Latest Post


 

SANCAnews – Media sosial diramaikan dengan video yang menampilkan deklarasi Front Persaudaraan Islam (FPI) yang disinyalir digelar di wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Minggu (5/9/2021).

 

Dalam video berdurasi 1.51 menit itu terlihat puluhan orang berkumpul di dalam sebuah ruangan. Massa yang berkumpul di ruangan mengucap ulang deklarasi yang dipimpin oleh seseorang.

 

'Deklarasi Front Persaudaraan Islam. Pada tahun 2021, kami pengurus DPD DPW DPC beserta save juang Front Persaudaraan Islam se Jawa Barat dari 27 Kabupaten kota serta para alim ulama habaib dan para aktivis keadilan sejahtera Jawa Barat, mendeklarasikan kendaraan baru perjuangan umat Islam Jawa Barat'.

 

'Untuk membela agama bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia dengan nama Front Persaudaraan Islam Jawa Barat dengan lambang dan ketentuan yang akan diberitahukan kemudian. Demikian, Terimakasih ini kami sampaikan tulus dan ikhlas. Bandung Barat, 5 September 2021'

 

Massa yang berkumpul di satu ruangan itu nampak tak menjaga jarak satu sama lain. Padahal Bandung Barat sendiri saat ini masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3.

 

Detikcom mencoba menghubungi Ade Syaifudin yang sempat menjabat Ketua DPW FPI Kabupaten Bandung Barat untuk mengonfirmasi terkait agenda deklarasi FPI versi baru tersebut. Namun tak ada respons dari yang bersangkutan.

 

Pun demikian dengan Satuan Intelijen dan Keamanan (Sat Intelkam) Polres Cimahi yang juga tak bisa dihubungi untuk mengonfirmasi adanya deklarasi FPI tersebut.

 

Sementara itu Perwakilan FPI Jawa Barat Azis Yanuar mengatakan acara yang dihelat di Bandung Barat itu hanya acara konsolidasi biasa yang tak perlu dibesar-besarkan.

 

"Kalau enggak salah itu acaranya konsolidasi Front Persaudaraan Islam (FPI) se-Jawa Barat. Bukan hal yang luar biasa juga. Sama aja seperti ada kopdar komunitas atau klub mobil, klub motor, jadi biasa saja. Saya juga diundang sebetulnya, tapi enggak bisa datang," ungkap Azis singkat saat dihubungi detikcom, Rabu (8/9/2021).

 

Menanggapi adanya deklarasi tersebut Camat Ngamprah Agnes Virganty menyebut pihaknya sama sekali tidak menerima laporan resmi adanya kegiatan deklarasi FPI tersebut. Pihaknya bahkan langsung mengonfirmasi pihak desa tempat kegiatan tersebut digelar.

 

"Kalau di Cilame sepertinya ada FPI, tapi laporan ke Satgas (Penanganan Covid-19) tidak ada juga. Kalau kata Pak Kades (Cilame) sepertinya itu pengajian biasa," ungkap Agnes saat dihubungi.

 

Agnes mengatakan pihaknya tak serta merta melakukan penindakan terhadap deklarasi yang terlihat mengundang kerumunan tersebut di tengah PPKM Level 3.

 

"Untuk penertiban karena dianggap melanggar prokes dengan berkerumun kami tidak berdiri sendiri. Ada Kapolsek dan Danramil, intinya kegiatan kemarin enggak ada tembusan ke kami dan tidak mengetahui juga," terang Agnes.

 

Agnes menegaskan kegiatan yang mengundang massa harus mengajukan izin terlebih dahulu kepada Satgas Penanganan Covid-19 setempat. Apalagi saat ini Bandung Barat masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3.

 

"Pasti harus berizin, kita sekarang masih level 3. Untuk diizinkan pun kegiatannya dibatasi maksimal 50 persen," ujar Agnes.

 

Sementara itu Kepala Satpol PP KBB Asep Sehabudin menyebut jika pihaknya saat ini tengah menelusuri dimana dan kapan tepatnya deklarasi tersebut dilaksanakan oleh massa dari FPI.

 

"Kalau untuk informasi sudah dapat, tapi kami juga harus menelusuri dimana terjadinya, waktunya kapan, jadi itu hanya baru berita saja. Karena kami juga belum tahu posisi kegiatan itu dimana lokasinya," tutur Asep.

 

Pihaknya menyebut belum bisa menindak peserta deklarasi ataupun memberikan sanksi pada penyelenggaranya sebab perlu dipastikan dulu darimana sisi pelanggarannya.

 

"Nanti akan dilihat dulu dari sisi mananya terjadi pelanggaran. Jadi sekarang lagi ditelusuri jam berapa kegiatannya dan segala macamnya. Intinya kami menindaklanjuti informasi dulu itu, baru sebatas itu dulu sekarang," tegas Asep. []



 

SANCAnews – Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode yang terus bergulir seiring wacana amendemen UUD 1945.

 

Menurut mantan ketua pertama Mahkamah Konstitusi (MK) itu, perpanjangan masa jabatan presiden tidak mungkin terjadi.

 

“Soal perpanjangan masa jabatan presiden, itu tidak mungkin, tidak bisa dan tidak mungkin. Apalagi, Pak Jokowi juga sudah marah-marah, enggak mau dia. Marah dia, tersinggung, begitu lho,” kata Prof Jimly saat berbincang dengan JPNN.com, Rabu (8/9).

 

Dia menilai isu tersebut hanya akan menimbulkan perselisihan antara yang pro dengan yang kontra. Terlebih lagi bila isu tersebut terus digoreng-goreng dengan tujuan yang bermacam-macam.

 

“Misalnya, orang yang mau goreng-goreng, maksudnya macam-macam. Ada yang mau menjilat, ada yang kemudian menentang, itu jadi terpancing. Padahal, enggak ada dan enggak mungkin,” tutur Prof Jimly.

 

Eks ketua DKPP itu membeberkan alasan kenapa perpanjangan masa jabatan itu tidak mungkin terjadi.

 

Pertama. karena semua partai sudah punya calon. Kedua, wacana itu tidak sejalan dengan agenda reformasi. “Tidak mungkin, kenapa? Ya, itulah misinya reformasi, pembatasan masa jabatan. Dan kedua, tidak ada partai yang mau,” ucap Prof Jimly.

 

Oleh karena itu, publik jangan terpancing memperdebatkan sesuatu yang tidak ada. Sebab, itu hanya buang-buang waktu, apalagi dengan emosi.

 

“Partai mana coba? PDIP yang paling besar, kan sudah punya calon. Kedua, Golkar, sudah punya calon. Ketiga, Gerindra, sudah punya calon juga,” kata tokoh asal Sumatera Selatan itu.

 

Ketua umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu menambahkan, memperdebatkan isu yang dibuat-buat tersebut dengan emosi hanya akan menimbulkan permusuhan.

 

“Makanya, setop itu wacana tiga periode itu,” tandas Prof Jimly Asshiddiqie.

 

Pada Senin, 2 Desember 2019, Presiden Jokowi menegaskan tanggapannya atas wacana penambahan masa jabatan presiden maksimal tiga periode.

 

“Ada yang bilang presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga (maknanya) menurut saya; satu ingin menampar muka saya, yang kedua ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka. Dan yang ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja,” tegas Jokowi, di Istana Merdeka. (fajar)



 

SANCAnews – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah dua kali menyampaikan somasi ke Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti yaitu pada 26 Agustus dan 2 September 2021 dengan batas waktu 5x24 jam. Sehingga, hari ini Luhut akan mengambil keputusan perihal somasi tersebut.

 

Somasi kedua dilakukan karena Luhut merasa tidak puas dengan jawaban Haris Azhar. Juniver mengatakan dalam somasinya, Luhut meminta Haris menjelaskan mengenai motif, serta maksud dan tujuan dari unggahan di akun YouTube pribadinya yang berjudul 'Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!'. Ia merasa judul itu adalah berisi fitnah, penghinaan, pencemaran nama baik, berita bohong yang telah merugikan Luhut.

 

"Itu tidak dijawab. Malahan jawabannya itu tidak relevan dengan somasi kami. Jawabannya hanya dikatakan bahwa motifnya itu dikarenakan ada datanya," kata Juniver pada 3 September 2021.

 

Ia menyebut bahwa Haris mengundang Luhut atau pengacara untuk memberikan penjelasan atau klarifikasi di chanel Youtube milik yang bersangkutan. "Kita diundang mengklarifikasi di YouTube-nya. Ini jawaban yang tak sesuai dengan somasi kita, tidak relevan dengan somasi kita," kata Juniver.

 

Juniver mengatakan di negara demokrasi, hak berekspresi memang dibebaskan. Namun ia mengatakan hal tersebut harus dilakukan dengan bermartabat dan beretika. Ia ingin baik Haris maupun Fatia meminta maaf atas ucapan mereka dan unggahan video tersebut. Namun jika hal tersebut tidak dilakukan, maka pihaknya mempertimbangkan jalur pidana.

 

"Kita akan mempertimbangkan (jalur pidana). Tentu harus ada akhir dari permasalahan ini. Kalau tak ada perdamaian, tentu ini secara hukum yang sebetulnya kami tak harapkan," kata Juniver

 

Adapun dalam video Haris bersama koordinator KontraS Fatia Maulida, Haris membahas hasil riset sejumlah organisasi, seperti KontraS, Walhi, Jatam, YLBHI, Pusaka tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI AD di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi daerah Blok Wabu di Intan Jaya, Papua.

 

Fatia menyebutkan bahwa ada sejumlah perusahaan yang bermain tambang di kawasan tersebut. Salah satunya PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki Luhut.

 

“Tobacom Del Mandiri ini direkturnya purnawirawan TNI namanya Paulus Prananto. Kita tahu juga Toba Sejahtera Group dimiliki sahamnya salah satu pejabat kita, namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan,” ujar Fatia. Ia juga mengatakan, bisa dibilang Luhut bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini.

 

Haris Azhar mengatakan data-data soal Luhut perihal dugaan tambang di Papua, bukan hal baru. "Laporannya sudah dipublikasi di website Jatam, KontraS, Walhi, dan lain-lain. Laporan mereka ada sumber datanya," kata Haris Ahad, 29 Agustus 2021.

 

Ia mengatakan data itu sudah lebih dulu dipublikasikan bahkan sebelum wawancara dengan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti berlangsung. Data yang dimaksud Haris bertajuk “Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya”. Laporan ini diluncurkan pada 12 Agustus oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama #BersihkanIndonesia. Para peneliti melakukan kajian cepat terkait operasi militer ilegal di Papua dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik. (tempo)




SANCAnews – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan Holywings Kemang tidak boleh beroperasi hingga pandemi Covid-19 selesai. Sanksi itu dijatuhkan karena Restoran dan Bar itu melanggar protokol kesehatan saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Level 3 di Ibu Kota.

 

"Kami tidak akan membiarkan yang seperti ini untuk melenggang tanpa kena sanksi yang berat. Tidak boleh beroperasi, titik. Sampai pandemi ini selesai karena telah menunjukkan tidak punya sikap tanggung jawab," kata Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Rabu (8/9/2021).

 

Menurut dia, pelanggaran tersebut tidak hanya sekedar menerobos aturan namun dinilai mengkhianati upaya jutaan orang yang berpartisipasi menjaga protokol kesehatan.

 

"Ini mengkhianati usaha jutaan orang selama berbulan-bulan. Jadi Holywings dan semacamnya, dia telah mengkhianati jutaan orang yang bekerja setengah mati, di rumah, terus kemudian tempat ini difasilitasi. itu betul-betul merendahkan usaha semua orang," Anies menegaskan.

 

Anies sedang membahas sanksi tidak hanya diterapkan kepada pengelola usaha tetapi juga pengunjung dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi.

 

"Ke depan yang nanti akan kena sanksi bukan saja pengelolanya, tapi mereka yang berada di tempat itu akan diblok, sehingga tidak bisa pergi dan mendatangi tempat manapun juga selama batas waktu tertentu," ujar Anies.

 

Harapannya, lanjut dia, para pelanggar tersebut dapat berdiam di rumah karena tidak bisa bepergian ke sejumlah lokasi yang memerlukan tanda masuk menggunakan aplikasi, "Sanksinya apa? Ya di rumah saja, belajar disiplin jangan pergi-pergi," ucapnya.

 

Sebelumnya, petugas Satuan Polisi Pamong Praja menindak Holywings Kemang, Jakarta Selatan karena melanggar protokol kesehatan PPKM Level 3. Petugas Satpol PP kemudian membekukan sementara operasional Holywings Kemang selama PPKM berlangsung di Ibu Kota.

 

Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin berharap pembekuan sementara tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi pihak lain untuk tetap mematuhi prokes secara ketat.

 

"Ini pembelajaran kepada pihak-pihak lain. Jangan kemudian melakukan pelanggaran protokol kesehatan karena akan menimbulkan dampak yang luas khususnya menyangkut keselamatan nyawa setiap orang," tutur Arifin.

 

Selain pembekuan izin, pihak pengelola juga dikenakan denda sebesar Rp50 juta, yang telah dibayarkan langsung oleh pengelola. (suara)



 

SANCAnews – Kejadian pria diamankan polisi seusai membentangkan poster keluhan ke Jokowi mengingatkan pada sosok warga di Lembata, NTT yang juga pernah menyampaikan seruan untuk Presiden Jokowi.

 

Kendati keduanya sama-sama pernah menyampaikan pesan yang ditujukan untuk Presiden Jokowi, nasib yang dialami keduanya ternyata sangat bertolak belakang.

 

Diketahui, saat Jokowi mengunjungi makam Bung Karno di Blitar, seorang peternak yang menanti kedatangan orang nomor satu di Indonesia itu membentangkan poster berisi aspirasi dan keluhan kepada presiden.

 

Sayangnya, aksi tersebut justru berimbas hal tak diinginkan. Seorang anggota polisi yang melihat aksi peternak itu langsung merampas poster tersebut dan mengamankan peternak tersebut.

 

Adapun isi poster yang dibentangkan itu ialah keluhan warga meminta bantuan kepada Presiden Jokowi agar bisa membeli jagung peternak dengan harga yang wajar.

 

"Pak Jokowi bantu peternak beli jagung dengan harga wajar," tulisnya dalam poster tersebut, dikutip Suara.com, Rabu (8/9/2021).

 

Diberi jaket oleh Jokowi

 

Beda nasib dengan peternak yang ditahan polisi, seorang warga di Lembata NTT justru mendapatkan jaket dari Presiden Jokowi usai meneriakkan kata-kata 'lanjutkan 3 periode'.

 

Pemuda yang diketahui bernama Jackson Boleng tersebut dihadiahi jaket berwarna coklat muda milik orang nomor satu di Indonesia itu seusai dirinya berteriak secara spontan 'lanjutkan 3 periode'.

 

Pernyataan itu ia sampaikan saat Presiden Joko Widodo dan rombongan melintas dihadapannya untuk meninjau lokasi banjir bandang di Kampung Lamanele.

 

Publik menyayangkan

 

Melihat perbedaan nasib dua warga yang memuji dan mengeluh pada Jokowi, publik resah. Salah satu akun Twitter menyoroti hal ini dan menuliskan cuitan demikian;

 

"Posternya salah sihhhh, harusnya teriak 3 periode biar dapat jaket," ujar akun tersebut sambil menyandingkan berita tentang dua warga tersebut.

 

Tak hanya warganet tersebut, akun Twitter Roy Suryo dan Komunitas Santri Gus Nadir juga menyampaikan pendapat senada.

 

"Ini tindakan yg berlebihan. Warga mengangkat poster yang isinya minta bantuan ke Pak Jokowi. Isinya sopan. Tidak mengancam keselamatan Presiden. Tidak mengganggu ketertiban umum. Gak perlu dirampas posternya dan orangnya ditangkap. Harus ada briefing dari Kapolri kepada anak buahnya," tulis akun Twitter yang dikelola oleh komunitas santri Gus Nadirsyah Hosen.

 

"Setelah sebelumnya Heboh MURAL yang lebay dihapus-hapus dimana-mana, siang tadi POSTER pun dirampas dan rakyat yang hanya sekadar menyuarakan aspirasinya diamankan aparat. Padahal apa-apa yang ditulis sangat realistis di kondisi ini: 'Pak Jokowi, Bantu Peternak beli jagung dengan Harga Wajar' AMBYAR," tulis Roy Suryo dalam cuitannya. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.