SANCAnews – Di masa pandemi selama dua tahun ini, harta para
pejabat Indonesia bertambah. Jumlahnya variasi, ada yang melonjak besar, ada
yang nambah sedikit.
Penambahan harta kekayaan Ketua DPR Puan Maharani paling
mencolok. Data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Puan
Maharani menyebutkan, terdapat kenaikan kekayaan signifikan selama tahun 2020.
Jika dibandingkan dengan laporan tahun 2019, total kekayaan
putri dari Megawati Soekarnoputri pada tahun 2020 tersebut naik Rp
17.909.408.773.
Presiden RI Joko Widodo termasuk yang bertambah. Ia memiliki
total harta kekayaan sebesar Rp 63.616.935.818. Jumlah itu diketahui
berdasarkan data yang diakses Kompas.com dalam situs web elhkpn.kpk.go.id milik
KPK.
Jokowi terakhir kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 12 Maret 2021 atau laporan periodik tahun
2020. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mempunyai 20 bidang lahan dan bangunan
yang berlokasi di Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar, Sragen, Boyolali, dan
Jakarta Selatan dengan nilai Rp 53.281.696.000. Rp 597.550.718. Dengan
demikian, total harta kekayaannya mencapai Rp 63.616.935.818.
Apabila dibandingkan dengan LHKPN sebelumnya, harta Jokowi
mengalami kenaikan sebesar Rp 8,8 miliar. Pada tahun sebelumnya atau 2019,
harta kekayaan Jokowi tercatat sebesar Rp 54.718.200.893.
Sementara penambahan harta Megawati Soekarnoputri tidak
mencolok. Dari data LHKPN yang diserahkan kepada KPK dalam laporan periodik
2020, harta kekayaan Megawati Soekarnoputri mencapai Rp 214.615.259.039.
Megawati menduduki jabatan tersebut pada Maret 2018. Awal menjabat, putri
Proklamator RI Bung Karno itu memiliki kekayaan Rp 213.959.259.125. Pada
periodik 2019, kekayaan Ketua Umum PDI Perjuangan itu bertambah menjadi Rp 215.198.247.216.
Bisa Delik Korupsi
Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ),
Ubedilah Badrun menyoroti soal bertambahnya harta kekayaan sekitar 70 persen
para pejabat Indonesia berdasarkan catatan KPK di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, hal ini bisa dibaca sebagai persoalan etika politik.
"Mestinya pejabat negara menghindari perilaku mengambil
keuntungan di tengah penderitaan rakyat," katanya kepada wartawan, Senin
(13/9).
Dia memahami, bertambahnya kekayaan pejabat negara itu karena
ada bisnis lain selain pekerjaannya sebagai pejabat negara, itu berarti hal
yang wajar.
"Pejabat boleh kaya, tidak ada larangan.Tetapi kita
boleh bertanya-tanya, bisnis apa yang mendapat keuntungan miliaran rupiah dalam
satu tahun ini di tengah pandemi Covid-19? Bisnis vaksinkah? PCR test? Test
Antigen? Alat kesehatankah? Atau batu bara dan kelapa sawit yang harganya
sedang bagus?" katanya.
Dia juga mempertanyakan apakah kemungkinan pejabat tersebut
memanfaatkan pengaruh posisinya sebagai pejabat untuk berbisnis.
"Yang jelas mereka para pejabat tambah kaya di tengah
rakyat menderita dan di tengah kondisi ekonomi memburuk, bahagia di atas derita
rakyat banyak," ujarnya.
Ubed menambahkan, pejabat publik seharusnya dipahami sebagai
pelayan publik dan bukan pengusaha.
"Inilah problem etik serius jika penguasa juga
berprofesi sebagai pengusaha. Mereka cenderung mengabaikan etika sebagai
pejabat negara, pejabat publik," katanya.
"Apalagi jika mereka menggunakan pengaruh posisinya
sebagai pejabat untuk berbisnis dan mendapat keuntungan finansial. Ini sudah
kena delik yang mengarah kepada korupsi," kata Ubed.
Sebelumnya, Selama masa pandemi COVID-19, rata-rata harta
kekayaan 70,3 persen pejabat negara naik signifikan. Sedangkan pejabat yang
hartanya menurun sebanyak 22,9 persen. Sementara pejabat yang hartanya tetap
ada di angka 6,8 persen.
Demikian disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK
Pahala Nainggolan dalam webinar bertajuk 'Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu
& Akurat" yang disiarkan saluran YouTube KPK RI, Selasa (7/9).
"Kita amati juga selama pandemi setahun terakhir ini,
itu secara umum penyelenggara negara 70 persen hartanya bertambah. Kita pikir
pertambahannya masih wajar," kata Pahala.
Menurut Pahala, para pejabat negara yang mengalami penurunan
harta yakni mereka yang berasal dari kalangan pengusaha. Ia menduga selama
pandemi Covid-19, pejabat negara sekaligus pebisnis itu merupakan pihak yang
terdampak pandemi.
"Tapi ada 22,9 persen yang justru menurun. Kita pikir
yang pengusaha, yang bisnisnya surut atau bagaimana," terangnya.
Pahala menyebut, berdasarkan hasil analisa tim monitoring
KPK, mayoritas pejabat negara hartanya bertambah sekitar Rp1 miliar selama
pandemi.
Pertambahan harta kekayaan Rp1 miliar itu terdapat di pejabat
kementerian dan DPR.
"Kita cuma ingin melihat apakah ada hal yang aneh dari
masa pandemi ini. Ternyata kita lihat kenaikan terjadi, tapi penurunan terjadi
dengan statistik seperti ini rata-rata bertambah Rp1 miliar, sebagian besar di
tingkat Kementerian, DPR meningkat juga dan seterusnya," kata dia.
(SANCAnews – Di masa pandemi selama dua tahun ini, harta para
pejabat Indonesia bertambah. Jumlahnya variasi, ada yang melonjak besar, ada
yang nambah sedikit.
Penambahan harta kekayaan Ketua DPR Puan Maharani paling
mencolok. Data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Puan
Maharani menyebutkan, terdapat kenaikan kekayaan signifikan selama tahun 2020.
Jika dibandingkan dengan laporan tahun 2019, total kekayaan
putri dari Megawati Soekarnoputri pada tahun 2020 tersebut naik Rp
17.909.408.773.
Presiden RI Joko Widodo termasuk yang bertambah. Ia memiliki
total harta kekayaan sebesar Rp 63.616.935.818. Jumlah itu diketahui
berdasarkan data yang diakses Kompas.com dalam situs web elhkpn.kpk.go.id milik
KPK.
Jokowi terakhir kali menyerahkan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 12 Maret 2021 atau laporan periodik tahun
2020. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mempunyai 20 bidang lahan dan bangunan
yang berlokasi di Sukoharjo, Surakarta, Karanganyar, Sragen, Boyolali, dan
Jakarta Selatan dengan nilai Rp 53.281.696.000. Rp 597.550.718. Dengan
demikian, total harta kekayaannya mencapai Rp 63.616.935.818.
Apabila dibandingkan dengan LHKPN sebelumnya, harta Jokowi
mengalami kenaikan sebesar Rp 8,8 miliar. Pada tahun sebelumnya atau 2019,
harta kekayaan Jokowi tercatat sebesar Rp 54.718.200.893.
Sementara penambahan harta Megawati Soekarnoputri tidak
mencolok. Dari data LHKPN yang diserahkan kepada KPK dalam laporan periodik
2020, harta kekayaan Megawati Soekarnoputri mencapai Rp 214.615.259.039.
Megawati menduduki jabatan tersebut pada Maret 2018. Awal menjabat, putri
Proklamator RI Bung Karno itu memiliki kekayaan Rp 213.959.259.125. Pada
periodik 2019, kekayaan Ketua Umum PDI Perjuangan itu bertambah menjadi Rp 215.198.247.216.
Bisa Delik Korupsi
Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ),
Ubedilah Badrun menyoroti soal bertambahnya harta kekayaan sekitar 70 persen
para pejabat Indonesia berdasarkan catatan KPK di tengah pandemi Covid-19.
Menurutnya, hal ini bisa dibaca sebagai persoalan etika politik.
"Mestinya pejabat negara menghindari perilaku mengambil
keuntungan di tengah penderitaan rakyat," katanya kepada wartawan, Senin
(13/9).
Dia memahami, bertambahnya kekayaan pejabat negara itu karena
ada bisnis lain selain pekerjaannya sebagai pejabat negara, itu berarti hal
yang wajar.
"Pejabat boleh kaya, tidak ada larangan.Tetapi kita
boleh bertanya-tanya, bisnis apa yang mendapat keuntungan miliaran rupiah dalam
satu tahun ini di tengah pandemi Covid-19? Bisnis vaksinkah? PCR test? Test
Antigen? Alat kesehatankah? Atau batu bara dan kelapa sawit yang harganya
sedang bagus?" katanya.
Dia juga mempertanyakan apakah kemungkinan pejabat tersebut
memanfaatkan pengaruh posisinya sebagai pejabat untuk berbisnis.
"Yang jelas mereka para pejabat tambah kaya di tengah
rakyat menderita dan di tengah kondisi ekonomi memburuk, bahagia di atas derita
rakyat banyak," ujarnya.
Ubed menambahkan, pejabat publik seharusnya dipahami sebagai
pelayan publik dan bukan pengusaha.
"Inilah problem etik serius jika penguasa juga
berprofesi sebagai pengusaha. Mereka cenderung mengabaikan etika sebagai
pejabat negara, pejabat publik," katanya.
"Apalagi jika mereka menggunakan pengaruh posisinya
sebagai pejabat untuk berbisnis dan mendapat keuntungan finansial. Ini sudah
kena delik yang mengarah kepada korupsi," kata Ubed.
Sebelumnya, Selama masa pandemi COVID-19, rata-rata harta
kekayaan 70,3 persen pejabat negara naik signifikan. Sedangkan pejabat yang
hartanya menurun sebanyak 22,9 persen. Sementara pejabat yang hartanya tetap
ada di angka 6,8 persen.
Demikian disampaikan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK
Pahala Nainggolan dalam webinar bertajuk 'Apa Susahnya Lapor LHKPN Tepat Waktu
& Akurat" yang disiarkan saluran YouTube KPK RI, Selasa (7/9).
"Kita amati juga selama pandemi setahun terakhir ini,
itu secara umum penyelenggara negara 70 persen hartanya bertambah. Kita pikir
pertambahannya masih wajar," kata Pahala.
Menurut Pahala, para pejabat negara yang mengalami penurunan
harta yakni mereka yang berasal dari kalangan pengusaha. Ia menduga selama
pandemi Covid-19, pejabat negara sekaligus pebisnis itu merupakan pihak yang
terdampak pandemi.
"Tapi ada 22,9 persen yang justru menurun. Kita pikir
yang pengusaha, yang bisnisnya surut atau bagaimana," terangnya.
Pahala menyebut, berdasarkan hasil analisa tim monitoring
KPK, mayoritas pejabat negara hartanya bertambah sekitar Rp1 miliar selama
pandemi.
Pertambahan harta kekayaan Rp1 miliar itu terdapat di pejabat
kementerian dan DPR.
"Kita cuma ingin melihat apakah ada hal yang aneh dari
masa pandemi ini. Ternyata kita lihat kenaikan terjadi, tapi penurunan terjadi
dengan statistik seperti ini rata-rata bertambah Rp1 miliar, sebagian besar di
tingkat Kementerian, DPR meningkat juga dan seterusnya," kata dia.
(tribun)