Latest Post


 

SANCAnews – Fenomena masyarakat dan pejabat yang berkerumun di masa pandemi Covid 19 ini sangat disayangkan. Apalagi, kerumunan diakibatkan oleh pembagian bingkisan bantuan oleh pejabat negara.

 

Hal tersebut disampaikan anggota DPR RI, Alifuddin berkenaan dengan viralnya masyarakat mengambil bingkisan yang dibagikan Presiden Joko Widodo di parit, Cirebon, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

 

"Kerumunan saat pandemi Covid-19 ini tidak diperbolehkan dan harus mengikuti aturan, karena akan berdampak pada penularan. Apalagi, virus Covid-19 itu akan terus bermutasi, maka jangan ada kerumunan dulu,” ucap Alifuddin kepada wartawan, Jumat (3/9).

 

Adapun pembagian bantuan dengan cara lempar bingkisan yang dilakukan Presiden Joko Widodo hingga membuat warga masuk ke dinilai kurang pantas dilakukan kepala negara.

 

"Gaya atau cara melempar sembako ke rakyat itu kurang etis, dan jangan dicontoh. Baiknya ketika niat berbagi, diringi dengan cara yang baik juga,” tegasnya.

 

Legislator dari Fraksi PAN ini menambahkan, presiden dan lingkarannya perlu memperbaiki data bantuan sosial yang ada di Indonesia. Sebab apa yang dilakukan presiden, maka akan menjadi panutan bagi rakyatnya.

 

Kunjungan kerja Jokowi ke Cirebon terjadi pada 31 Agustus 2021 untuk meninjau vaksinasi Covid-19 dari rumah ke rumah. di tengah kunjungan, Jokowi sempat memberikan bingkisan berupa kaus kepada warga.

 

Warga Kota Cirebon bahkan sampai rela berlumur kotoran terjun ke parit selokan mengambil kaos tersebut. (rmol)



 

SANCAnews – Relawan Jokowi Mania (JoMan) mendukung perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) 2-3 tahun karena pandemi COVID-19. Partai NasDem meminta JoMan tak membuat wacana yang merugikan Jokowi.

 

"Kalau kita sih sampai hari ini masih fokus, sebaiknya semua orang menahan diri untuk membuat opini, membuat wacana, yang pada akhirnya nanti membuat polarisasi antarmasyarakat. Jadi, JoMan artinya saya minta untuk jangan membuat wacana yang pada akhirnya nanti merugikan Pak Jokowi itu sendiri," kata Waketum NasDem, Ahmad M Ali kepada wartawan, Kamis (2/9/2021) malam.

 

Ahmad Ali menilai saat ini penanganan COVID-19 semakin hari semakin baik, artinya bahwa ada optimisme menyelesaikan pandemi. Kecuali, kata Ahmad Ali, pemerintah tidak optimis untuk menangani pandemi, berarti kemudian negara dalam keadaan darurat.

 

"Tapi kalau kita melihat tren beberapa bulan ini, ini kan luar biasa penangannya cukup baik, artinya kita tidak sedang menerapkan undang-undang kedaruratan kan begitu," ujarnya.

 

Wacana perpanjang masa jabatan presiden menurut Ahmad Ali justru seakan-akan keinginan Jokowi, padahal tidak. Sebab, sudah beberapa kali pihak Istana Kepresidenan menegaskan bahwa Jokowi tak mau perpanjang masa jabatan.

 

Kalau kemudian relawan JoMan mewacanakan seperti ini, yang kasihan Pak Jokowi, Pak Jokowi nanti dianggap seakan-akan kemauan Pak Jokowi, padahal secara resmi Presiden lewat juru bicaranya sudah mempertegas Pak Jokowi tidak mau perpanjangan, tidak mau 3 periode. Sampai hari ini sikap itu seperti itu," imbuhnya.

 

Wacana amandemen UUD 1945 sebelumnya merembet ke isu perpanjangan masa jabatan presiden. Presiden Jokowi disebut menolak gagasan-gagasan tersebut. Relawan JoMan mendukung perpanjangan masa jabatan presiden karena pandemi COVID-19.

 

"Jadi durasi jabatan presiden ditambah selama 2 sampai 3 tahun bisa jadi solusi. Ini beda dengan wacana presiden 3 periode yang harus via pemilu. Sementara dana pemilu bisa digunakan dulu untuk stimulan ekonomi dan sosial," ujar Ketum Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer (Noel), kepada wartawan, Kamis (2/9).

 

Noel menyebut penambahan durasi jabatan presiden amat berbeda dengan wacana presiden 3 periode. Noel mengaku dalam posisi menolak presiden 3 periode.

 

Mendukung penambahan masa jabatan presiden, Noel menyebut gagasan ini memerlukan amandemen UUD 1945. Perubahan konstitusi harus diusulkan minimal oleh sepertiga jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat atau 237 dari 711 anggota DPR dan DPD dan ini disebut bukan perkara sulit asal partai-partai setuju. (teropongsenayan)

 



 

SANCAnews – Relawan Jokowi Mania (Joman) mengatakan, aksi bagi-bagi sembako Presiden Joko Widodo merupakan bentuk hadirnya negara terhadap masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Terkait timbulnya kerumunan disebut persoalan lain.

 

"Presiden sebagai kepala negara harus hadir di tengah masyarakat kemudian impact-nya berkerumun itu persoalan lain," kata Ketua Umum relawan Joman, Immanuel Ebenezer saat dihubungi, Jumat (3/9/2021).

 

Ia menilai Jokowi turun langsung membagi-bagikan sembako di tengah pandemi dianggap sebuah hal normal. Menurutnya, jika Jokowi terpapar Covid-19 akibat ulahnya itu merupakan risiko.

 

"Ya enggak masalah. Karena gini jadii sebagai pemimpin harus hadir. Kan presiden risiko misalnya kena covid ya itu kan presiden. Presiden masang badan buat rakyatnya kok. Kok salahin presidennya kecuali presiden bawa penyakit," tuturnya.

 

Lebih lanjut, Immanuel meyakini sebelum Jokowi melakukan aksinya ada mitigasi yang sudah dilakukan sebelumnya. Salah satunya dengan memperhatikan status zona covid di daerah yang dikunjungi.

 

"Nah setiap tempat yang dikunjungi itu presiden selalu yang namanya mitigasi lah ya di daerah situ zona hijau atau tidak. Lantas kemudian berapa yang sudah divaksin kemudian apakah sudah divaksin," tuturnya.

 

"Yang jadi persoalan kan yang belum vaksin lantas bikin kerumunan. Itu yang menyebabkan kluster-kluster baru."

 

Warga Rela Masuk Got

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendatangi rumah sejumlah warga di Kota Cirebon, Jawa Barat, untuk meninjau vaksinasi Covid-19. Warga yang kedapatan bertemu langsung dengan Jokowi mengungkapkan kebahagiaannya.

 

"Rasanya senang didatangi pak Presiden," kata warga Kota Cirebon Rudianto di Cirebon, Selasa (31/8/2021).

 

Rudianto mengaku tidak menyangka kalau kediamannya bakal dikunjungi oleh orang nomor satu di Indonesia itu.

 

Menurutnya meski kunjungan Jokowi hanya sebentar menjadi berkah tersendiri bagi dirinya.

 

Selain mengikuti vaksinasi Covid-19, Rudianto juga senang diberi sembako oleh Presiden Jokowi, dan bisa bertemu secara langsung tanpa harus melihat dari televisi.

 

"Selain didatangi, kami juga diberi sembako," tuturnya.

 

Kunjungan kerja Presiden Jokowi di Kota Cirebon, dilakukan untuk meninjau vaksinasi Covid-19 dari rumah ke rumah.

 

Dalam kesempatan itu, Jokowi juga sempat membagikan kaos. Namun ada kaos yang jatuh ke selokan warga.

 

Warga yang melihat tidak pikir panjang. Pria berambut gondrong langsung masuk ke selokan yang berwarna hitam untuk mendapatkan kaos dari Jokowi.

 

Jokowi Selalu Bertolak Belakang

 

Kepala Advokasi dan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora mengaku tidak heran dengan sikap Jokowi. Bahkan dia menganggap orang nomor satu di Indonesia ini tidak konsisten. Pasalnya, peristiwa kerumunan warga di Cirebon saat acara pembagian sembako terjadi setelah Jokowi secara resmi memperpanjang status PPKM Jawa Bali menekan mobilitas masyarakat dan mencegah kerumunan guna menekan penularan Covid-19.

 

"(Presiden) Jokowi memang selalu begitu, bertolak belakang, apa yang dibilang dengan apa yang dilaksanakan," tegas Nelson saat dihubungi Suara.com, Selasa (31/8/2021).

 

Nelson lantas mempertanyakan, para pemerintah daerah dan pasmpares yang seolah membiarkan kerumunan itu terjadi.

 

"Paspampresnya ke mana? Orang daerah di kantor bupati, kantor gubernur itu ke mana? Kok bisa dibiarkan,"ujarnya.

 

Kegiatan Jokowi bagi-bagi sembako,  yang menyebabkan kerumunan juga pernah terjadi di Terminal Grogol, Jakarta Barat pada Selasa (10/8/2021)l alu. Kejadian tersebut juga sehari pengumuman PPKM diperpanjang. []



 

SANCAnews – Wacana amendemen UUD 1945 yang mengarah aturan penambahan masa jabatan presiden tiga periode kembali memanas.

 

Jika wacana tersebut terjadi, peluang Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa maju kembali.

 

Menanggapi itu, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Jansen Sitindaon menegaskan SBY sudah jelas tidak akan maju lagi sebagai capres.

 

"Kalau Pak SBY sudah clear (tidak akan maju sebagai capres lagi). Case closed," kata Jansen dalam diskusi di televisi swasta, Kamis (2/9).

 

Seperti diketahui, SBY bisa maju lagi sebagai calon presiden (capres) jika periode masa jabatan presiden jadi ditambah menjadi 3 periode.

 

Hal ini mengingat SBY menjabat sebagai Presiden baru 2 periode yakni periode 2004-2009 dan 2009-2014.

 

Jansen Sitindaon mengatakan, selama SBY menjabat presiden dan Partai Demokrat mampu menjaga nilai-nilai demokrasi seperti pembatasan masa jabatan Presiden tetap hanya 2 periode.

 

"Ketika Undang-Undang Dasar kita amandemen 4 kali, yang pertama kali diamandemen adalah soal 2 periode ini tadi," ujarnya.

 

"Dan memang dalam sejarah ketatanegaraan di dunia ini, ya, semakin lama orang berkuasa itu semakin sewenang-wenang,"sambungnya.

 

Jansen Sitindaon juga menegaskan, tidak ada urgensi mengamandemen UUD 1945 saat ini. (genpi)



 

SANCAnews – Anggota Badan Pengkajian MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, memandang bahwa usulan Amandemen UUD 1945 terutama terkait perpanjangan masa jabatan Presiden terlalu melebar dibahas. Namun demikian, usulan itu sah-sah saja disampaikan oleh berbagai kelompok.

 

"Sebab sebagai Anggota Dewan dan Anggota MPR patokan saya kan ini tata tertib MPR yang mengatur proses amandemen. Selama itu menjadi aspirasi biasa seperti yang dikatakan teman kita Qodari itu bagi kami narasi biasa saja di luar," kata Hendrawan pada program Dua Sisi di tvOne, Kamis 2 September 2021.

 

Menurut Hendrawan, partai politik atau siapa pun tidak bisa membatasi hak berpendapat seseorang, seperti dorongan Direktur Eksekutif Indobarometer Muhammad Qodari yang menginisasi duet Jokowi-Prabowo di Pemilu 2024.

 

Dan itu pun dinilai saat ini, usul Qodari juga dinilai belum terlalu serius atau konkret secara politik dieksekusi.

 

"Kalau mereka serius pasti mereka melakukan lobi ke partai politik, kelompok DPD dan seterusnya. Dan mereka akan datang dengan usulan yang jelas," kata Hendrawan.

 

Pria yang akrab disapa Prof Hendrawan ini bilang, ketimbang sibuk ribut- ribut membahas polemik tiga periode, sebaiknya publik juga jernih melihat usulan soal ini di masa lampau.

 

Ia pun menyindir Partai Demokrat yang pernah ingin mengajukan tiga periode saat Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat Presiden.

 

"Soal aspirasi 3 periode ini bukan yang pertama. Pada tahun 2009/2010 teman-teman dari Partai Demokrat mewacanakan kemungkinan Pak SBY tiga periode. Dan didukung teman-teman PKS. Saat itu Ruhut Sitompul vokal sekali. Dulu Ruhut masih di Demokrat. Kemudian pada satu titik Marzuki Alie secara jelas mengatakan hentikan keribuatan masa jabatan Presiden ini," ucapnya.

 

Hendrawan menegaskan, sikap partainya sejak awal sudah tegas, jika pun rencana amandemen berlanjut, hanya terbatas supaya menghadirkan kembali Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dalam konstitusi negara. Tidak lebih dari itu.

 

"PDI Perjuangan sangat jelas dan tegas hanya mengusulkan amandemen terbatas khusus untuk mengembalikan Haluan Negara," kata Hendrawan.

 

Di kesempatan yang sama, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, mengatakan bahwa usul masa jabatan Presiden 3 periode yang didorong oleh sejumlah pihak, termasuk M Qodari tidak mengedukasi publik.

 

PKS, kata Mardani, berpandangan masa jabatan Presiden harus dibatasi, "Justru ketika diajukan Pak Jokowi dengan Pak Prabowo saja, (mereka) sudah bersatu sebetulnya. Dan faktanya kita tidak melambung juga, masih berat juga," tutur Mardani

 

"Dua periode cukup, karena kita belajar dari sejarah betapa napsu serakah selalu ingin lebih. Padahal banyak kok pemimpin yang sama lebih baik dari dua tokoh ini," sambung Mardani. (viva)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.