Latest Post


 

SANCAnews – PPKM berakhir hari ini untuk periode 6 - 13 September 2021, tapi pemerintah lantas kembali melanjutkan penerapan kebijakan tersebut untuk Pulau Jawa - Bali sampai Senin 20 September 2021.

 

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Pulau Jawa - Bali, Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan banyak kemajuan pengendalian wabah dalam sepekan terakhir.

 

Termutakhir, kata Luhut, level PPKM di Bali turun dari level 4 menjadi level 3.  Tapi, kehati-hatian semua pihak tetap menjadi penting agar kasus positif corona tak lagi meninggi.

 

"Pada penerapan PPKM minggu lalu, pemerintah akhirnya berhasil menurunkan Provinsi Bali menjadi level 3, sehingga dari 11 kota/kabupaten level 4 minggu lalu, hari ini jumlahnya berkurang menjadi 3 kabupaten/kota saja," kata Luhut saat memaparkan keputusan itu yang disiarkan secara langsung melalui YouTube, Senin (13/9/2021) malam.

 

Dia mengatakan, turunnya level PPKM Provinsi Bali adalah buah kerja sama semua pihak yang menjaga kondusivitas pemberlakuan PPKM.

 

Dia menuturkan, turunnya level PPKM di banyak daerah dalam waktu sepekan adalah lebih cepat dibandingkan perkiraan pemerintah.

 

"Itu adalah hasil kecepatan vaksinasi dan implementasi pedulilindungi serta protokol kesehatan," kata Luhut.

 

Namun, kata dia, penurunan level PPKM di berbagai kota dalam sepekan terakhir menyebabkan banyak euforia masyarakat sehingga kadangkala melupakan protokol kesehatan.

 

Menurutnya, euforia semacam itu berbahaya karena dapat memicu gelombang ketiga kasus positif covid-19.

 

Sebelumnya, pemerintah kembali melanjutkan status PPKM level 3 dan 4 di Pulau Jawa - Bali sejak Selasa (7/9) hingga Senin 13 September 2021.

 

Luhut Binsar Panjaitan, saat itu mengatakan ada sejumlah aturan baru yang diterapkan dalam PPKM sepekan ke depan.

 

 "Ada beberapa penyesuaian aktivitas masyarakat yang bisa dilakukan dalam periode (PPKM) 7-13 September ini," kata Luhut.

 

Pertama, penyesuaian waktu makan di tempat atau dine in di mal berubah menjadi 60 menit, dengan kapasitas 50 persen.

 

Hal itu, kata dia, akan diuji coba di 20 tempat wisata di daerah PPKM level 3. Meski demikian, di tempat-tempat makan tersebut, pengelola harus tetap ketat menerapkan protokol kesehatan serta menggunakan platform PeduliLindungi.

 

Luhut juga menegaskan, masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan meski level PPKM di daerahnya menurun.

 

"Dalam sepekan terakhir, seperti yang diberitakan media-media massa, ada pelanggaran protokol kesehatan. Pemerintah mengambil langkah persuasif agar hal itu tak lagi terjadi," kata Luhut.

 

Dia menjelaskan, pengendalian wabah covid-19 di Jawa-Bali terus mengalami perbaikan.

 

Luhut mengklaim, perbaikan tersebut ditandai oleh semakin sedikitnya kota maupun kabupaten level 4.

 

"Terhitung sejak 5 September 2021, hanya 11 kota/kabupaten yang dietapkan PPKM level 4. Sebelumnya ada 25 kota dan kabupaten."

 

Tapi, ada peningkatan jumlah wilayah yang diterapkan PPKM level 2. Sebelumnya, PPKM level 2 diterapkan hanya di 27 kabupaten/kota.

 

"Sementara saat ini ada 43 kabupaten/kota dari wilayah aglomerasi yang diterapkan PPKM level 2," kata Luhut.

 

Kasus hari ini

 

Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengumumkan kasus positif Covid-19 di Indonesia kembali bertambah sebanyak 2.577 orang pada Senin (13/9/2021), sehingga total kasus menembus 4.170.088 orang.

 

Dari jumlah itu, ada tambahan 276 orang meninggal sehingga total menjadi 139.165 jiwa meninggal dunia.

 

 Kemudian, ada tambahan 12.474 orang yang sembuh sehingga total menjadi 3.931.227 orang lainnya dinyatakan sembuh.

 

Sementara kasus aktif turun 10.173 menjadi 99.696 orang, dengan jumlah suspek mencapai 286.170 orang.

 

Angka tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan 177.234 spesimen dari 120.529 orang yang diperiksa hari ini.

 

Total spesimen yang sudah diperiksa sejak kasus pertama covid-19 hingga hari ini adalah 34.926.151 spesimen dari 23.199.268 orang, positivity rate 4,23 persen.

 

Tercatat sudah 34 provinsi dan 510 kabupaten/kota yang terinfeksi virus Covid-19.

 

Data kemarin, positif 4.167.511 orang, 109.869 orang kasus aktif, 3.918.753 orang sembuh, dan meninggal 138.889 jiwa. (suara)




SANCAnews – Lonjakan kekayaan dialami para pejabat negara di saat pandemi. Termasuk para pejabat yang kini duduk di kursi Kabinet Indonesia Maju.

 

Lonjakan itu terekam dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tahun 2020 dibandingkan dengan 2019.

 

Salah satu yang mengalami lonjakan fantastis adalah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

 

Secara nilai, lonjakan harta Menag Yaqut memang hanya Rp 10.221.679.639 atau Rp 10,2 miliar. Namun secara persentase angka lonjakan ini 1.091 persen atau 10 kali lipat.

 

Ini lantaran harta yang dilaporkan Gus Yaqut per 31 Desember 2018 adalah senilai Rp 936.396.000 atau kurang dari Rp 1 miliar. Sementara per 31 Desember 2020, laporan hartanya meningkat menjadi Rp 11.158.093.639 atau Rp 11,1 miliar.

 

Pada LHKPN 2018, harta yang dimiliki Gus Yaqut yaitu terdiri dari, harta tanah dan bangunan seluas 573/56 meter persegi di Kab/Kota Rembang hasil sendiri sebesar Rp 47.096.000.

 

Selanjutnya, harta alat transportasi dan mesin senilai Rp 882 juta terdiri dari mobil Mazda Biante minibus tahun 2014 hasil sendiri seharga Rp 400 juta dan mobil Mazda CX-5 minibus tahun 2015 hasil sendiri seharga Rp 482 juta.

 

Kemudian harta bergerak lainnya senilai Rp 1,5 juta; kas dan setara kas senilai Rp 5,8 juta.

 

Dalam LHKPN 2018 yang telah dinyatakan lengkap berdasarkan verifikasi pada 3 Juli 2019, Gus Yaqut tercatat tidak memiliki utang, harta surat berharga dan harta lainnya.

 

Sehingga, total harta yang dimiliki Gus Yaqut per 31 Desember 2018 yaitu sebesar Rp 936.396.000.

 

Kemudian pada LHKPN 2020, terjadi kenaikan pada harta tanah dan bangunan, alat transportasi, harta bergerak lainnya, serta kas dan setara kas.

 

Harta tanah dan bangunan yang dimiliki Gus Yaqut senilai Rp 9.320.500.000 yang terdiri dari tanah dan bangunan seluas 573/56 meter persegi di Kab/Kota Rembang hasil sendiri seharga Rp 1.789.000.000, tanah seluas 560 meter persegi di Kabupaten/Kota Rembang hasil sendiri seharga Rp 650 juta, tanah dan bangunan seluas 163/163 meter persegi di Kota Jakarta Timur hasil sendiri seharga Rp 4,5 miliar.

 

Selanjutnya, tanah seluas 1.159 meter persegi di Kab/Kota Rembang hasil sendiri seharga Rp 150 juta, tanah seluas 263 meter persegi di Kab/Kota Rembang hasil sendiri seharga Rp 731.500.000, serta tanah dan bangunan seluas 510/510 meter persegi di Kab/Kota Rembang hasil sendiri seharga Rp 1,5 miliar.

 

Kemudian harta alat transportasi dan mesin yang dimiliki Gus Yaqut senilai Rp 1,27 miliar terdiri dari mobil Mazda CX-5 minibus tahun 2015 hasil sendiri seharga Rp 290 juta, dan mobil Mercedes Benz sedan tahun 2018 hasil sendiri seharga Rp 980 juta.

 

Lalu harta bergerak lainnya senilai Rp 220.754.500; kas dan setara kas senilai Rp 646.839.139. Gus Yaqut pun masih sama di LHKPN 2020 ini tercatat tidak memiliki harta surat berharga, serta harta lainnya.

 

Akan tetapi, Gus Yaqut memiliki utang sebesar Rp 300 juta. Sehingga total LHKPN 2020 milik Gus Yaqut sebesar Rp 11.158.093.639.

 

Sementara itu, 5 anggota kabinet yang mengalami lonjakan tertinggi adalah:

 

Yaitu pertama adalah, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono yang mengalami kenaikan hartanya mencapai Rp 481 miliar lebih atau tepatnya sebanyak Rp 481.530.801.537.

 

Harta itu dibandingkan antara LHKPN 2019 dengan LHKPN 2020. Di mana pada LHKPN 2019, Sakti memiliki harta sebanyak Rp 1.947.253.442. Sedangkan pada LHKPN 2020, Sakti memiliki harta sebanyak Rp 2.428.784.082.979.

 

Selanjutnya yang kedua adalah, Menteri Maritim dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang mengalami kenaikan hartanya mencapai Rp 67 miliar lebih, atau tepatnya sebesar Rp 67.747.603.287.

 

Harta itu dapat dilihat perbandingan di LHKPN 2019 dengan LHKPN 2020. Pada LHKPN 2019, Luhut mempunyai harta sebanyak Rp 677.440.505.710. Sedangkan pada LHKPN 2020, Luhut mempunyai harta sebanyak Rp 745.188.108.997.

 

Kemudian yang ketiga adalah, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang mengalami kenaikan harta selama pandemi sebesar Rp 23 miliar lebih, atau tepatnya sebesar Rp 23.382.958.500.

 

Harta itu dapat dilihat perbandingan di LHKPN 2019 dengan LHKPN 2020. Pada LHKPN 2019, Prabowo mempunyai harta sebesar Rp 2.005.956.560.835. Sedangkan pada LHKPN 2020, Prabowo tercatat mempunyai harta sebesar Rp 2.029.339.519.335.

 

Lalu yang keempat adalah, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo yang mengalami kenaikan harta mencapai Rp 20 miliar lebih atau tepatnya sebesar Rp 20.353.527.629.

 

Harta itu dapat dilihat perbandingan di LHKPN 2019 dengan LHKPN 2020. Pada LHKPN 2019, Kartika mempunyai harta sebesar Rp 73.709.004.168. Dan pada LHKPN 2020, Kartika tercatat mempunyai harta sebesar Rp 94.062.531.797.

 

Anggota Kabinet dengan kenaikan harta drastis yang kelima adalah, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate yang mengalami kenaikan harga mencapai Rp 17 miliar lebih atau tepatnya Rp 17.764.059.042.

 

Harta itu dapat dilihat perbandingan di LHKPN 2019 dengan LHKPN 2020. Pada LHKPN 2019, Johnny mempunyai harta sebanyak Rp 172.201.825.921. Dan pada LHKPN 2020 sebanyak Rp 189.965.884.963. (rmol)


 

SANCAnews – Korban meninggal akibat kebakaran Lapas Kelas I Tangerang menjadi 45 orang. Tragedi kebakaran yang terjadi Rabu dini hari (8/9) itu mendapat perhatian khusus dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

 

Kepada Kantor Berita Politik RMOL, Wakil Sekjen Bidang Hukum MUI Ikhsan Abdullah mengungkapkan ucapan belasungkawa atas tragedi yang menelan korban puluhan orang. Ia berharap proses identifikasi cepat dan jenazahnya dikuburkan dengan baik.

 

Ikhsan mengatakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas tragedi ini. Sebab, sebagai pembantu Presiden Joko Widodo, kematian 45 orang warga binaan Lapas mengindikasikan buruknya tata kelola Lapas.

 

"Ini menunjukkan betapa buruknya tatakelola Rumah Lembaga Pemasyarakatan yang dilakukan oleh Kemenkumham di bawah Dirjen Lapas, sehingga gagal melindungi nyawa para Napi dan terpanggang hidup-hidup," demikian catatan Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) ini.

 

Atas kegagalan melindungi warga keselamatan warga binaan Lapas, Ikhsan mengatakan, seharusnya Yasonna bersedia menyerahkan jabatannya. Selain itu, Yasonna bisa meminta Jokowi menunjuk sosok yang tepat menjalankan tugas perbaikan tata kelola Lapas.

 

"Konsekuensi dari tragedi ini, maka Menkumham harus menyerahkan jabatanya sebagai pembantu Presiden dan meminta Presiden dapat menunjuk orang yang memiliki kemampuan," demikian kata Ikhsan.

 

Doktor ilmu Hukum Universitas Jember ini juga meminta audit forensik dilakukan atas peristiwa ini. Menurutnya, langkah itu penting untuk mencegah terjadinya insiden kebakaran Lapas serupa.

 

"Pemerintah juga harus memberikan perhatian ada keluarga yang ditinggalkan sebagai bentuk tanggung jawab," pungkasnya. []



 

SANCAnews – Aksi seorang peternak ayam di Blitar yang ditangkap polisi saat membentangkan poster, ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) melintas di Jalan Mohammad Hatta, akan menuju Makam Bung Karno direspons Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattalitti.

 

Dia menilai penangkapan yang dilakukan pada Selasa (7/9/2021) lalu tersebut terlalu berlebihan. Menurutnya, pria yang belakangan diketahui anggota asosiasi peternak ayam, hanya menyampaikan aspirasi.

 

Padahal dia hanya membentangkan poster bertuliskan Pak Jokowi Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar.

 

“Aparat keamanan diharapkan tidak perlu bertindak terlalu represif terhadap ulah seorang peternak ayam petelur yang melakukan aksi membentangkan spanduk saat Presiden Jokowi melintas pada saat kunjungan ke Kota Blitar,” ucap LaNyalla seperti dikutip Beritajatim.com-jaringan Suara.com pada Minggu (12/9/2021).

 

Masih menurutnya, masyarakat memerlukan jalan penyaluran aspirasi atas kesulitan yang dihadapi.

 

Jika seseorang ditangkap karena menyampaikan aspirasi, lanjutnya, hal tersebut telah menciderai demokrasi.

 

“Tidak adil rasanya seorang warga yang menyuarakan aspirasinya lalu ditangkap karena dinilai tidak etis,” tutur LaNyalla.

 

Terlebih, aspirasi yang disampaikan pria tersebut merupakan persoalan mendesak yang dihadapi para peternak telur dan selama ini berjasa menggerakkan perekonomian nasional melalui penyediaan pangan.

 

“Keluhan yang disampaikan peternak itu sekitar masalah melambungnya harga jagung, sehingga menyebabkan kerugian karena penjualan telur ayam cenderung terus menurun,” ujarnya.

 

Menurutnya, aksi penyampaian aspirasi masyarakat yang dilarang dan ditangkap, tapi tidak diberikan solusi akan menjadi bom waktu.

 

“Tindakan si peternak tadi hanya ingin Presiden merespon bahwa harga jagung sangat tinggi dan tidak terbeli. Dia hanya menyampaikan aspirasi, tidak lebih,” ujarnya.

 

Terlepas dari peristiwa penangkapan tersebut, dia juga menilai, aspirasi yang disampaikan peternak ayam petelur itu amat mendesak untuk ditindaklanjuti. Lantaran itu, dia meminta kepada pemerintah segera merespons persoalan tersebut dengan jalan melakukan langkah-langkah strategis dan stabilisasi harga jagung.

 

“Pemerintah harus hadir untuk masyarakatnya. Jangan sampai terjadi ketimpangan harga. Ketika satu komoditas melambung, lalu yang lainnya merugi. Tugas pemerintah lah yang harus menstabilkan harga komoditi agar sistem ekonominya berjalan secara normal,” katanya. []



 

SANCAnews – Indonesia Corruption Watch (ICW) melemparkan kritik terkait penindakan korupsi yang dilakukan 3 aparat penegak hukum di negeri ini yaitu KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

 

Hasilnya ketiga aparat penegak hukum itu dinilai ICW masih rendah kinerjanya dalam memberantas korupsi.

 

Penilaian itu itu dilakukan ICW untuk kurun waktu semester pertama 2021 dari pemantauan sejumlah media sejak Januari 2021 hingga 30 Juni 2021. Berikut data yang disampaikan ICW:

 

1. Kejaksaan

 

Kasus yang tertangani: 151 kasus

Tersangka yang ditangkap: 363 tersangka

Potensi kerugian negara: Rp 26,1 triliun

 

2. Kepolisian

 

Kasus yang tertangani: 45 kasus

Tersangka yang ditangkap: 82 tersangka

Potensi kerugian negara: Rp 388 miliar

 

3. KPK

 

Kasus yang tertangani: 13 kasus

Tersangka yang ditangkap: 37 tersangka

Potensi kerugian negara: Rp 331 miliar

 

Sebagai perbandingan, ICW juga menampilkan bagan penanganan korupsi dari 3 aparat penegak hukum itu untuk semester pertama dalam 5 tahun terakhir. Berikut bagannya:

 

ICW lantas membuat sendiri kategori pemberantasan korupsi dengan cara membagi penindakan kasus yang terpantau dengan target penindakan kasus lalu dipersentasekan.

 

Untuk hasilnya, ICW membagi kategori menjadi 5 yaitu A, B, C, D, dan E. Untuk peringkat A atau sangat baik dengan rentang 81-100 persen, B atau baik untuk 61-80 persen, C atau cukup untuk 41-80 persen, D atau buruk untuk 21-40 persen, dan E atau sangat buruk untuk 0-20 persen.

 

Lalu bagaimana hasilnya?

 

ICW mengatakan target penindakan kasus korupsi untuk 3 aparat penegak hukum itu adalah 1.109 kasus untuk semester I 2021 berdasarkan DIPA tahun anggaran 2021. Namun realisasinya, menurut ICW, hanya 209 kasus yang tertangani.

 

"Dengan jumlah kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum hanya sebesar 209 kasus yang mana itu 19 persen maka ada di nilai E atau sangat buruk," ujar Peneliti ICW Lalola Easter melalui siaran langsung di kanal YouTube Sahabat ICW, Minggu (12/9/2021).

 

Bagaimana capaian per instansinya?

 

1. Kejaksaan 

 

ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021, Kejaksaan mampu menyelesaikan 151 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 285 kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 25 kasus per bulan.

 

Menurut ICW, atas kinerja tersebut Kejaksaan memperoleh persentase sebesar 53 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW maka Kejaksaan masuk dalam kategori penilaian 'C' atau cukup.

 

2. Kepolisian

 

ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021, Kepolisian hanya mampu menyelesaikan 45 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 763 kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 8 kasus per bulan.

 

Menurut ICW, atas kinerja tersebut Kejaksaan memperoleh presentase sebesar 5,9 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW maka Kepolisian masuk dalam kategori penilaian 'E' atau sangat buruk.

 

3. KPK

 

ICW mengklaim sepanjang semester pertama tahun 2021, KPK hanya mampu menyelesaikan 13 kasus dari yang ditargetkan sebanyak 60 kasus. Dengan rata-rata kasus yang ditangani oleh kejaksaan sekitar 3 kasus per bulan.

 

Menurut ICW, atas kinerja tersebut KPK memperoleh presentase sebesar 22 persen dalam menangani kasus korupsi. Oleh karena itu, berdasarkan penilaian yang dimiliki ICW maka KPK masuk dalam kategori penilaian 'D' atau buruk.

 

Tanggapan ICW Atas Pencapaian Ketiga Instansi Tersebut

 

Peneliti ICW Lalola Easter mengungkapan jika pihak kepolisian memiliki penurunan penanganan kasus dibanding semester pertama tahun sebelumnya. Padahal kepolisian memiliki anggaran terbesar dalam menangani kasus korupsi yaitu Rp 290,6 miliar.

 

"Tapi kinerjanya kami pandang jauh dari target yang sebenarnya ditetapkan oleh kepolisian sendiri, yaitu E atau sangat buruk," ujar Lalola.

 

Ini berarti kepolisian hanya menangani 8 kasus korupsi per bulannya. Berbanding terbalik dengan jumlah kantor kepolisian yang ada di Indonesia yang jumlahnya mencapai 517 kantor kepolisian dan kucuran dana yang besar untuk menangani kasus korupsi.

 

"Bahkan sebelum bicara kualitas, kuantitas saja tidak tercapai. Ini tentu jadi catatan serius bahwa penganggaran itu harus dibarengi dengan performa kerja dari masing-masing lembaga penegak hukum dan kepolisian tidak menunjukan hal tersebut," kata Lalola.

 

Dalam penanganan kasus korupsi, pihak kepolisian juga tidak pernah menggunakan pasal pencucian uang berbanding terbalik dengan pihak kejaksaan dan KPK. Laloli menyebut hal tersebut berbanding terbalik dengan janji Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait pemaksimalan pemulihan aset dalam kasus korupsi.

 

"Jadi hal ini tentu patut dipertanyakan tentu pada kepolisian juga kepada kapolri apakah memang serius dalam melakukan pemberantasan korupsi atau penindakan kasus korupsi? Karena hal tersebut tidak tercermin dari performa lembaga penegak hukum kepolisian sepanjang semester 1 tahun 2021," kata Laloli.

 

"Jadi dari sumber daya yang melimpah dibanding kejaksaan dan KPK, kinerja kepolisian jauh-jauh lebih buruk. Kemudian, tidak juga ditemukan adanya laporan penggunaan anggaran," sambungnya.

 

Kemudian, pada tahun ini KPK juga memperoleh nilai D dari ICW dalam tren penindakan kasus korupsi. Bahkan KPK hanya memperoleh presentasi kinerja sekitar 22% dari target yang mereka tentukan.

 

"Itu membawa KPK masuk ke dalam penilaian kategori D atau buruk. Dan ini menunjukan bahwa KPK hanya mengerjakan rata-rata tiga kasus tiap bulannya," ujar Laloli.

 

Sebagian besar penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK merupakan hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) dan pengembangan kasus. Laloli mengatakan jika kinerja KPK dalam penindakan kasus korupsi terpengaruh oleh adanya beberapa penyidik KPK yang dipecat akibat TWK.

 

"Karena berdasarkan catatan ICW dari 13 kasus yang ditangani KPK di semester 1 tahun 2021, itu 5 kasus sebenarnya dikerjakan oleh pegawai-pegawai KPK yang diberhentikan secara paksa oleh TWK. Hal tersebut tentu menghambat proses penegakan hukum dan pengembangan perkara," jelasnya.

 

Selanjutnya, kinerja kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi turut menjadi perhatian oleh ICW. Meskipun masih ada fluktuasi dalam jumlah kasus dan tersangka yang ditangani namun kejaksaan berhasil menyelematkan kerugian negara jauh lebih besar dibanding tahun lalu.

 

Namun, meskipun meraih peningkatan bukan berarti kejaksaan memperoleh nilai yang cukup baik dari ICW. Kejaksaan sendiri hanya berhasil meraih predikat C dari ICW.

 

"Di semester 1 tahun 2021 kejaksaan menangani 151 kasus dengan demikian ICW menilai bahwa kinerja kejaksaan dalam penindakan masuk ke dalam nilai C," kata Laloli.

 

Kemudian, ICW juga berbicara terkait profesionalisme dalam penindakan kasus yang dimiliki oleh pihak kejaksaan. ICW menilai jika sejumlah kejaksaan tidak menangani kasis korupsi.

 

"Artinya Kejagung perlu lakukan evaluasi terhadap kinerja setiap kejaksaan yang terbukti tidak perform. Di sisi lain ini juga menjadi catatan penting, dalam kinerjanya kejaksaan masih minim dalam lakukan pengembangan terhadap kasus yang ditanganinya salah satunya adalah kasus jaksa Pinangki," ungkap Laloli.

 

"Meskipun kami juga memahami ada potensi konflik kepentingan yang besar di situ tapi tentu saja kami menunggu kejaksaan secara profesional menyelesaikan kasus jaksa Pinangki yang diduga kuat belum menjerat aktor penting dalam kasus ini," sambungnya.

 

detikcom sudah berupaya menghubungi ketiga instansi (Kejagung, Polri, KPK) mengenai rapor soal penindakan korupsi yang dikeluarkan ICW ini. Namun hingga berita ini tayang, ketiga instansi tersebut belum memberikan respons. (dtk)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.