Latest Post


 

SANCAnews – Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima Indonesia) Ray Rangkuti masih meragukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menolak usulan amendemen 3 periode.

 

Bukan tanpa alasan, menurutnya, penolakan Jokowi atas amandemen tidak terdengar argumentatif, subtantif, dan prinsipil.

 

“Umumnya alasan presiden menolak amandemen itu lebih bersifat tekhnis saja,” ujarnya kepada GenPI.co, Senin (6/9).

 

Menurut Ray Rangkuti, presiden takut ditafsirkan bahwa seolah amandemen itu demi kepentingan dirinya sendiri.

 

Tidak hanya itu, Ray Rangkuti juga ragu karena pengalaman revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang seketika disahkan oleh Jokowi.

 

“Awalnya presiden menyatakan tidak setuju dengan revisi UU KPK, tapi akhirnya terlibat penuh dalam pembahasannya,” katanya.

 

Selain itu, dirinya juga menyoroti pernyataan presiden terkait hasil Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat agar pegawai KPK bisa diangkat menjadi ASN.

 

“Dia bilang tidak dijadikan sebagai sarat rekrutmen staf KPK. Ternyata tidak sepenuhnya dilaksanakan oleh KPK, tokoh juga dicuekin oleh presiden,” tuturnya.

 

Oleh sebab itu, menurut Ray, dalam beberapa kasus ucapan presiden saat ini tidak menggambar kan sikap beliau setelahnya.

 

“Bisa berubah seiring dengan situasi yang berkembang. Belum lagi soal rencana revisi UU ITE yang sampai sekarang sudah tidak terdengar kelanjutannya,” tandasnya. []



 

SANCAnews – Jelang pensiunnya Marsekal Hadi Tjahjanto, publik mulai bertanya-tanya membahas terkait sosok pengganti Panglima TNI pilihan Presiden Jokowi.

 

Dalam mencari pengganti Panglima TNI kali ini, tampaknya Jokowi harus lebih berhati-hati lantara berpotensi menimbulkan polemik kecemburuan di tubuh TNI. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf.

 

Secara khusus, dia menyampaikan terkait sosok yang tepat untuk menggantikan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

 

Al Araf menilai, berdasarkan tradisi yang ada, seharusnya pergantian Panglima TNI bisa dilakukan dengan pola bergiliran.

 

Pola tersebut dilakukan tak lain untuk menghindari adanya kecemburuan dalam tubuh TNI.

 

Nantinya, apabila di tubuh TNI sudah ada kecemburuan maka bisa mengganggu berbagai keharmonisan dan soliditas organisasi.

 

“Kalau tidak dilakukan bergiliran, akan menimbulkan kecemburuan antar angkatan di dalam tubuh TNI yang akan mengganggu soliditas organisasi,” kata Al Araf dikutip Hops dari Genpi pada Senin, 6 September 2021.

 

Lebih jauh, Al Araf juga menyarankan agar TNI perlu sosok yang dapat mendorong proses reformasi dan transformasi.

 

Dengan begitu maka akan terjalin rasa hormat pada hak-hak asasi manusia, terutama terkait penggantian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto

 

“Proses reformasi dan transformasi TNI itu kewenangan dilakukan oleh otoritas sipil. Namun TNI dan Panglima TNI perlu mendukung dan tidak resisten dalam proses reformasi dan transformasi,” ujarnya.

 

Kendati demikian Al Araf menegaskan, dalam hal pergantian Panglima TNI ini memang menjadi hak prerogratif Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan perlu persetujuan DPR.

 

Namun satu hal yang perlu digaris bawahi oleh pihak Jokowi maupun DPR bahwa pemilihan Panglima TNI perlu mendengarkan masukan dari publik dan lembaga lainnya.

 

Dalam hal ini untuk memberikan gambaran soal berbagai kinerja calon panglima TNI nanti, di antaranya soal pelanggaran HAM, korupsi, hingga integritas.

 

“Perlu juga mendengarkan masukan suara sura publik dan lembaga independen terkait yang memberikan catatan pelanggaraan HAM, korupsi, dan integritas,” imbuhnya. (hops)



 

SANCAnews – Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan segera memasuki masa pensiun di Desember 2021. Bursa calon Panglima TNI pun mulai ramai dibahas publik.

 

Wakil Ketua Komisi I DPR Anton Sukartono mengatakan, pihaknya hanya melakukan fit and proper test atau uji kelayakan. Sementara sosok Panglima TNI selanjutnya sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden Jokowi.

 

"Penilaian siapa sosok terbaik sebagai Panglima TNI sepenuhnya merupakan wewenang Presiden Jokowi," kata Anton saat dimintai tanggapan, Senin (6/9).

 

Namun, Anton memiliki catatan. Selama Jokowi menjadi presiden dan sudah ada tiga kali pergantian Panglima TNI, belum pernah matra laut dipilih menjadi Panglima TNI.

 

"Sejak Jokowi dilantik menjadi Presiden pada 2014, sudah tiga kali jabatan Panglima TNI berganti. Namun, tak sekalipun dalam periode tersebut matra Angkatan Laut menjabat Panglima TNI," ungkapnya.

 

"Sebelumnya Panglima TNI diisi Jenderal Gatot Nurmantyo serta Jenderal Moeldoko yang keduanya berasal dari matra Angkatan Darat. Saat ini, jabatan Panglima TNI diisi oleh dari matra Angkatan Udara, Marsekal Hadi Tjahjanto," tambahnya.

 

Siapa calon potensial Panglima TNI?

 

Anton berpandangan, memang dari ketiga kepala staf matra TNI yang ada saat ini, yang paling terlihat performanya adalah KSAD Jenderal Andika Perkasa. Hal ini, menurut Anton, terlihat dari upaya Andika dalam meningkatkan keahlian para prajurit di TNI AD dan pembenahan SDM di lingkungan matra Darat.

 

Meski demikian, Anton juga menilai performa KSAL Laksamana Yudo Margono juga bagus. Ia menyoroti sikap Yudo tenang, berperan aktif menjaga stabilitas keamanan di perairan wilayah NKRI, yang salah satunya dengan melakukan pengawasan kapal asing yang masuk ke wilayah teritorial Indonesia.

 

Selain itu, Yudo juga menjadi sorotan karena mengamankan wilayah ZEE dari pencurian sumber daya alam tanpa izin. Namun terlepas dari performa keduanya, Anton menegaskan baik Andika dan Yudo memiliki peluang yang sama.

 

"Pak Yudo berkomitmen memastikan TNI akan terus menjaga Laut China Selatan agar terus kondusif, walaupun saat ini Republik Rakyat China tengah membuat rancangan undang-undang (RUU) soal penjaga pantai atau coast guard yang akan ditugaskan di Laut Cina Selatan," urai Politikus Demokrat ini.

 

"Pak Andika dan Pak Yudo adalah putra terbaik bangsa dan memiliki peluang yang sama untuk diusulkan menjadi Panglima TNI," pungkasnya.

 

Hingga saat ini, surpres pergantian Panglima TNI belum dikirim Presiden Jokowi ke pimpinan DPR. Per 3 September, belum ada surpres pergantian Panglima TNI yang dikirim ke Kompleks Parlemen, Senayan. (kumparan)



 

SANCAnews – Advokat Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana membeberkan fakta adanya unsur pesanan dalam putusan kepada eks pentolan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

"Pemesannya adalah rezim yang sedang berkuasa," ujar Eggi Sudjana di Jalan Matraman, Jakarta Pusat, Senin (6/9/2021).

 

Selain itu, Eggi juga menegaskan tingkat plagiarisme yang dilakukan majelis hakim pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam putusan eks pentolan FPI Habib Rizieq Shihab perkara Rumah Sakit Ummi, Bogor, Jawa Barat, sebanyak 95 persen.

 

"Hanya ganti kata pelaku jadi terdakwa," ungkap Eggi

 

Timnya berharap adanya keadilan.

 

Selain itu, Eggi menegaskan untuk bidang yudikatif harus tetap dihukum.

 

Hal yang sama dijelaskan Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan.

 

Dirinya menuding hakim telah mengcopy-paste dari artikel di laman Hukumonline dan skripsi mahasiswa.

 

"Kami mendesak pihak-pihak yang terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Komisi III DPR RI untuk menindaklanjuti temuan plagiat dalam putusan pengadilan a quo sesuai dengan kewenangannya," terangnya.

 

Chair menjelaskan unsur plagiarisme itu terdapat di bagian pertimbangan hukum dari majelis hakim di perkara Nornor 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim. (genpi)



 

SANCAnews – Polri mempersilakan Ustadz Yahya Waloni mengajukan permohonan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, itu merupakan hak Yahya Waloni selaku tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama.

 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono menyerahkan sepenuhnya kepada majelis hakim untuk menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka Yahya Waloni yang dalam gugatan praperadilan tersebut.

 

"Hak dari tersangka, nanti kita uji di pengadilan," kata Argo kepada wartawan, Senin (6/9/2021).

 

Yahya Waloni sebelumnya mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

 

Gugatan praperadilan Yahya Waloni diajukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadapnya yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri.

 

Kuasa hukum Yahya Waloni, Abdullah Alkatiri mengatakan, permohonan gugatan praperadilan ini telah diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/9/2021) pagi.

 

"Alasan diajukan permohonan tersebut adalah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang pada pokoknya menyatakan bahwa lembaga praperadilan berwenang untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka sebagai pintu masuk upaya paksa lainnya seperti penangkapan, penahanan maupun penyitaan," kata Abdullah kepada wartawan, Senin (6/9/2021).

 

Abdullah sendiri menilai penetapan tersangka hingga penahanan yang dilakukan oleh penyidik terhadap Yahya Waloni tidak sah. Pasalnya, kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka hingga ditahan tanpa adanya pemanggilan dan pemeriksaan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dalam KUHAP.

 

"Penangkapan yang tidak sesuai due process of law dapat dibenarkan pada kejahatan ejahatan yang luar biasa (Extra Ordinary Crime) seperti teroris, narkoba, human trafficking ataupun kejahatan yang tertangkap tangan," ujarnya.

 

"Sedangkan Ustadz Yahya Waloni ditetapkan sebagai tersangka kemudian dilakukan penahanan. Hanya karena ustadz melakukan ceramah sehubungan dengan kajian secara ilmiah tentang Bible Kristen di dalam masjid, tempat khusus ibadah orang muslim (exclusive), yang dalam ceramahnya beliau menyinggung Bible Kristen yang ada sekarang ini sesuai kajian beliau adalah palsu (bukan asli) dan hasil kajian di tempat khusus tersebut," imbuhnya.

 

Terlebih, Abdullah mengklaim jika video yang dituding berisi konten ujaran kebencian dan penodaan agama itu juga bukan diunggah atau disebar oleh Yahya Waloni.

 

"Yang mana yang dikenakan oleh pasal-pasal (yang dilaporkan) tersebut adalah yang menyebarkan bukan yang membuat pernyataan," kata dia.

 

Penangkapan Yahya Waloni

 

Yahya Waloni ditangkap oleh penyidik Dit Tipidsiber Bareskim Polri di kediamannya yang berlokasi di Perumahan Permata Cluster Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada 26, Agustus 2021 sore.

 

Dia ditangkap atas kasus ujaran kebencian dan penodaan agama yang dilayangkan oleh Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme pada Selasa, 27 Apri 2021 lalu.

 

Seusai ditangkap, Yahya Waloni digelandang ke Bareskrim Polri sekitar pukul 18.26 WIB.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono berdalih penetapan tersangka dan penangkapan terhadap Yahya Waloni baru dilakukan, yakni lantaran penyidik perlu cermat dalam menangani kasus ini.

 

"Polri harus profesional, bicara profesional harus dengan cermat melakukan ini semua. Ini dilakukan, yang penting adalah semua laporan itu ditanggapi," kata dia di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/8/2021) lalu.

 

Dalam perkara ini, penyidik menjerat Yahya Waloni dengan pasal berlapis. Pasal yang dipersangkakan sama seperti YouTuber Muhammad Kece yang juga terjerat dalam kasus ujaran kebencian dan penodaan agama dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.

 

Keduanya dijerat dengan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

 

Belum sehari mendekam di tahanan, Yahya Waloni langsung dibantarkan ke Rumah Sakit (RS) Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Dia dilarikan kerena terserang penyakit jantung yang sudah lama dideritanya. (suara)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.