Latest Post


 

SANCAnews – Ahli sosiologi hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyoroti soal penganiayaan tersangka ujaran kebencian agama Muhammad Kosman atau Muhammad Kece (MK) oleh rekan penghuni rutan Bareskrim, Irjen Napoleon Bonaparte (NB). Menurutnya secara sosiologis merupakan fenomena buruknya hubungan individual pelaku dan korban di dalam tahanan.

 

Bahakan, kata Trubus, tindakan Napoleon Bonaparte dianggap tidak proporsional dengan mengangkat alasan membela agama Islam atas perbuatannya kepada publik melalui surat terbuka.

 

“Jadi kalau ditinjau secara sosiologi, ada interaksi antara NB dan MK, dimana dalam interaksi itu tidak berlangsung harmonis,” tutur Trubus, Selasa (21/9).

 

Trubus juga menuturkan, dalam sosiologi hukum ada pihak yang memperoleh perlakuan sebagai stimulus pesan yang dimaknai secara berbeda. Dengan pelaku NB dan korban adalah MK, maka perkara ini bersifat individual.

 

“NB tidak mewakili atribut sosial sebagai seorang polisi ataupun karena beragama Islam. Maka, ini bukan perilaku institusional. Begitu pula dengan MK, dia tidak mewakili perilaku institusional dirinya sebagai korban. Saya tidak tahu atribut apa yang melekat dengan MK, kalau NB kan semua orang mengenalinya dengan latar belakang polisi,” tegasnya.

 

Trubus juga menilai isu ini unik, karena tiba-tiba publik dihebohkan dengan surat terbuka dari NB yang mengakui dirinya telah melakukan penganiayaan MK di dalam rutan. Padahal, sebelumnya publik sendiri tidak memahami ada permasalahan ini.

 

“Dalam surat terbuka itu, kemudian NB melakukan pembelaan bahwa penganiayaan dilakukan atas dasar membela agama. Ini kan yang akhirnya menimbulkan sentimen argumen di publik,” jelasnya.

 

Ketika kita baca utuh surat terbuka yang beredar di media, lanjut Trubus, NB juga mengungkapkan MK dianggap memecah belah persatuan dan kesatuan. Tanpa disadari, tindakan NB yang dalam sosiologi dinilai tidak proporsional, akan menggiring pada pro-kontra opini di masyarakat.

 

“Poin saya dalam hal itu adalah jangan melihat apa yang tersuratnya, tapi lihat meaning (makna) yang akhirnya mempertontonkan sebuah akrobat isu tertentu. Yang diasumsikan, karena kepentingannya NB tidak terpenuhi,” tegasnya.

 

Dilihat dari kronologi permasalahannya, Trubus juga menerangkan bahwa ada keterangan Pendeta Saifudin Ibrahim yang merupakan kerabat MK sudah menyampaikan keterangan kepada media bahwa kejadian penganiayaan dilakukan sehari setelah MK masuk rutan Bareskrim.

 

Disitu disebutkan bahwa kejadian penganiayaan terjadi pukul 01:00 hingga pukul 03:00. Kemudian MK melaporkan kejadian ini pada Bareskrim, dan diproses dengan membuat laporan kepolisian (LP) tertanggal 26 Agustus.

 

“Jadi isu ini baru ramai diperbincangkan publik hampir satu bulan pasca kejadian. Jadi itulah mengapa saya sebutkan tadi, isu ini harus dibaca secara apa yang tersirat atau meaning (makna), bukan saja apa yang tersurat,” terangnya.

 

Trubus berpesan, agar masyarakat jeli melihat permasalahan ini. Perkara ini terlihat memiliki rancang bangun untuk membuat segala sesuatunya, yang akhirnya digiring bisa untuk memojokkan atau membenarkan salahsatu pihak.

 

“Saya pikir semua pihak jangan terprovokasi. Ini masalah individu, bukan masalah atribut sosial sebagai muslim,” pungkasnya. (jawapos)



 

SANCAnews – Mantan petinggi Polri Brigjen (Purn) Anton Tabah Digdoyo menyebut nama Ade Armando, Abu Janda dan Jozeph Paul Zhang. Penyebutan terkait kasus Irjen Napoleon Bonaparte.

 

Redaksi sengaja meminta tanggapan kepada mantan petinggi Polri Brigadir Jenderal (Purn) Anton Tabah Digdoyo, via telepon Senin petang (21/9).

 

Brigjen Purn Anton pun sepakat dengan Irjen Napoleon Bonaparte bahwa di era Presiden Jokowi banyak kasus penistaan agama, terutama terhadap agama Islam. Tapi umat mengeluh karena banyak kasus tersebut yang tidak diproses hukum.

 

Mantan Jenderal Anton yang juga Anggota Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini heran dengan maraknya kasus penistaan agama yang terjadi pada era Jokowi ini. Mulai dari kasus Ade Armando, Abu Janda, Jozeph Paul Zhang, dll.

 

Terbaru kasus M Kece ini. Untuk kasus Ade Armando, Abu Janda, dan Jozeph Paul Zhang, semuanya seperti ada pembiaran.

 

“Kondisinya mirip tahun 60-an ketika PKI berkuasa,” ujar Anton Tabah.

 

Di Indonesia sendiri, lanjut Anton, UU penistaan agama sangat keras bagi siapapun yang melakukan penistaan agama.

 

Bahkan dikategorikan dengan kejahatan sangat serius, karena sangat berpotensi menimbulkan konflik sosial luas.

 

“Kasus penistaan agama masuk crime index karena derajat keresahan sosialnya sangat tinggi,” jelas Anton.

 

Anton lalu menyoroti kerjasama antara Indonesia dengan Pemerintah Komunis China. Menurut penilaiannya, tiap kerjasama dengan China, bangsa Indonesia justru selalu merugi.

 

Herannya, meski dinilai merugi namun Jokowi tetap menjalin kerjasama dengan China, yang tak pernah dilakukan sejak era 2 presiden sebelumnya.

 

“Belajar dari pengalaman tersebut, maka RI dilarang buka kerjasama dengan negara-negara komunis termasuk China. Cukup jalin hubungan diplomatik saja,” jelasnya.

 

“Taati KUHP Pasal 107e,” jelasnya lagi.

 

Seperti diketahui, murkanya Irjen Polisi Napoleon Bonaparte terhadap pelaku penista agama Islam, M Kece, tengah jadi sorotan masyarakat.

 

Tak hanya dipukuli, wajah dan tubuh M Kece juga dilumuri kotoran di dalam sel tahanan Mabes Polri.

 

Sang Jenderal tegas menyatakan, ia murka karena M Kece telah menghina Allah, Nabi, dan Islam. Jenderal bintang dua itu pun menegaskan siap bertanggung jawab atas tindakan tersebut. (pojoksatu)



 

SANCAnews – Tersangka penista agama Muhammad Kece melaporkan terpidana suap dan penghapusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte ke Bareskrim. Napoleon dilaporkan terkait dugaan penganiayaan.

 

Belakangan diketahui, Napoleon juga melumuri Muhammad Kece dengan kotoran manusia. Meski, pengacara membantahnya.

 

Terkait hal itu, kuasa hukum Napoleon, Ahmad Yani, mengatakan, kliennya dan Kece pernah berdamai usai insiden tersebut pada Agustus awal. Namun, belakangan Kece malah melaporkan Napoleon Bonaparte.

 

“Ini kasus lama terus saya dapat informasi ada Pak Syahganda (Syahganda Nainggolan, aktivis KAMI) yang baru keluar [tahanan], sudah terjadi perdamaian. Kok, sekarang baru dilaporkan,” kata Yani kepada kumparan, Senin (20/9).

 

Yani mengaku heran dengan sikap Kece. Dia menduga ada pihak yang mendorong Kece melaporkan mantan Kadivhubinter Polri tersebut.

 

“Agustus akhir baru dilaporkan. Kok tenggang waktunya cukup panjang dari yang saya sebut kenapa seolah-olah Kece punya keberanian lagi,” ujar Yani.

 

Menurut Yani, langkah Kece melaporkan Napoleon akan sangat merugikan tersangka penista agama tersebut.

 

“Ini kan sama juga dia membahayakan jiwa Kece lagi, membangkitkan kemarahan orang lagi,” tandasnya. []



 

SANCAnews – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Marsudi Syuhud, tidak membenarkan tindakan Irjen Napoleon Bonaparte menganiaya Muhammad Kece atau Kace dengan alasan membela agama. Jika Irjen Napoleon tak suka Kace menista agama, seharusnya Napoleon mendakwahi bukan memukul.

 

"Alasan apa saja, kalau itu untuk berbuat kekerasan terhadap orang lain, itu tidak dibenarkan," kata Marsudi saat dihubungi detikcom, Senin (20/9/2021).

 

Menurut Marsudi, pendekatan Islam bukanlah pendekatan kekerasan. Namun, pendekatan dakwah dengan cara damai.

 

"Itu agama sifatnya hidayah dari Allah. Maka pendekatannya dengan dakwah, bukan dengan kekerasan. Kalau (perbuatan) alasan agama, pendekatan dengan dakwah, bukan dengan kekerasan," katanya.

 

Jika ada orang yang berbuat salah dan melenceng dari agama, maka seharusnya tidak boleh dikasari. "Didakwahi, diajarkan, karena agama itu hidayah," katanya.

 

M Kace dihajar oleh sesama tahanan Bareskrim Polri. Pelaku penganiayaan itu tak lain adalah Napoleon Bonaparte. Dalam surat terbuka yang dibagikan oleh kuasa hukumnya, Haposan Batubara, terdakwa kasus suap itu mengakui perbuatannya.

 

Dalam suratnya itu, dia mengaku sebagai seorang muslim dan lahir dari seorang muslim. Napoleon yang telah divonis 4 tahun karena korupsi itu, mengaku dibesarkan dalam ketaatan beragama.

 

Karena dasar agama tersebut, Irjen Napoleon tidak mau agamanya dihina. Dia pun menyebut siap menjalani konsekuensi dari tindakannya tersebut.

 

"Siapa pun bisa menghina saya, tapi tidak terhadap Allahku, AlQuran, Rasulullah SAW dan akidah Islamku, karenanya saya bersumpah akan melakukan tindakan terukur apapun kepada siapa saja yang berani melakukannya," ungkap Napoleon dalam surat terbukanya, Minggu (19/9/2021).

 

"Saya sangat menyayangkan bahwa sampai saat ini pemerintah belum juga menghapus semua konten di media, yang telah dibuat dan dipublikasikan oleh manusia-manusia tak beradab itu," imbuhnya. [ ]



 

SANCAnews – Tim kuasa hukum terpidana suap red notice Djoko Tjandra, Irjen Napoleon, angkat suara terkait dugaan kasus penganiayaan terhadap tersangka penista agama Muhammad Kece yang tengah diselidiki Bareskrim Polri.

 

Kuasa hukum Napoleon, Ahmad Yani mengatakan, kliennya pernah cerita soal Kece yang tak disukai para tahanan lain.

 

“Ini sudah lama. Dulu (pernah cerita, tapi saya) tak merespons. Kece ini membuat marah orang di sini (tahanan Bareskrim),” kata Yani kepada kumparan, Senin (20/9).

 

Yani menuturkan, Napoleon sosok yang dihormati dan disegani di rutan Bareskrim. Banyak tahanan yang mengeluh soal Kece ke Napoleon, bahkan ada yang ingin memukulnya.

 

Yani menambahkan, keluhan para tahanan direspons serius Napoleon. Dia lalu menemui Kece dan melakukan penganiayaan yang disebutnya sebagai tindakan terukur.

 

“Pak Napoleon orang disegani melindungi seluruh tahanan tak kenal agama. Bahkan dia memimpin upacara 17 Agustusan, seperti itu dia sangat dihormati, berbaur, itu selebihnya dia banyak di kamar (tahanan),” ujar Yani.

 

“Dia (Napoleon) tak (banyak) bersosialisasi kalau terjadi (pemukulan) yang tadi saya bilang, dia bisa menangkap akan terjadi pemukulan oleh tahanan lainnya dia menjadi ventilasi (penyalur keresahan ke Kece) tadi,” sambungnya.

 

Yani menyebut, Napoleon dan Kece berada satu blok di tahanan Bareskrim. Mereka juga kerap bertemu pada jam tertentu. “Satu tahanan, enggak satu sel, satu blok,” tandasnya. []



SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.