SANCAnews – Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak
blak-blakan mengenai putusan hukum yang menimpa Habib Rizieq Shihab (HRS). Hal
ini disampaikan terkait pertanyaan banyak pihak soal jarangnya GNPF Ulama
mengeluarkan statemen atas kasus HRS, tak seperti PA 212.
Padahal tidak demikian adanya. Menurut Yusuf Martak sejak
awal pihaknya mengawal terus kasus ini. Termasuk yang terbaru GNPF juga ikut
terlibat dalam pengajuan kasasi atas putusan hukum HRS
Menurut Yusuf Martak, pihaknya sudah jengkel mendidih melihat
hukum diinjak-injak sedemikian rupa seperti sekarang ini. Terlebih jika melihat
kasus HRS. “Atas dasar ini, sikap GNPF jelas kita sedang berjuang mengajukan
Kasasi. Orang yang mau nahan HRS ini kan tidak rasional, bagaimana hukum
diinjak-injak begini,” kata dia dikutip saluran Youtube Refly Harun, Kamis 9
September 2021.
Pada kesempatan itu, Yusuf Martak lantas mencoba buka rahasia
seputar adanya aksi orang yang ngebet ingin penjarakan HRS. “Kita tahu
pemainnya, dia yang berambisi, punya hasrat bagaimana agar HRS ini ditahan,”
katanya lagi.
Rahasia lain kemudian dibuka, di mana pihaknya tahu ada upaya
aparat yang mendatangi Kejaksaan yang coba dimainkan agar berpengaruh pada
putusan hukum HRS. Diduga kuat ada kaitannya dengan orang ini.
“Saya buka-bukaan saja, ada upaya aparat mendatangi Kejaksaan,
tanpa mereka sadari kalau akhirnya kita tahu, karena orang Kejaksaan sendiri
yang cerita pada pengacara dan sebagainya. Ini yang saya sayangkan, kenapa
hukum tak bisa ditegakkan,” kata dia.
Namun sayang, Yusuf Martak tak berusaha memberikan rincian
siapa orang yang dimaksud, atau apakah ada kaitannya dengan kepentingan Pilpres
2024 mendatang.
Yusuf Martak yakin HRS korban rezim
Pada kesempatan itu, Yusuf Martak lantas mengatakan kalau
sebenarnya vonis-vonis yang dialamatkan ke Habib Rizieq sangat dipaksakan. Itu
dikatakan sudah jelas melanggar ketentuan hukum yang ada.
Mulai dari penetapan, jelang P21, pelimpahan, dan sebagainya.
Bahkan ketika detik-detik terakhir Polisi mau melimpahkan kasus ke Kejaksaan,
muncul pasal-pasal baru seperti 160. Sehingga yang tadinya HRS tidak ditahan,
menjadi ditahan.
“HRS itu salahnya apa? Sanksinya tidak ada pidana,
Megamendung didenda Rp20 juta, Petamburan 8 bulan. Mana HRS menghasut,
memangnya dia teriak-teriak ajak kumpul. Untuk RS Ummi, itu persepsi, kalau ada
keluarga yang sakit ditanya, masa kita cerita apa adanya, kan enggak mungkin.
Apalagi kondisi HRS ketika itu memang sehat,” kata dia.
Dia juga begitu heran dengan sikap Wali Kota Bogor yang
berujung pada pelaporan HRS. Dia sangat yakin, ada kepentingan di balik ini
semua, alias pesanan.
“Setelah diputus 4 tahun apa dasarnya? Dasarnya itu kebencian
yang belebihan. Maka itu, kalau negara tak menghormati pahlawannya, sejarah
diputarnalikan, hormat, tinggal nunggu kehancuran, tak mungkin ini tak
terjadi,” kata dia. (hops)