Latest Post



SANCAnews – Wakil Sekjen Persaudaraan Alumni (PA) 212 Novel Bamukmin menantang Presiden Jokowi membebaskan Habib Rizieq Shihab (HRS) tanpa syarat.


Novel menjelaskan Habib Rizieq bukan tipe penjilat sehingga tidak akan meminta pengampunan kepada Jokowi atas penolakan banding perkara swab test RS UMMI Bogor, Jawa Barat, di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

 

Diketahui, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada HRS dalam perkara swab test di RS UMMI.

 

"Beliau tidak mau membuat partai serta bukan tipe penjilat karena urusan hakim PN Jaktim beliau nyatakan banding, tidak mau meminta pengampunan dari presiden," ujar Novel Bamukmin melalui pesan singkat kepada JPNN.com, Kamis (2/9).

 

Menurut salah satu tokoh Front Persaudaraan islam atau FPI versi baru itu, jika Jokowi mau membebaskan HRS sejatinya menunjukkan sikap kenegarawanan.

 

"IB HRS bebas tanpa syarat dan itu adalah sikap negarawan sejati kalau Jokowi bisa lakukan itu," tutur Novel Bamukmin.

 

Novel juga menyampaikan kalimat yang seolah menanggapi pernyataan Ketua Yayasan Keadilan Masyarakat Ferdinand Hutahaean.

 

Ferdinand sebelumnya mengatakan bahwa pemerintah tidak ada kaitannya dengan putusan pengadilan kasus HRS. Karena menurutnya, memang HRS bukanlah sosok yang perlu ditakuti.

 

"Apalagi, kalau bicara kepentingan kekuasaan, memangnya Rizieq Shihab itu siapa sih di republik ini. Memangnya dia ditakuti? Bisa mengubah kekuasaan di republik ini? Memang dia bisa dan mampu merombak kekuasaan di republik ini, sehingga pemerintah harus takut pada Rizieq Shihab," tutur Ferdinand, Kamis (2/9).

 

Novel mengatakan, baliho-baliho tokoh asal Petamburan itu beberapa waktu lalu diturunkan oleh aparat, adalah bukti sosok HRS sangat berpengaruh.

 

"IB HRS (Imam Besar Habib Rizieq Shihab) balihonya saja ditakuti apalagi daya gempur perjuangannya karena tegar, tidak terbeli dengan kedudukan dan harta," kata Novel. []




SANCAnews – Habib Rizieq Shihab mengomentari proses hukum yang dijalani Munarman atas kasus dugaan tindak pidana terorisme.


Rizieq menilai perkara terorisme ini sangat kental kaitan dengan kematian sejumlah pengawalnya karena tertembak aparat kepolisian beberapa waktu lalu. Dia menyebut ada sosok jenderal polisi yang panik.

 

“Ada jenderal kencing di celana, dibuatlah drama terorisme Munarman dan kawan-kawan agar pembantaian KM 50 aman dan nyaman,” ujar Habib Rizieq sebagaimana disampaikan Aziz Yanuar selaku kuasa hukumnya, Sabtu (4/9).

 

Habib Rizieq menerangkan, Munarman dan sejumlah mantan anggota FPI dijadikan tersangka kasus terorisme karena sangat tegas mengawal proses hukum kematian pengawalnya.

 

“Munarman dan kawan-kawan tegas soal tragedi KM 50. Mereka bukan teroris,” tegas Habib Rizieq yang juga turut diperiksa dalam perkara terorisme Munarman.

 

Munarman sebelumnya ditangkap Densus 88 Antiteror Mabes Polri di kediamannya kawasan Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Selasa 27 April 2021.

 

Dia ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam tindak pidana terorisme, antara lain pembaiatan di Makassar, Jakarta, dan Medan. (jpnn)




SANCAnews – Penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan Covid-19 menimbulkan ketimpangan. Hal itu dibicarakan publik lantaran kerumunan yang tercipta dalam beberapa kunjungan kerja Jokowi tidak pernah diusut, dan berbeda dengan kejadian lainnya oleh pihak lain.

 

Bahkan, beberapa pihak baru-baru ini menyebutkan, ketidakadilan hukum penegakan protokol kesehatan sangat nampak dari tidak diprosesnya pelanggaran berupa kerumunan dalam kujungan kerja Presiden Joko Widodo ke Cirebon, pada Selasa (31/8).

 

Sementara di sisi yang lain, tindakan hukum berbeda dilakukan karena terciptanya kerumunan dalam acara tabligh akbar di Mega Mendung, yang telah menjerat dan memvonis bekas Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib M. Rizieq Shihab, hukuman kurungan penjara 4 tahun.

 

Persoalan ini juga ikut ditanggapi Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Natalisu Pigai, dalam diskusi series tanya jawab Cak Ulung yang disiarkan kanal Youtube Kantor Berita Politik RMOL ada Kamis (2/9).

 

Mantan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ini menjelaskan beberapa hal di dalam proses penegakan hukum yang nampak jelas terjadi di lapangan, khususnya yang terkait penegakan protokol kesehatan Covid-19 berupa kerumunan.

 

Hal pertama yang dia singgung adalah terkiat dengan peranan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, yang bukan institusi penegak hukum tapi justru pada beberapa kejadian bertindak di luar kewenangannya.

 

"Satgas itu adalah Satuan Tugas Covid yang hanya mengingatkan rakyat untuk melakukan sesuatu yaitu memakai masker, memakai hand sanitizer, atau jaga jarak antara individu dan jaga jarak antar sosial. Tapi di Indonesia itu satgas dimaknai sebagai penegak hukum," ucap Pigai dikutip Sabtu subuh, (4/9).

 

Sebagi contoh, Pigai membandingkan penegakan hukum yang dilakukan terhadap Habib Rizieq dengan momen kunjungan kerja Jokowi ke Maumere beberapa waktu lalu.

 

"Coba bayangkan, Presiden Jokowi misalnya, datang ke Maumere. Dia datang ada kerumunan, Presiden Jokowi datang di tengah kerumunan sudah beberapa kali tapi Satgas tidak mampu mengingatkan sekalipun, tidak bisa melarang. Rakyat melaporkan pun tidak bisa diproses," tuturnya.

 

"Sementara Habib Rizieq atau rakyat-rakyat yang lain yang berada di posisi oposisi, ada kesalahan sedikit justru Satuan Tugas yang menjadi penegak hukum. Padahal Satgas tugasnya hanya mengigatkan," imbuh Pigai.

 

Menurutnya, tidak ada satu pun undang-undang di Republik Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Satgas Covid-19 untuk melakukan penegakan hukum.

 

"Penegak hukum itu polisi, jaksa dan hakim. Jadi kalau ada Satuan Tugas yang melakukan penegakan hukum, maka itu cendrung tidak adil," katanya.

 

Dari ketimpangan penegakan hukum tersebut, Pigai berpendapat bahwa apa yang dialami Habib Rizieq Shihab di tengah pembiaran kerumunan Jokowi adalah sebuah wujud adanya tekanan oleh pihak-pihak yang berkuasa untuk menyetir aparat berwenang, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.

 

"ada tekanan, oleh pihak2 yang berkuasa, oleh satuan tugas oleh tim pendukung pemerintah maka penegakan huku tidak akan adil, tidak akan imbang, tidak akan emngahsilkan proses hukum yang objektifm impasrsial.

 

"Karena itu, beberapa orang yang ada di posisi oposisi dan juga mengkitik pemerintah, ada pelanggaran sedikit terkait prokes, itu (hukum) menjadi alat pemukul," tuturnya.

 

"Proses hukum yang tidak adil, itu dihasilkan karena palu keadilan dimunculkan sebagai alat pemukul," tegasnya menutup. []



SANCAnews – Politikus PDIP Kapitra Ampera menyarankan Habib Rizieq Shihab (HRS) memikirkan ulang rencana mengajukan kasasi atas putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menolak pengajuan banding HRS dalam perkara swab test di RS UMMI Bogor, Jawa Barat.

 

Putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada Senin (30/8) lalu itu memperkuat vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur yang menghukum Habib Rizieq empat tahun penjara. Nah, Kapitra menilai ada baiknya kembali kepada way of life atau jalan hidup manusia dengan berserah diri kepada Tuhan, supaya diberi petunjuk.

 

"Kalau dikembalikan ke sana, ya sudahlah, terimalah ini sebagai suatu takdir, untuk  apa? Untuk menafakuri, apakah ini sebuah early warning dari Allah, atau sebagai rahmat," ucap Kapitra dikutip JPNN.com, Sabtu (4/9).

 

Bila pihak Habib Rizieq kukuh ingin mengajukan kasasi atas putusan banding PT DKI tersebut, Kapitra justru khawatir hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

 

"Kalau dia maju terus, kasasi, segala macam, bisa juga naik hukumannya, bisa lima tahun, enam tahun. Jadi, kembalikan kepada alasan dasar kehidupan, yaitu ketentuan Tuhan," tuturnya.

 

Kapitra juga menyarankan supaya kubu Habib Rizieq jangan terus-terusan berkonfrontasi karena itu justru akan merugikan eks imam besar Front Pembela Islam (FPI) tersebut. "Kalau terus melakukan konfrontasi yang rugi mereka. Kekuatan apa sih, yang dimiliki untuk bisa melawan negara.

 

Mana sih pasukan umat Islam yang sekian puluh juta, katanya. Bohong, enggak ada yang mau mendukung, berkorban mati buat dia itu," ujar eks pengacara Habib Rizieq itu.

 

Menurut pria berdarah Minang itu, Habib Rizieq bisa bermuhasabah. Sebab, mungkin banyak kesalahan-kesalahan selama ini yang selalu dianggap itu bukan kesalahan, atau tata cara perbuatan yang melukai orang.

 

"Sebagai evaluasi, bermuhasabahlah. Kembalikan itu sebuah ketentuan, suratan, terus evaluasi diri, perbaiki diri. Pasti juga sebagai manusia banyak kesalahan-kesalahan selama ini pernah dilakukan," ujar Kapitra.

 

Oleh karena itu, dia memandang sebaiknya vonis itu dijalani saja oleh Habib Rizieq.

 

"Toh, nanti ada apa namanya, ada grasi, akan ada potongan tahanan (remisi). Jadi, saya pikir itu lebih baik daripada banding, kasasi, ribut lagi,' tandas Kapitra. []



 

SANCAnews – Kondisi kesehatan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaanKondisi kesehatan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama Ustaz Yahya Waloni dikabarkan berangsur membaik. Terkini, yang bersangkutan telah dikembalikan ke Bareskrim Polri pada Jumat (3/9/2021) kemarin malam.

 

"Sudah, sudah dikembalikan ke Bareskrim tadi malam," ujar Kabid Pelayanan Medik dan Perawatan Rumah Sakit Polri Kramat Jati Kombes Yayok Witarto saat dimintai konfirmasi, Sabtu (4/9/2021).

 

Meski demikian, Yahya Waloni masih harus tetap minum obat untuk menjaga kesehatannya. Kembalinya Yahya Waloni ke Bareskrim Polri dikarenakan dia masih harus menjalani pemeriksaan, "(Tetap) minum obat," beber Yayok.

 

Sakit Jantung

 

Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri resmi menahan Yahya Waloni. Namun, yang bersangkutan dibantarkan ke RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur akibat pembengkakan jantung.

 

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengemukakan jika Yahya Waloni dibantarkan ke RS Polri sejak Kamis (26/8) malam.

 

"Dilakukan pembantaran tadi malam. Statusnya sudah ditahan, namun karena kesehatannya yang bersangkutan dibantarkan di RS Polri," kata Ramadhan kepada wartawan, Jumat (27/8/2021).

 

Yahya Waloni ditangkap oleh penyidik Dit Tipidsiber Bareskim Polri di kediamannya yang berlokasi di Perumahan Permata Cluster Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (26/8) sore.

 

Dia ditangkap atas kasus ujaran kebencian dan penodaan agama yang dilayangkan oleh Komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme pada Selasa, 27 Apri 2021 lalu.

 

Seusai ditangkap, Yahya Waloni digelandang ke Bareskrim Polri sekitar pukul 18.26 WIB.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono berdalih penetapan tersangka dan penangkapan terhadap Yahya Waloni baru dilakukan, yakni lantaran penyidik perlu cermat dalam menangani kasus ini.

 

"Polri harus profesional, bicara profesional harus dengan cermat melakukan ini semua. Ini dilakukan, yang penting adalah semua laporan itu ditanggapi," kata dia di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/8/2021) pagi tadi.

 

Dalam perkara ini, penyidik menjerat Yahya Waloni dengan pasal berlapis. Pasal yang dipersangkakan sama seperti YouTuber Muhammad Kece yang juga terjerat dalam kasus ujaran kebencian dan penodaan agama dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun penjara.

 

Keduanya dijerat dengan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

 

"Sama (seperti Muhammad Kece). Perilaku tindakannya relatif sama," ujar Rusdi. (suara)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.