Latest Post


 

SANCAnews – Wacana amandemen UUD 1945 yang bergulir hingga ke isu perubahan masa jabatan presiden membuat risih banyak pihak. Meskipun di sisi yang lain, Presiden Joko Widodo sudah membantah berkali-kali membantah tidak menghendaki 3 periode.

 

Namun, karena ada sejumlah pihak yang seolah mendorong Jokowi kembali menjadi Presiden untuk ketiga kalinya di tengah maraknya isu amandemen UUD 1945, banyak pihak angkat bicara.

 

Salah satunya disampaikan Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie, yang mengaku heran dengan Relawan Jokowi Prabowo (Jokpro) 2024 yang mendorong Jokowi maju lagi sebagai capres di Pemilu 2024.

 

"Saya sejak awal menolak usulan tiga periode itu. Karena reformasi sudah dimulai sejak turunnya Soeharto dan Orde Baru," ujar Jerry kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/9).

 

"Saya heran kenapa Jokpro 2024 masih tetap eksis. Selain itu, Presiden juga melempar keputusan ke MPR (mengenai amandemen UUD 1945)," tambahnya.

 

Satu kekhawatiran yang membuat Jerry gusar, salah satunya karena melihat potensi kembalinya era orde baru dengan wajah yang berbeda, atau dia istilahkan sebagai Neo-Orba.

 

Maka dari itu, Jerry menantang Jokowi untuk memberikan sikap yang lebih tegas menolak isu masa jabatan presiden 3 periode dengan sebuah ritual sumpah keagamaan.

 

"Tantangan saya pada kitab suci. Berani nggak bersumpah di bawah kitab suci tidak maju di periode ke 3 atau memperpanjang masa jabatan," demikian Jerry. []




SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan respons mengenai nasib 56 pegawai KPK yang segera diberhentikan dengan hormat. Menurut Jokowi, jangan semua urusan dibawa padanya.

 

"Jangan semua-semuanya itu diserahkan kepada presiden," ucap Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan, Rabu (15/9/2021).

 

Menurut Jokowi, polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK sudah ada penanggung jawabnya. Apalagi, lanjut Jokowi, proses juga berlangsung di Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).

 

"Kalau itu kewenangan pejabat pembina, harusnya kan itu menjadi tanggung jawab mereka, dan saya kan nggak mungkin mengambil keputusan kalau proses hukum berjalan di MA dan di MK, jangan semuanya ditarik-tarik ke presiden," kata Jokowi.

 

"Yang menurut saya tata cara bernegara yang baik seperti itu, ada penanggung jawabnya dan proses berjalan sesuai dengan aturan," imbuhnya.

 

Dalam polemik TWK, awalnya 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk beralih status menjadi ASN. Kini KPK memutuskan 56 orang di antaranya akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021.

 

"Terhadap 6 orang pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan diberi kesempatan mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan, namun tidak mengikutinya, maka tidak bisa diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara dan akan diberhentikan dengan hormat per tanggal 30 September 2021," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021).

 

"Memberhentikan dengan hormat kepada 50 orang pegawai KPK yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) per tanggal 30 September 2021," imbuhnya.

 

Awalnya 75 pegawai gagal TWK itu dibagi menjadi 24 orang dan 51 orang. Dari 24 orang, hanya 18 orang yang sepakat untuk dibina ulang. Sedangkan dari 51 orang, ada seorang yang pensiun yaitu Sujanarko. Dengan begitu, total pegawai yang akan diberhentikan nantinya adalah 56 orang.

 

Usai pengumuman KPK itu Novel Baswedan dan kawan-kawan menggelar aksi di luar kantor Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Novel menyebut keputusan KPK ini menjadi catatan sejarah pelemahan pemberantasan korupsi.

 

"Setidaknya sejarah akan mencatat bahwa kami telah berupaya untuk berbuat yang baik kalaupun ternyata negara memilih atau pimpinan KPK kemudian dibiarkan untuk tidak dikoreksi atau diperbaiki perilakunya yang melanggar hukum, setidak-tidaknya itu masalahnya terjadi bukan karena kami, kami telah berupaya memberantas korupsi dengan sungguh-sungguh, ternyata justru malah kami yang diberantas," kata Novel.

 

Novel memaparkan pula soal Komnas HAM dan Ombudsman RI yang menemukan adanya pelanggaran HAM serta maladministrasi dalam proses TWK. Menurutnya, KPK seharusnya menunggu apa kata Presiden Jokowi karena dua putusan itu disampaikan ke Jokowi.

 

"Itu jelas ditemukan, bukti-buktinya jelas. Rekomendasinya telah disampaikan ke Bapak Presiden. Kita juga tahu bahwa MK telah membuat keputusan pada dasarnya mengatakan norma TWK dinyatakan konstitusional, tetapi implementasinya tidak berarti boleh melawan hukum," kata Novel.

 

Di tempat yang sama, Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo, yang juga akan diberhentikan menambahkan sikap soal pemberhentian ini. Yudi mengira para pimpinan akan tetap menunggu putusan dari Presiden Jokowi soal pemberhentian tersebut.

 

"Pada awalnya ketika ada putusan MA, kami menduga bahwa pimpinan KPK akan menunggu putusan dari presiden. Karena sudah ada arahan dari presiden 75 orang pegawai KPK, termasuk kami tidak boleh diberhentikan atas dasar TWK. Namun ternyata pada hari ini kami tidak menduga, bahwa pimpinan KPK berani membangkang terhadap perintah presiden. Berani memberhentikan 56 pegawai KPK, artinya apa artinya bahwa pimpinan KPK sudah secara nyata berani untuk memperlemah pemberantasan korupsi," ujar Yudi.

 

Yudi dengan pegawai lainnya akan melakukan konsolidasi soal langkah selanjutnya untuk menanggapi pemberhentian ini. Dia mewakili pegawai lainnya yang akan diberhentikan juga akan menunggu keputusan Presiden Jokowi terkait pemberhentian ini.

 

"Oleh karena itulah, ini justru jadi momentum kita, momentum bagi rakyat Indonesia bahwa pemberantas korupsi sedang dibajak. Oleh karena itu, kami akan melakukan konsolidasi langkah apa yang akan kami tempuh dan yang kedua yang jelas kami sampaikan hari ini kami masih menunggu dan masih setia dengan putusan dari presiden ketika memberikan arahan yang lalu bahwa tidak boleh diberhentikan," ujarnya.

 

"Karena itu, kami masih menunggu terhadap arahan Presiden Joko Widodo terkait 56 pegawai KPK yang diberhentikan oleh pimpinan KPK hari ini," sambungnya. (detik)




SANCAnews – Solidaritas masyarakat sipil mendirikan kantor darurat pemberantasan korupsi di depan Gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau kantor KPK lama di Jl. HR Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan, Rabu, 15 September 2021.

 

Kantor darurat tersebut dikatakan sebagai bentuk kekecewaan terhadap kinerja KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini. Di kantor darurat ini, masyarakat menitipkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Isi suratnya adalah pembatalan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang memecat 57 pegawai KPK dan menepati janji untuk memberantas korupsi di Indonesia.

 

Saut Situmorang, salah satu mantan pimpinan KPK yang mengikuti aksi ini mengatakan, KPK adalah harapan masyarakat agar Indonesia lebih benar, lebih sejahtera dan lebih bermartabat.

 

“Yang kami lakukan saat ini sejalan dengan revolusi mental Presiden Jokowi, poin paling atas dari revolusi mental adalah integritas, kita harus ingatkan itu lagi,” kata Saut kepada awak media di sela-sela aksi.

 

Saut mengatakan 56 pegawai KPK yang dipecat bukanlah pengemis. Dia mengatakan tindakan mereka adalah bentuk perjuangan keadilan dan kebenaran.

 

Sementara Saor Siagian, salah satu kuasa hukum 56 pegawai KPK mengatakan para pegawai yang tersingkir dari KPK adalah mereka yang tidak bisa diajak kompromi.

 

Ketua KPK Firli Bahuri saat ini kata Saor adalah orang yang bermasalah. Tak hanya Firli, Dewan Pengawas KPK juga telah menetapkan Lili Pintauli Siregar, sebagai pelanggar etik.

 

“Para pelanggar etik inilah yang merancang TWK dan pemecatan para pegawai yang enggan diajak kompromi,” kata Saor.

 

Diketahui masyarakat pendiri kantor darurat pemberantasan korupsi ini akan berkantor setiap Selasa dan Jumat pukul 16.00-17.00 WIB. Seluruh masyarakat yang ingin menyampaikan aspirasinya tentang pemberantasan korupsi pun dipersilakan mengunjungi kantor darurat ini.

 

Pantauan awak VIVA dalam aksi ini, seluruh peserta memakai pita merah di lengan kiri. Pita merah diklaim peserta aksi ini melambangkan keberanian untuk melawan pelemahan pemberantasan korupsi oleh para oligark.

 

Aksi tersebut juga didukung oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil dan organisasi mahasiswa seperti BEM Seluruh Indonesia, Koalisi Bersihkan Indonesia, ICW, Amnesty International, YLBHI, LBH Jakarta, SERBUK, KASBI, KPBI dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. []




SANCAnews – Di media sosial belakangan ramai dibicarakan soal rombongan santri yang menutup telinga saat ada musik diputarkan. Kejadian ini saat para santri tersebut mengantre vaksinasi corona.

 

Pro kontra pun muncul. Ada yang merasa aneh, ada yang merasa wajar saja karena para santri tersebut hafiz yang sedang dalam proses menghafal Al-Quran. Jadi khawatir apabila mendengarkan musik atau hal yang dinilai menganggu lainnya, hafalannya bisa hilang perlahan.

 

Isu ini dibicarakan banyak pihak, dari masyarakat biasa, politikus, pekerja seni, influencer, bahkan ahli kesehatan. Salah satu komentar datang dari Ketua Satgas COVID-19 IDI Prof dr Zubairi Djoerban, SpPD, KHOM.

 

Prof Zubairi memang dikenal aktif memberikan pandangannya terkait berbagai isu terkait pandemi maupun isu sosial kekinian.

 

"Menyalakan api pada isu-isu agama, seperti tentang santri penghafal Qur'an, dan berharap itu akan menggalang dukungan publik, adalah malapetaka," kata Zubairi dalam akun Twitternya pada Rabu (15/9).

 

Zubairi sudah mengizinkan cuitannya dikutip. Postingan video santri menutup kuping saat ada musik itu dibagikan oleh Staf Khusus Presiden Jokowi, Diaz Hendropriyono, melalui akun Instagramnya. Banyak yang menyoroti komentar Diaz yang dinilai tidak proporsional.

 

"Sementara itu... kasian dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There's nothing wrong to have a bit of fun!" tulis Diaz dalam postingannya yang diunggah 2 hari lalu itu.

 

Oleh karena itu Prof Zubairi meminta semua pihak menahan diri, "Berhentilah bikin kacau. Selama kita bertengkar pada soal yang begini terus, bisa-bisa tak ada ruang tersisa untuk masalah nyata," tutur dia. (kumparan)



 

SANCAnews – Pengurus DPD PDI Perjuangan Kalimantan Barat bersama para anggota Fraksi PDIP DPRD Kalbar mempolisikan akun penyebar hoaks yang menyebut Megawati Soekarnoputri meninggal dunia.

 

"Kami bersama DPD dan seluruh anggota fraksi hari ini melaporkan adanya berita, baik di medsos atau lainnya tentang adanya statement atau pemberitaan yang mengatakan Ketua Umum PDIP Ibu Megawati meninggal dan ada yang bilang sakit keras," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD Kalbar Minsen usai membuat laporan di Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Kalbar, Rabu (15/9/2021).

 

Minsen menilai, penyebaran berita bohong yang dilakukan akun-akun tersebut melukai hati kader PDI Perjuangan dan rakyat Indonesia. Di samping itu, tindakan tersebut juga disebutnya sebagai perbuatan yang merendahkan Presiden kelima RI tersebut.

 

"Kami kader PDI perjuangan sangat keberatan dengan berita tersebut, dan berita bohong itu dampaknya sangat luar biasa bagi kader PDI Perjuangan dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Kami tidak mau ini menimbulkan gejolak sosial yang berkelanjutan," ujarnya.

 

Di tempat yang sama, Sekretaris Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) PDIP Kalbar, Glorio Sanen menyatakan bahwa pihaknya secara resmi melaporkan empat akun penyebar kabar bohong soal Megawati. Selain itu, ada pula sebuah video di kanal YouTube yang sudah diunduh yang turut dilaporkan pada kesempatan tersebut.

 

"Hari ini yang melapor secara resmi adalah BBHAR DPD PDI Perjuangan Provinsi Kalbar," ujarnya.

 

Setelah laporan ini dibuat, kata Sanen, tidak menutup kemungkinan jumlah akun penyebar berita hoaks terkait Megawati ini bakal bertambah, karena pihaknya telah meminta Tim Siber Polda Kalbar untuk menelusuri keberadaan akun yang turut menyebarkan berita serupa. Ia pun berharap aparat kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini, karena telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

 

"Berita ini telah membuat kegelisahan dan kegaduhan di tengah masyarakat," ujarnya.

 

Pihaknya juga meminta Polda Kalbar untuk dapat juga menemukan akun-akun yang mungkin ada dengan kasus serupa. "Kami tidak mengetahui posisi akun ini di mana. Kami memberikan mandat kepada Polda Kalbar untuk menemukan akun-akun lain selain yang dilaporkan," katanya. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.