Latest Post


 

SANCAnews – Akademisi Rocky Gerung mendadak buka suara terkait 17 tahun pembunuhan Munir Said Thalib dengan menggunakan racun jenis arsenik di dalam pesawat Garuda Indonesia.

 

Hal tersebut diungkapkan pengamat sosial dan politik itu dalam video yang ditayangkan di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Rabu (8/9).

 

Sebab, hingga saat ini, kasus kematian aktivis pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) itu masih menjadi misteri.

 

Bahkan, aktor intelektual utama yang terlibat diyakini masih bebas berkeliaran.

 

Rocky Gerung membeberkan, bahwa kasus Munir sudah berubah menjadi sebuah peristiwa penting yang perlu diperlihatkan secara tepat.

 

“Iya, itu teman kita, teman baik saya Munir dan Munir itu memang bukan nama orang, dia nama sebuah peristiwa itu,” jelas Rocky Gerung.

 

“Jadi karena dia nama sebuah peristiwa, dia mesti diperlihatkan secara tepat, peristiwanya apa tuh. Orang hanya ingat Munir diracun, segala macam. Tapi setting politik ketika itu, itu yang sampai sekarang masih misterius,” sambungnya.

 

Pasalnya, menurut Rocky Gerung, semua data telah menuntun bahwa Munir dibunuh secara politik.

 

“Semua data yang tuntun pada satu konklusi bahwa Munir dibunuh secara politik. Jadi itu yang mesti diungkapkan sebenarnya,” ungkapnya.

 

Sehingga saat ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak menjalankan janjinya karena sibuk akan hal lain.

 

“Terlihat bahwa Presiden Jokowi berjanji dulu untuk membuka kasus ini dan tidak dia lakukan. Karena dia lebih sibuk memikirkan bagaimana kekuasaannya itu bertahan,” tuturnya.

 

Selain itu, Rocky Gerung juga membahas mengenai janji-janji yang dilontarkan Jokowi dalam kampanye Pemilihan Presiden.

 

“Iya itu, sejak periode pertama sebetulnya masyarakat sipil itu diam-diam bikin dukungan pada Jokowi karena berharap Jokowi sebagai orang sipil mau membongkar kasus ini kan,” jelasnya.

 

Rocky Gerung pun blak-blakan mengaku pernah mendukung Jokowi pada periode pertamanya.

 

“Saya juga ikut mendorong bahkan di periode pertama Pak Jokowi. Supaya pejuang-pejuang HAM masuk Istana agar kasus-kasus HAM dibongkar dari dalam,” ujar Rocky Gerung.

 

Mantan Dosen Ilmu Filsafat Universitas Indonesia itu mengungkapkan, ada kontras antara Jokowi dan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014.

 

“Pada periode pertama, itu ada kontras antara Jokowi sebagai orang sipil dan Prabowo tuh dan LSM memang memihak pada Jokowi,” jelas Rocky Gerung.

 

“Karena menanggap bahwa Jokowi bisa menghasilkan demokrasi dan penghargaan atas HAM. Tapi justru yang terjadi sebaliknya,” sambungnya.

 

Oleh sebab itu, Rocky Gerung menilai, Jokowi gagal juga dalam urusan HAM di Tanah Air.

 

“Karena itu, dalam soal HAM Jokowi juga gagal, bahkan indeks demokrasi salah satunya diukur oleh penyikapan soal-soal di masa lalu yang menyangkut pembunuhan politik,” kata Rocky Gerung. (fajar)



SANCAnews – Ketua GNPF Ulama Yusuf Martak blak-blakan mengenai putusan hukum yang menimpa Habib Rizieq Shihab (HRS). Hal ini disampaikan terkait pertanyaan banyak pihak soal jarangnya GNPF Ulama mengeluarkan statemen atas kasus HRS, tak seperti PA 212.

 

Padahal tidak demikian adanya. Menurut Yusuf Martak sejak awal pihaknya mengawal terus kasus ini. Termasuk yang terbaru GNPF juga ikut terlibat dalam pengajuan kasasi atas putusan hukum HRS

 

Menurut Yusuf Martak, pihaknya sudah jengkel mendidih melihat hukum diinjak-injak sedemikian rupa seperti sekarang ini. Terlebih jika melihat kasus HRS. “Atas dasar ini, sikap GNPF jelas kita sedang berjuang mengajukan Kasasi. Orang yang mau nahan HRS ini kan tidak rasional, bagaimana hukum diinjak-injak begini,” kata dia dikutip saluran Youtube Refly Harun, Kamis 9 September 2021.

 

Pada kesempatan itu, Yusuf Martak lantas mencoba buka rahasia seputar adanya aksi orang yang ngebet ingin penjarakan HRS. “Kita tahu pemainnya, dia yang berambisi, punya hasrat bagaimana agar HRS ini ditahan,” katanya lagi.

 

Rahasia lain kemudian dibuka, di mana pihaknya tahu ada upaya aparat yang mendatangi Kejaksaan yang coba dimainkan agar berpengaruh pada putusan hukum HRS. Diduga kuat ada kaitannya dengan orang ini.

 

“Saya buka-bukaan saja, ada upaya aparat mendatangi Kejaksaan, tanpa mereka sadari kalau akhirnya kita tahu, karena orang Kejaksaan sendiri yang cerita pada pengacara dan sebagainya. Ini yang saya sayangkan, kenapa hukum tak bisa ditegakkan,” kata dia.

 

Namun sayang, Yusuf Martak tak berusaha memberikan rincian siapa orang yang dimaksud, atau apakah ada kaitannya dengan kepentingan Pilpres 2024 mendatang.

 

Yusuf Martak yakin HRS korban rezim

 

Pada kesempatan itu, Yusuf Martak lantas mengatakan kalau sebenarnya vonis-vonis yang dialamatkan ke Habib Rizieq sangat dipaksakan. Itu dikatakan sudah jelas melanggar ketentuan hukum yang ada.

 

Mulai dari penetapan, jelang P21, pelimpahan, dan sebagainya. Bahkan ketika detik-detik terakhir Polisi mau melimpahkan kasus ke Kejaksaan, muncul pasal-pasal baru seperti 160. Sehingga yang tadinya HRS tidak ditahan, menjadi ditahan.

 

“HRS itu salahnya apa? Sanksinya tidak ada pidana, Megamendung didenda Rp20 juta, Petamburan 8 bulan. Mana HRS menghasut, memangnya dia teriak-teriak ajak kumpul. Untuk RS Ummi, itu persepsi, kalau ada keluarga yang sakit ditanya, masa kita cerita apa adanya, kan enggak mungkin. Apalagi kondisi HRS ketika itu memang sehat,” kata dia.

 

Dia juga begitu heran dengan sikap Wali Kota Bogor yang berujung pada pelaporan HRS. Dia sangat yakin, ada kepentingan di balik ini semua, alias pesanan.

 

“Setelah diputus 4 tahun apa dasarnya? Dasarnya itu kebencian yang belebihan. Maka itu, kalau negara tak menghormati pahlawannya, sejarah diputarnalikan, hormat, tinggal nunggu kehancuran, tak mungkin ini tak terjadi,” kata dia. (hops)



 

SANCAnews – Lapas Kelas I Tangerang mengelami kebakaran akibatnya 43 warga binaan meninggal dunia. Di Lapas tersebut juga kelebihan kapasitas atau over capacity mencapai 400 persen.

 

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding mengeluhkan lantaran Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly tidak mengatasi over capacity di Lapas. Padahal sudah sedari dulu para anggota dewan sudah meminta kepada Yasonna Laoly.

 

“Itu dari dulu kita suarakan tapi tidak ada kemajuan. Barangkali Yasonna ini ditugaskan hanya untuk mengobok-obok parpol sehingga hal-hal lain dia kesampingkan begitu saja,” ujar Sudding saat dikonfirmasi, Kamis (9/9).

 

Legislator Partai Amanat Nasional (PAN) ini menuturkan Yasonna perlu mengetahui ada hak-hak warga binaan yang harus diperhatikan oleh pemerintah. “Dari sisi kemanusiaan, walaupun dia seorang napi tapi ada hak-hak yang harus diperhatikan bagaimana kondisi warga binaan itu sangat memperihatinkan,” katanya.

 

Oleh sebab itu, Sudding menegaskan Yasonna perlu mengundurkan diri terbakarnya Lapas Kelas I Tangerang yang mengakibatkan 43 warga binaan meninggal dunia. Penguduran diri sebagai pembantu presiden tersebut sebagai bentuk pertanggungjawaban.

 

“Ini ada tragedi kemanusiaan dan kita tidak bisa tutup mata begitu saja. Ada 43 korban jiwa di sana. Kalau dia punya moral, dia harus mengundurkan diri sebagai pertanggungjawaban atas tewasnya 43 orang,” ungkapnya. “Jadi bukan lagi tanggung jawab itu diserahkan ke kalapas atau dirjen, tapi dia (Yasonna-Red) sebagai pengambil kebijakan harus bertanggung jawab penuh,” tambahnya.

 

Sudding menduga, Yasonna sudah terlalu nyaman terhadap jabatan sebagai Menkumham. Sehingga tidak memperhatikan Lapas di Indonesia yang mengalami over capacity.

 

“Karena saya kira Yasonna sudah terlalu nyaman lah dalam menduduki posisi ini sehingga dia tak lagi memberikan perhatian terhadap hal-hal yang sifatnya bersentuhan dengan masalah warga binaan. Hampir semua lembaga permayaratakan di Indonesia ini mengalami over kaapasitas. Dan kondisinyanya sungguh sangat memperihatinkan,” pungkasnya.

 

Sementara JawaPos.com sudah meminta konfirmasi dari Yasonna mengenai desakan untuk mengundurkan diri sebagai Menkumham. Namun sampai saat ini belum mendapatkan respons.

 

Yasonna juga menyebut kondisi Lapas Tangerang sudah sangat tua. Lapas tersebut dibangun sejak 1977, dan sejak diresmikan pada 1982 belum pernah diperbaiki kelistrikannya. Alhasil, kata Yasonna, dugaan sementara kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang diakibatkan listrik arus pendek.

 

Sebagaimana diketahui, kebakaran terjadi di Lapas Kelas I Tangerang, Banten, pada Rabu dini hari. Kebakaran ini mengakibatkan sekitar 43 orang meninggal dunia.

 

Kebakaran ini juga mengakibatkan 73 warga binaan terluka, dan delapan di antaranya luka berat atas insiden kebakaran. Korban luka sudah dibawa ke RSUD Tangerang untuk menjalani pengobatan. (jawapos)


 

SANCAnews – Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) mendesak agar pihak kepolisian menyelidiki kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, yang menewaskan 44 narapidana.

 

Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab serta ada tidaknya unsur kelalaian dalam kejadian.

 

"LBH Jakarta mendesak kepolisian Republik Indonesia melakukan penyelidikan dan penyidikan secara transparan dan akuntabel tentang penyebab kebakaran dan apabila ditemukan kelalaian dan/atau kesengajaan menghukum pihak-pihak yang harus bertanggungjawab," ujar pengacara publik LBH Jakarta Oky Wiratama dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/9/2021).

 

Oky mengatakan, pemerintah juga dinilai perlu melakukan peninjauan kembali terkait sistem hukum narkotika nasional. Menurutnya, sistem ini cenderung mempidanakan pecandu narkotika sehingga menimbulkan kelebihan kapasitas dalam lapas.

 

"Menyerukan agar pemerintah meninjau kembali sistem hukum narkotika nasional yang cenderung mempidanakan pecandu narkotika sehingga menyebabkan kelebihan kapasitas (overcrowding) lembaga pemasyarakatan. Satuan-satuan narkotika juga mulai dari Polri hingga BNN juga harus ditinjau efektivitasnya karena masalah narkotika tak kunjung selesai," kata Oky.

 

"Salah satu yang menjadi penyebab overcrowding adalah sistem peradilan pidana yang masih mengutamakan pidana pemenjaraan ketimbang pemidanaan non-penjara," sambungnya.

 

Oky menyinggung terkait instalasi listrik lapas yang belum pernah diperbaiki serta sedikitnya jumlah petugas yang berjaga di lokasi. Menurutnya, hal ini membuktikan buruknya tata kelola dan keamanan lapas.

 

"LBH Jakarta menilai kondisi tersebut membuktikan begitu buruknya tata kelola dan keamanan yang berorientasi pada perlidungan hak warga binaan pemasyarakatan. Padahal sesuai dengan namanya mereka adalah 'warga binaan' yang diharapkan bisa kembali ke masyarakat dan memulai hidup baru setelah menjalani hukuman," ujar Oky.

 

LBH meminta pemerintah dan DPR melakukan evaluasi terhadap kinerja Kemenkumham, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lapas Kelas I Tangerang. Selain itu, Kemenkumham dan jajarannya diminta bertanggung jawab secara penuh untuk pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban dalam kebakaran.

 

"Pemerintah dan DPR RI melakukan evaluasi terhadap kerja Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Lapas Kelas I Tangerang. Kementerian Hukum dan HAM harus melakukan evaluasi secara keseluruhan kondisi Lapas dan Rutan secara berkala dan menjamin bahwa tragedi seperti ini tidak terulang kembali. Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Lapas Kelas I Tangerang harus bertanggung jawab secara penuh terhadap pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban tragedi terbakarnya Lapas Kelas I Tangerang," pungkasnya.

 

Polisi Usut Dugaan Kelalaian

 

Diketahui, Polisi masih menyelidiki kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang. Polisi menyelidiki dugaan pidana terkait kebakaran itu, salah satunya dugaan kelalaian petugas lapas.

 

"Iya, iya benar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat saat dihubungi, Kamis (9/9/2021). Dia menjawab soal apakah kelalaian petugas juga menjadi materi penyelidikan soal dugaan adanya pelanggaran pidana dari peristiwa kebakaran di Lapas I Tangerang.

 

Namun Tubagus masih enggan memerinci lebih jauh soal dugaan adanya pelanggaran pidana tersebut. Dia menyebut pihaknya akan mengumumkan ketika penyelidikan telah selesai dilakukan, "Nanti hasil penyelidikannya akan disampaikan, ya," ujar Tubagus.

 

Sejauh ini polisi pun memeriksa 20 saksi. Puluhan saksi itu terbagi dalam tiga kelompok, mulai petugas piket yang berjaga hingga warga binaan lapas. (dtk)



 

SANCAnews – Penerapan PPKM Darurat yang kemudian dilanjutkan dengan PPKM Level 1 sampai 4 dinilai memberi hasil yang cukup signifikan. Saat ini, kasus Covid-19 secara nasional cenderung turun, termasuk tingkat hunian di rumah sakit serta tingkat kematian.

 

Namun, bukan berarti ancaman telah hilang. Pasalnya kemunculan varian baru, yaitu varian Mu yang dikhawatirkan bisa lebih menyiasati vaksin, harus seger diwaspadai.

 

Untuk lebih memahami varian baru ini memang masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tapi bukan berarti bisa dipandang sepele.

 

Dituturkan anggota DPD RI Fahira Idris, agar situasi wabah yang sudah mulai membaik tetap terjaga, harus segera diformulasikan dan diterapkan strategi mencegah masuknya varian Mu ke Indonesia.

 

Menurut Fahira, yensi penanganan Covid-19 yang mulai agak menurun adalah momentum yang sangat baik bagi Pemerintah untuk lebih fokus memformulasikan strategi yang komprehensif mencegah semaksimal mungkin masuknya varian Mu.

 

Selain itu, yang juga penting adalah menyusun skenario yang efektif jika varian ini berhasil masuk ke Indonesia untuk mencegah terjadi lonjakan kasus seperti yang baru saja dialami Indonesia akibat varian Delta.

 

“Jangan sampai kita kecolongan lagi seperti varian Delta yang mengakibatkan lonjakan kasus yang tinggi. Hemat saya, lonjakan kasus kemarin jadi pelajaran berharga baik bagi Pemerintah maupun masyarakat untuk siap dalam mencegah masuknya varian Mu ini. Pintu-pintu masuk harus menjadi saringan atau filter yang paling efektif mencegah masuknya varian Mu ini," ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/9).

 

"Artinya pintu masuk internasional terutama udara dan laut harus diperketat sejak sekarang. Sekali lagi kita harus belajar dari masuknya varian Delta yang mengakibatkan Indonesia mengalami gelombang kedua,” sambung Senator Jakarta ini.

 

Menurut Fahira, walau kasus saat ini sudah mulai turun dan program vaksinasi sudah berjalan tetapi belum saatnya bereuforia. Banyak negara yang merasa sudah aman melonggarkan aturan pembatasan bahkan melepaskan kewajiban memakai masker, kini mengalami lonjakan kasus.

 

Turunnya kasus juga bukan berarti tes dan lacak juga turun, justru harus lebih dioptimalkan agar positivity rate bisa turun hingga di bawah 5 persen sesuai standar WHO.

 

“Intinya adalah jangan sampai terjadi lagi lonjakan kasus seperti Juli kemarin yang mengakibatkan rumah sakit dan nakes kewalahan, tingkat kematian naik, serta menimbulkan berbagai dampak misalnya kelangkaan oksigen. Jangan sampai turunnya kasus kasus positif saat ini membuat kita terlena apalagi euforia. Saya harap kita semua terutama para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan mengedepankan sikap waspada dan antisipatif,” tandas Fahira Idris.

 

Dalam laporan epidemiologinya, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menambahkan varian Mu atau B.1.621 dalam kategori varian baru yang jadi perhatian (variant of concern).

 

Varian tersebut disebut memiliki mutasi yang menunjukkan risiko resistensi terhadap vaksin, dan menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahaminya.

 

Varian yang awalnya ditemukan di Kolombia pada awal tahun saat ini telah dilaporkan di beberapa bagian Amerika Selatan dan Eropa. WHO mengatakan, prevalensi globalnya telah menurun hingga di bawah 0,1, tetapi di Kolombia mencapai 39 persen dan Ekuador 13 persen dengan tren meningkat. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.