Latest Post


 

SANCAnews – Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) mendesak agar pihak kepolisian menyelidiki kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang, yang menewaskan 44 narapidana.

 

Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab serta ada tidaknya unsur kelalaian dalam kejadian.

 

"LBH Jakarta mendesak kepolisian Republik Indonesia melakukan penyelidikan dan penyidikan secara transparan dan akuntabel tentang penyebab kebakaran dan apabila ditemukan kelalaian dan/atau kesengajaan menghukum pihak-pihak yang harus bertanggungjawab," ujar pengacara publik LBH Jakarta Oky Wiratama dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/9/2021).

 

Oky mengatakan, pemerintah juga dinilai perlu melakukan peninjauan kembali terkait sistem hukum narkotika nasional. Menurutnya, sistem ini cenderung mempidanakan pecandu narkotika sehingga menimbulkan kelebihan kapasitas dalam lapas.

 

"Menyerukan agar pemerintah meninjau kembali sistem hukum narkotika nasional yang cenderung mempidanakan pecandu narkotika sehingga menyebabkan kelebihan kapasitas (overcrowding) lembaga pemasyarakatan. Satuan-satuan narkotika juga mulai dari Polri hingga BNN juga harus ditinjau efektivitasnya karena masalah narkotika tak kunjung selesai," kata Oky.

 

"Salah satu yang menjadi penyebab overcrowding adalah sistem peradilan pidana yang masih mengutamakan pidana pemenjaraan ketimbang pemidanaan non-penjara," sambungnya.

 

Oky menyinggung terkait instalasi listrik lapas yang belum pernah diperbaiki serta sedikitnya jumlah petugas yang berjaga di lokasi. Menurutnya, hal ini membuktikan buruknya tata kelola dan keamanan lapas.

 

"LBH Jakarta menilai kondisi tersebut membuktikan begitu buruknya tata kelola dan keamanan yang berorientasi pada perlidungan hak warga binaan pemasyarakatan. Padahal sesuai dengan namanya mereka adalah 'warga binaan' yang diharapkan bisa kembali ke masyarakat dan memulai hidup baru setelah menjalani hukuman," ujar Oky.

 

LBH meminta pemerintah dan DPR melakukan evaluasi terhadap kinerja Kemenkumham, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Lapas Kelas I Tangerang. Selain itu, Kemenkumham dan jajarannya diminta bertanggung jawab secara penuh untuk pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban dalam kebakaran.

 

"Pemerintah dan DPR RI melakukan evaluasi terhadap kerja Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Lapas Kelas I Tangerang. Kementerian Hukum dan HAM harus melakukan evaluasi secara keseluruhan kondisi Lapas dan Rutan secara berkala dan menjamin bahwa tragedi seperti ini tidak terulang kembali. Kementerian Hukum dan HAM, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Lapas Kelas I Tangerang harus bertanggung jawab secara penuh terhadap pemulihan seluruh pihak yang menjadi korban tragedi terbakarnya Lapas Kelas I Tangerang," pungkasnya.

 

Polisi Usut Dugaan Kelalaian

 

Diketahui, Polisi masih menyelidiki kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang. Polisi menyelidiki dugaan pidana terkait kebakaran itu, salah satunya dugaan kelalaian petugas lapas.

 

"Iya, iya benar," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat saat dihubungi, Kamis (9/9/2021). Dia menjawab soal apakah kelalaian petugas juga menjadi materi penyelidikan soal dugaan adanya pelanggaran pidana dari peristiwa kebakaran di Lapas I Tangerang.

 

Namun Tubagus masih enggan memerinci lebih jauh soal dugaan adanya pelanggaran pidana tersebut. Dia menyebut pihaknya akan mengumumkan ketika penyelidikan telah selesai dilakukan, "Nanti hasil penyelidikannya akan disampaikan, ya," ujar Tubagus.

 

Sejauh ini polisi pun memeriksa 20 saksi. Puluhan saksi itu terbagi dalam tiga kelompok, mulai petugas piket yang berjaga hingga warga binaan lapas. (dtk)



 

SANCAnews – Penerapan PPKM Darurat yang kemudian dilanjutkan dengan PPKM Level 1 sampai 4 dinilai memberi hasil yang cukup signifikan. Saat ini, kasus Covid-19 secara nasional cenderung turun, termasuk tingkat hunian di rumah sakit serta tingkat kematian.

 

Namun, bukan berarti ancaman telah hilang. Pasalnya kemunculan varian baru, yaitu varian Mu yang dikhawatirkan bisa lebih menyiasati vaksin, harus seger diwaspadai.

 

Untuk lebih memahami varian baru ini memang masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut. Tapi bukan berarti bisa dipandang sepele.

 

Dituturkan anggota DPD RI Fahira Idris, agar situasi wabah yang sudah mulai membaik tetap terjaga, harus segera diformulasikan dan diterapkan strategi mencegah masuknya varian Mu ke Indonesia.

 

Menurut Fahira, yensi penanganan Covid-19 yang mulai agak menurun adalah momentum yang sangat baik bagi Pemerintah untuk lebih fokus memformulasikan strategi yang komprehensif mencegah semaksimal mungkin masuknya varian Mu.

 

Selain itu, yang juga penting adalah menyusun skenario yang efektif jika varian ini berhasil masuk ke Indonesia untuk mencegah terjadi lonjakan kasus seperti yang baru saja dialami Indonesia akibat varian Delta.

 

“Jangan sampai kita kecolongan lagi seperti varian Delta yang mengakibatkan lonjakan kasus yang tinggi. Hemat saya, lonjakan kasus kemarin jadi pelajaran berharga baik bagi Pemerintah maupun masyarakat untuk siap dalam mencegah masuknya varian Mu ini. Pintu-pintu masuk harus menjadi saringan atau filter yang paling efektif mencegah masuknya varian Mu ini," ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/9).

 

"Artinya pintu masuk internasional terutama udara dan laut harus diperketat sejak sekarang. Sekali lagi kita harus belajar dari masuknya varian Delta yang mengakibatkan Indonesia mengalami gelombang kedua,” sambung Senator Jakarta ini.

 

Menurut Fahira, walau kasus saat ini sudah mulai turun dan program vaksinasi sudah berjalan tetapi belum saatnya bereuforia. Banyak negara yang merasa sudah aman melonggarkan aturan pembatasan bahkan melepaskan kewajiban memakai masker, kini mengalami lonjakan kasus.

 

Turunnya kasus juga bukan berarti tes dan lacak juga turun, justru harus lebih dioptimalkan agar positivity rate bisa turun hingga di bawah 5 persen sesuai standar WHO.

 

“Intinya adalah jangan sampai terjadi lagi lonjakan kasus seperti Juli kemarin yang mengakibatkan rumah sakit dan nakes kewalahan, tingkat kematian naik, serta menimbulkan berbagai dampak misalnya kelangkaan oksigen. Jangan sampai turunnya kasus kasus positif saat ini membuat kita terlena apalagi euforia. Saya harap kita semua terutama para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan mengedepankan sikap waspada dan antisipatif,” tandas Fahira Idris.

 

Dalam laporan epidemiologinya, organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menambahkan varian Mu atau B.1.621 dalam kategori varian baru yang jadi perhatian (variant of concern).

 

Varian tersebut disebut memiliki mutasi yang menunjukkan risiko resistensi terhadap vaksin, dan menekankan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk lebih memahaminya.

 

Varian yang awalnya ditemukan di Kolombia pada awal tahun saat ini telah dilaporkan di beberapa bagian Amerika Selatan dan Eropa. WHO mengatakan, prevalensi globalnya telah menurun hingga di bawah 0,1, tetapi di Kolombia mencapai 39 persen dan Ekuador 13 persen dengan tren meningkat. (rmol)



 

SANCAnews – Akademisi Ilmu Pemerintahan Rochendi blak-blakan memberikan komentarnya terkait Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi yang enggan melaporkan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar ke aparat penegak hukum.

 

Seperti diketahui, anggota Dewas KPK Harjono mengatakan pihaknya hanya mempunyai tugas menangani pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK. Oleh karena itu, Dewas KPK tak membuat laporan pidana.

 

“Dewas tidak ada ketentuan untuk melakukan pelaporan. Kalau itu bukan delik aduan, enggak usah Dewas harus lapor-lapor,” kata Harjono dalam keterangan resmi, Jumat (3/9).

 

Menurut Rochendi, Pemerintah Jokowi seakan sedang mempermainkan hukum, “Pasal-pasal itu seakan bisa diperjualbelikan tergantung negosiasinya,” jelas Rochendi kepada GenPI.co, Selasa (7/9).

 

Pakar politik itu pun membandingkan perlakuan pemerintah terhadap pihak oposisi, seperti Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

Pasalnya, dalam persidangan, aparat penegak hukum terlihat sangat ngotot untuk mencari-cari kesalahan Habib Rizieq.

 

“Kenapa untuk kasus HRS, kesalahannya sangat dicari-cari?” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Rochendi mengatakan bahwa hal seperti itu menjadi pola yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia saat ini.

 

“Itu seolah menjadi model hukum dan pemerintahan di Indonesia,” pungkas Rochendi. (fajar)



 

SANCAnews – Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyentil ormas Front Persaudaraan Islam yang muncul sebagai ganti Front Pembela Islan atau FPI yang telah dibubar oleh pemerintah.

 

Ali Mochtar Ngabalin mengatakan bahwa apapun namanya FPI itu, jika merupakan pendukung khilafah, maka dia pastikan tidak ada tempat bagi mereka di Indonesia.

 

“Apapun namamu kalau kau pendukung ISIS, Taliban, Khilafah dan Intoleran serta sejenisnya pasti tidak ada tempat dan ruang untukmu di bumi Pancasila. Ingat itu,” ujar Ali Mochtar Ngabalin, Rabu (8/9/2021).

 

Ngabalin mengingatkan generasi muda Indonesia agar menghindari FPI yang dia sebut sebagai ormas radikal.

 

“Awas jangan gagal paham. Generasi muda Islam harus terlindungi dari ormas radikal,” ujarnya.

 

Front Persaudaraan Islam kini resmi dideklarasikan. Mantan Imam FPI Banten, Ahmad Qurthubi Jaelani terpilih sebagai Ketua Umum Front Persaudaraan Islam dalam musyawarah para anggota.

 

Sementara eks Ketua Umum Front Pembela Islam, Ahmad Shabri Lubis menjabat sebagai penasihat Front Persaudaraan Islam. Habib Rizieq Shihab tidak punya jabatan dalam FPI yang baru itu.

 

Pada pertengahan Agustus 2021 , Front Persaudaraan Islam telah meluncurkan logo baru. Mereka juga mengumumkan asas organisasinya yakni Islam. Sementara asas kebangsaan organisasi adalah Pancasila. (fajar)



SANCAnews – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) didesak untuk menjelaskan kepada publik terkait selisih anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 147 triliun sepanjang tahun 2020.

 

Hal itu ditekankan wartawan seior Hersubeno Arief terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang menyebut alokasi Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada APBN 2020 mencapai Rp 841,89, T.

 

Nilai tersebut lebih besar dari pernyataan Kementerian Keuangan yang menyatakan biaya program Penanganan Covid-19 Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) sebesar Rp 695,2 triliun. Merujuk data tersebut, maka ada selisih Rp 147 triliun yang perlu mendapat penjelasan lebih lanjut dari Kemenkeu.

 

"Kita sekarang menunggu penjelasan dari Kemenkeu mengapa dana sebesar Rp147 T itu 'disembunyikan' atau tidak diumumkan kepada publik?" kata Hersubeno dalam kanal YouTube Hersubeno Point yang diunggah pada beberapa jam lalu, Rabu (8/9).

 

Menurut Hersu, selisih Rp 147 triliun itu bukanlah angka yang kecil dan sangat tidak rasional apabila tidak tercatat dalam laporan Kementerian yang dibawahi Sri Mulyani Indrawati.

 

"Atau emang ada masalah lain? Ini pemerintah yang harus menjawab dan menjelaskan kepada publik," cetusnya.

 

Selisih hingga Rp 147 triliun tentu sangat besar di tengah kebutuhan APBN yang terus meningkat dan juga pandemi di Tanah Air yang belum menunjukkan titik akhir. Belum lagi, publik sudah cenderung tidak percaya kepada pemerintah.

 

Jika tidak ada penjelasan dari pemerintah, maka hal ini akan menjadi sangat sensitif dan bisa jadi bola liar.

 

"Jadi kalau sekarang ada dana sampai Rp 147 triliun yang tidak dijelaskan, tidak dibuka kepada publik oleh Kemenkeu, makanya wajar kalau publik curiga," pungkasnya. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.