Saya sudah minta bukti-bukti, tidak ada. Dia bilang research tidak ada. Jadi saya kira pembelajaran kita semua masyarakat, banyak yang menyarankan saya tidak begini (membuat laporan polisi), tapi saya bilang tidak. Saya mau menunjukkan kepada publik supaya manusia-manusia itu yang merasa publik figur itu menahan diri untuk memberikan statement-statement tidak bertanggung jawab," katanya. (suara)



 

SANCAnews – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana menyinggung Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang melaporkan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru, Haris Azhar ke Polda Metro Jaya. Menurut Arif, semestinya Luhut cukup menyampaikan klarifikasi atas penyampaian riset yang dilakukan Haris Azhar dan Fatia, tetapi yang terjadi malah bertindak represif.

 

Arif mengatakan bahwa apa yang disampaikan Haris Azhar dengan Fatia itu menjadi bagian dari kritik terhadap pejabat publik. Pun yang disampaikan keduanya itu berdasarkan riset atau penelitian.

 

Apabila ada informasi berdasarkan kajian, maka semestinya direspon dengan cara yang setara, bukan malah dibalas dengan somasi atau bahkan pelaporan ke pihak berwajib.

 

"Kalau ada sebuah informasi yang berbasis kajian mestinya direspons bukan dengan cara represif, bukan dengan cara menyomasi, atau bahkan mengkriminalisasi seperti yang terjadi hari ini," kata Arif dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu (22/9/2021).

 

"Mestinya kemudian disampaikan klarifikasi, kalau itu tidak betul cukup diklarifikasi," sambungnya.

 

Dengan adanya klarifikasi itu lah maka dialog antara kedua belah bisa terciptakan, bukan malah melakukan ancaman baik melalui hukum pidana maupun perdata.

 

Karena itu Arif menyayangkan kalau Luhut pada akhirnya malah menyeret Haris Azhar dan Fatia ke jalur hukum.

 

"Jadi saya kira sangatlah tidak patut ketika kemudian informasi yang berbasis kajian, akademik, kemudian dijawab dengan kriminalisasi." (suara)



 

SANCAnews – Tindakan PT Sentul City menyerobot lahan rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng, Bogor, Jawa Barat, karena tidak adanya ketegasan pemerintah membela rakyatnya.

 

"Pengusaha berani kurang ajar karena yang kuasa tidak bela rakyat,"  ujar Begawan Ekonomi Dr. Rizal Ramli dalam koferensi pers di Sekretariat Pro Demokrasi (Prodem) di Bilangan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (22/9).

 

Rizal Ramli menekankan, bahwa pengusaha memang tidak ada salahnya membeli lahan rakyat. Tetapi harus dipastikan harga yang ditawarkan pada tarif yang wajar.

 

“Jual beli tanah itu wadjar asal harga market price dan kedua pihak setuju, itu catatannya," katanya.

 

Tetapi, realitas yang terjadi justru sebaliknya. Yakni, kata mantan Menko Ekuin era Presiden Abdurrachman Wahid atau Gus Dur ini, pengusaha berusaha menekan rakyat untuk melepas tanah dengan harga murah.

 

"Harganya cuma Rp30.000-Rp50.000/m2. Contoh ini dialami pondok pesantren dan tanah rakyat di Desa Cijayanti dan Bojong Koneng yang diambil paksa preman-preman di bawah Sentul City melalui anak perusahannya, PT Dayu Bahtera Kurnia," jelasnya.

 

Ketika itu terjadi, lanjut Rizal Ramli, pemerintah selalu diam dan tidak menggerakkan aparatnya untuk menghentikan arogansi pengusaha.

 

"Sering terjadi pengusaha pelihara dan bayar preman untuk caplok tanah rakyat. Aparat  pura-pura tidak dilihat. Itu perampokan hak rakyat yang mempercepat proses pemiskinan struktural," pungkasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.