Latest Post


 

SANCAnews – Wakil Sekretaris Jenderal Persaudaraan Alumni 212 Novel Bamukmin merespons soal rakyat yang menderita akibat covid-19, tetapi kekayaan sejumlah pejabat negara justru naik.

 

Selain itu, Novel memandang rezim makin menzalimi ulama. Dia lantas menyebut Imam Besar Habib Rizieq Shihab yang menderita bukan hanya karena pandemi, melainkan juga dipenjara.

 

Pentolan 212 ini membeberkan, cepat atau lambat rakyat akan jeli dengan keadaan ini dan bangkit melawan kezaliman pada 2024.

 

"Akan tetapi, bisa jadi jihad konstitusi lebih cepat dari 2024," kata Novel Bamukmin kepada GenPI.co, Rabu (15/9).

 

Sebab, rakyat tidak bisa berlama-lama menderita, apalagi di saat yang sama oknum pejabat dan para cukong menari karena kekayaan naik.

 

Novel mengatakan, harta pejabat itu harus diusut tuntas, dari presiden hingga seluruh bawahannya, "Mereka harus diaudit, dari mana mereka dapat kekayaan itu," katanya.

 

Pentolan 212 ini juga menyoroti soal kasus korupsi bansos dan program proyek besar vaksinasi.

 

Seperti diketahui, KPK mencatat kekayaan sejumlah pejabat mengalami kenaikan meski Indonesia sedang dilanda pandemi covid-19.

 

Data itu juga mengungkap jumlah pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan sebanyak 70,3 persen. []




SANCAnews – Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mendesak pemerintah mengebut program-program yang telah direncanakan jauh-jauh hari bahkan sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

 

Jangan sampai, kata dia, program tersebut hanya sebatas rencana dan berjalan di tempat tanpa adanya kejelasan kapan selesai.

 

Ketua Fraksi Partai Demokrat itu mencontohkan mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Ia berharap program prioritas serupa dapat segera dirampungkan sebelum masa jabatan Presiden Jokowi selesai.

 

“Saya pernah menengok langsung bersama anggota DPR RI Komisi VI. Meski proyek kereta cepat ini menuai pro dan kontra, saya yakin rakyat akan senang jika selesai,” tutur Ibas pada Rapat Panja (Panitia Kerja) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, dilansir dari kanal YouTube DPR, Rabu (15/9/2021).

 

Ibas juga menyoroti soal progress proyek Trans-Sumatra hingga Jalan Lintas Selatan (JLS) Jawa Timur. Pasalnya, hngga saat ini pembiayaan untuk JLS saja belum jelas..

 

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat itu juga mempertanyakan soal ‘roadmap’ pemerintahan saat ini.

 

Menurutnya, di masa Presiden RI ke-6 SBY dulu, ada program yang dikenal dengan nama MP3EI atau Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia.

 

“Apakah pemerintah juga tidak memiliki (roadmap), ya, kalau di masa lalu ada MP3EI, yang sekarang sebetulnya masih dipakai meski berganti nama. Kalau proyek kecil seperti JLS saja tidak tuntas, saya jadi tidak yakin apakah pemerintah memiliki kemampuan fiskal yang cukup besar, sebut saja penyelesaian Ibu Kota Negara (IKN) contohnya. Bukan hanya sekadar ‘roadmap’ pembiayaan (untuk saat ini saja), tapi yang berkelanjutan,” tandasnya..

 

Diakui Ibas, ekspansi fiskal memang diperlukan dalam pemulihan ekonomi saat ini. Akan tetapi, dirinya juga mengingatkan agar pemerintah tidak melupakan proyeksi jangka panjang yang berkesinambungan.

 

Kata dia, di satu sisi, ekspansi fiskal diperlukan untuk penanggulangan Covid-19. Supaya pemulihan ekonomi dan pelaksanaan jaminan perlindungan sosial dapat dilakukan secara cepat, tepat dan efektif.

 

“Tapi terkadang apakah semua pihak harus agresif dengan tidak memperlihatkan beberapa hal yang lain? Agresif sih boleh, tapi harus masuk akal. Jangan sampai besar pasak daripada tiang. Ingat, kita perlu kesinambungan fiskal antargenerasi,” paparnya.

 

Ekspansi fiskal yang dimaksud Ibas yakni besarnya APBN sebesar Rp 2708,7 triliun sementara perolehan pendapatan negara di kondisi perekonomian yang masih terbatas ini hanya sebesar Rp 1840,7 triliun. (fajar) 


 

SANCAnews – Laju pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 ternyata berbanding lurus dengan penghasilan 7,07 persen pejabat negara yang berada di Kabinet Indonesia Maju.

 

Di mana berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), para pejabat tersebut mengalami lonjakan harta saat pandemi. Termasuk Presiden Joko Widodo.

 

“Ekonomi tumbuh 7,07 persen berdampak pada kekayaan Presiden Jokowi, Luhut, dan mayoritas menteri lainnya,” ujar Ketua Majelis Jaring Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) Iwan Sumule saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (15/9).

 

Namun demikian, Iwan Sumule mengurai bahwa kondisi ini berbanding terbalik dengan rakyat Indonesia yang justru mengalami kesulitan ekonomi.

 

Katanya, berdasarkan catatan Bank Indonesia, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 59,4 pada Agustus 2021 merupakan hasil jawaban dari 70,3 persen responden yang menjawab kondisi saat ini lebih buruk dibanding enam bulan sebelumnya. Hanya 29,7 persen yang menjawab kondisinya lebih baik.

 

Fakta ini, sambung Iwan Sumule, membuktikan bahwa kebijakan yang diambil selama pandemi tidak pro dengan rakyat kecil. Bahkan menjurus pada spekulasi bahwa kebijakan itu diambil berdasarkan kepentingan untuk menyelamatkan pihak-pihak tertentu dari badai pandemi.


“Tapi by the way, hebat-hebatlah para pejabat negara kita, bisa membuat ekonomi keluarganya meningkat,” tutupnya mengakhiri. []



 

SANCAnews – Kicauan ekonom senior DR. Rizal Ramli yang membagikan kutipan seorang pengacara mengenai kabar bohong dari Presiden Joko Widodo dinilai sesuai dengan realita yang terjadi.

 

Penilaian itu disampaikan oleh analis sosial politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi cuitan Rizal Ramli yang membagikan kutipan pengacara A. Khozinudin. Di mana Khozinudin menilai Jokowi jauh lebih layak dipolisikan karena lebih banyak menebar berita bohong.

 

“Saya cek, benarkah pernyataan bahwa Jokowi bohong? Setelah saya telusuri data dan faktanya, ternyata memang ada data dan fakta Jokowi berbohong?" ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu pagi (15/9).

 

Seperti pada 1 Agustus 2016 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Kala itu Jokowi mengatakan, “Uang banyak sekali di luar. Data di saya ada, di Kemenkeu ada. Di situ dihitung ada 11 ribu triliun yang disimpan di luar. Di kantong saya beda lagi, lebih banyak.”

 

"Dari segi bahasa tekstual kalimat itu mengandung dua kebohongan. Pertama data Rp 11.000 triliun yang ada di luar negeri sampai saat ini tidak pernah dibuktikan rincian dan keberadaanya lalu dipublikasikan di hadapan publik," kata Ubedilah.

 

Sementara kebohongan kedua adalah saat Jokowi berkata, “di kantong saya beda lagi, lebih banyak”. Kata “di kantong saya” mengandung kebohongan karena di kantong Jokowi saat itu tidak membawa uang triliunan rupiah, apalagi kemudian berkata 'lebih banyak lagi' artinya lebih dari Rp 11.000 triliun.

 

“Itu kebohongan yang nyata," sambung Ubedilah.

 

Selain itu, Ubedilah juga membeberkan bukti lainnya Jokowi berbohong. Yaitu pada 26 Maret 2021 melalui YouTube Sekretariat Presiden, Jokowi mengatakan, “Saya pastikan bahwa sampai bulan Juni 2021 tidak ada beras impor yang masuk ke negara kita Indonesia. Kita tahu, sudah hampir tiga tahun ini kita tidak impor beras.”

 

“Saya cek data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun 2000 sampai 2019. Indonesia secara rutin melakukan impor beras. Bahkan jumlah impor beras pada 2018 tercatat yang paling banyak. Yakni, mencapai 2.253.824,5 ton atau senilai 1,03 miliar dolar AS," jelas Ubedilah.

 

Singkatnya, kutipan Rizal Ramli dari pernyataan pengacara dianggap ada benarnya jika mengatakan Jokowi lebih layak dipolisikan karena berbohong.

 

“Narasi layak dipolisikan itu maknanya layak jika ada yang melaporkan karena merasa dibohongi Jokowi. Jadi itu perkara harus ada yang melaporkan. Kata layak dipolisikan itu artinya pantas diperkarakan di meja hukum, problemnya sampai saat ini belum ada yang memperkarakan kebohongan Jokowi,” urainya.

 

“Ini soal lain, tetapi kalimat A Khozinudin yang dikutip Rizal Ramli justru menunjukan kebenaran," pungkas Ubedilah. []


 

SANCAnews – Para pejabat negara yang hartanya mengalami kenaikan drastis di masa pandemi Covid-19, diminta untuk memberi penjelasan secara gamblang kepada publik. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin menurun terus menerus.

 

Demikian ditegaskan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Rabu pagi (15/9).

 

"Akan berdampak pada menurunnya kepercayaan publik pada pemerintah. Maka, para pejabat itu perlu segera menjelaskan alur logis peningkatan kekayaan mereka kepada masyarakat," tegas Ray Rangkuti.

 

Aktivis '98 ini menuturkan, wajar apabila publik terheran-heran dengan peningkatan harta para pejabat. Pasalnya, peningkatan harta pejabat tersebut terjadi di saat masyarakat sedang susah karena terdampak pandemi Covid-19.

 

"Jelas kenaikan ini menimbulkan keheranan sekaligus kepiluan. Heran, ternyata dalam kondisi seperti sekarang, banyak pejabat yang kekayaannya naik berlipat-lipat. Dan hal itu terjadi di tengah situasi banyak warga yang kemiskinannya juga meningkat," tuturnya.

 

Atas dasar itu, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini meminta para pejabat terkait untuk menjelaskan kronologis peningkatan harta kekayaannya tersebut secara rinci kepada publik. Jika tidak, itu bisa berdampak pada pemerintahan itu sendiri.

 

"Agar efektif dan berdampak luas, kiranya presiden berkenan untuk terlebih dahulu melakukannya," tandasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.