Latest Post


 

SANCAnews Salah satu kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Novel Bamukmin, menilai putusan sidang banding jauh dari keadilan dan diduga sarat dengan kepentingan politik penguasa untuk tahun 2024. Namun, kuasa hukum HRS tetap akan terus berjuang mengikuti persidangan sampai tahapan akhir.

 

"Kepentingan politik 2024 yang sudah berakselerasi dari sekarang dan ini bisa dibuktikan isyarat para penjilat rezim ini untuk mengkriminalisasi IB HRS," tegas Novel saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (1/9).

 

Kemudian, Novel mengatakan, isyarat itu sudah saya sampaikan ke Komisi Yudisial (KY) saat dimulainya persidangan HRS dan ternyata tepat. Karena, kata dia, vonis terhadap petinggi eks Front Pembela Islam (FPI) sangat tepat seperti yang telah diisyaratkan oleh yang dianggapnya sebagai para penjilat rezim.

 

"Saya kembali meminta kepada KY untuk segera menyelidiki para hakim baik hakim PN Jaktim kecuali yang satu hakim yang telah wafat yang telah memvonis IB HRS 4 tahun," pinta Novel.

 

Menurut Novel, vonis terhadap kliennya diduga kuat vonis tersebut sebagai pesanan para cukong dan juga hakim pengadilan tinggi DKI Jakarta. Karena, sambungnya, putusannya masih sama dengan putuhan hakim PN Jakarta Timur dan fakta itu semakin menguatkan ada dugaan kuat vonis tersebut vonis pesanan para cukong. (republika)




SANCAnews Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam ‘Sahabat Pendukung Munarman’ mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri memberikan kepastian hukum terhadap mantan Sekum Front Pembela Islam (FPI) tersebut.

 

Koordinator TP3 Enam Laskar FPI, Marwan Batubara yang tergabung dalam kelompok itu menyebut, tidak ada kepastian hukum terhadap Munarman sejak ditangkap pada 27 April 2021 lalu, karena dugaan terorisme.

 

“Jadi sementara kami tidak tahu dan bagaimana statusnya sekarang,” kata Marwan di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/9/2021).

 

Dia lantas mengungkit pernyataan Jokowi yang disebutnya sering menyatakan diri sebagai orang yang Pancasilais.

 

“Kita paham, kita sama-sama tahu apalagi Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan dirinya sebagai Pancasila, ‘saya Pancasila, saya NKRI. Nah negara ini saya kira didirikan oleh founding father itu dan juga merupakan kesepakatan pendiri negara ini adalah negara hukum,” ujarnya.

 

Karena hal itu, dalam kasus Munarman, Marwan mengatakan, tidak bisa melakukan penangkapan secara sembarangan.

 

“Jangan sembarang tangkap kalau memang tadi saya sebutkan, Pak Jokowi bilang Pancasila. Lalu dari Pancasila itu ada kejelasan tentang ini negara hukum, tapi praktiknya justru sangat biadab gitu, tidak beradab ya. Memperlakukan saudara kami itu (Munarman) seolah-olah beliau itu bukan manusia,” tegas Marwan.

 

“Kembali lagi tadi sudah dituntut dalam pernyataan sikap kami, bahwa beliau (Munarman) kami minta untuk segera dibebaskan oleh pemerintah dan saya kira kalau Pak Jokowi memang bukan pemimpin yang hipokrit ya, buktikanlah bahwa Pak Munarman itu saudara kami itu, segera dijelaskan statusnya,” sambungnya.

 

Marwan pun menyebut penangkapan Munarman adalah kesewenang-wenangan dari sebuah kekuasaan.

 

“Kalau memang ini cuma rekayasa, kalau rekayasanya memang tidak jelas, tidak siap tidak canggih, berarti ada masalah dan memang ini hanya rekayasa itu menurut keyakinan kami. Direkayasa untuk ditangkap mentang-mentang berkuasa,” ujar Marwan.

 

“Jadi saya kira oke, Anda berkuasa tapi ingat ada yang lebih berkuasa yaitu Allah SWT. Ingat itu pak Jokowi, yang lebih berkuasa itu ada dan itu keyakinan kami, silakan Anda tidak mau mengoreksi melepaskan Pak Munarman, kami berdoa semoga Allah nanti menjatuhkan hukumnya atau keputusannya yang terakhir,” sambung Marwan dengan suara lantang. (lawjustice)




SANCAnews Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam ‘Sahabat Pendukung Munarman’ mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri memberikan kepastian hukum terhadap Munarman.

 

Marwan Batubara, Koordinator TP3 Enam Laskar FPI yang tergabung dalam kelompok itu menyebut, tidak ada kepastian hukum terhadap Munarman sejak ditangkap pada 27 April 2021 lalu, karena dugaan terorisme. 

 

“Jadi sementara kami tidak tahu dan bagaimana statusnya sekarang,” kata Marwan di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/9/2021).

 

Dia lantas mengungkit pernyataan Jokowi yang disebutnya sering menyatakan diri sebagai orang yang Pancasilais.

 

“Kita paham, kita sama-sama tahu apalagi Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan dirinya sebagai Pancasila, ‘saya Pancasila, saya NKRI. Nah negara ini saya kira didirikan oleh founding father itu dan juga merupakan kesepakatan pendiri negara ini adalah negara hukum,” ujarnya.

 

Karena hal itu, dalam kasus Munarman, Marwan mengatakan, tidak bisa melakukan penangkapan secara sembarangan.

 

“Jangan sembarang tangkap kalau memang tadi saya sebutkan, Pak Jokowi bilang Pancasila. Lalu dari Pancasila itu ada kejelasan tentang ini negara hukum, tapi praktiknya justru sangat biadab gitu, tidak beradab ya. Memperlakukan saudara kami itu (Munarman) seolah-olah beliau itu bukan manusia,” tegas Marwan.

 

“Kembali lagi tadi sudah dituntut dalam pernyataan sikap kami, bahwa beliau (Munarman) kami minta untuk segera dibebaskan oleh pemerintah dan saya kira kalau Pak Jokowi memang bukan pemimpin yang hipokrit ya, buktikanlah bahwa Pak Munarman itu saudara kami itu, segera dijelaskan statusnya,” sambungnya.

 

Marwan pun menyebut penangkapan Munarman adalah kesewenang-wenangan dari sebuah kekuasaan.

 

“Kalau memang ini cuma rekayasa, kalau rekayasanya memang tidak jelas, tidak siap tidak canggih, berarti ada masalah dan memang ini hanya rekayasa itu menurut keyakinan kami. Direkayasa untuk ditangkap mentang-mentang berkuasa,” ujar Marwan.

 

“Jadi saya kira oke, Anda berkuasa tapi ingat ada yang lebih berkuasa yaitu Allah SWT. Ingat itu pak Jokowi, yang lebih berkuasa itu ada dan itu keyakinan kami, silakan Anda tidak mau mengoreksi melepaskan Pak Munarman, kami berdoa semoga Allah nanti menjatuhkan hukumnya atau keputusannya yang terakhir,” sambung Marwan dengan suara lantang. (suara)




SANCAnews Jika amendemen UUD 1945 dilakukan, Persaudaraan Alumni 212 ancam kepung MPR! Apabila amendemen UUD 1945 dilakukan, Persaudaraan Alumni (PA) 212 berencana mengepung gedung DPR/MPR. Ketua PA 212 Slamet Maarif menegaskan, pihaknya menolak keras lantaran saat ini tidak ada urgensi amendemen UUD 1945 dilakukan.

 

“Kami akan melawan lewat jalur konstitusional, sampai dengan langkah mengepung Gedung DPR/MPR apabila terus dilanjutkan,” ungkap Slamet saat dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu 1 September 2021.

 

Secara umum, Slamet mengatakan PA 212 menolak wacana amendemen UUD 1945. Kendati amendemen dilakukan terbatas hanya dengan memasukkan Poin-Poin Haluan Negara (PPHN), PA 212 juga tetap menolak.

 

“Ya, kami menolaklah, apalagi kalau amendemennya hanya untuk memperpanjang jabatan atau menjadi tiga periode kami lebih menolak,” tegasnya.

 

Wacana amandemen UUD 1945 digulirkan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Ia menyampaikan amandemen perlu dilakukan guna menambah kewenangan MPR merumuskan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

 

Setelah wacana bergulir, isu di publik semakin melebar. Desas-desus penambahan masa jabatan presiden menjadi sorotan publik. Penolakan akhirnya terus mengalir dari sejumlah pihak, terutama pakar hukum.

 

Teranyar, Bambang Soesatyo menganggap isu amendemen UUD 1945 telah dipelintir. Ia menegaskan, hanya melontarkan wacana untuk memuat PPHN lewat amendemen. Bukan mengubah masa jabatan presiden.

 

“Diskursus amendemen terbatas untuk menghadirkan PPHN yang kemudian banyak ‘dipelintir’ dan ‘digoreng’ sebagai upaya perubahan periodisasi presiden menjadi tiga kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden, serta isu-isu lain serta kecurigaan yang tidak masuk akal,” beber Bamsoet dalam keterangan resminya, seperti dilansir dari CNNIndonesia, Rabu 1 September 2021. (terkini)



 

SANCAnews Mural berisi gambar dan tulisan 'Urus Rakyatmu Jangan Kau Urus Muralku' di Kabupaten Karawang akhirnya dihapus. Mural tersebut kabarnya dihapus oleh pembuatnya sendiri.

 

Kasat Intel Polres Karawang AKP Agustinus Manurung membenarkan penghapusan mural itu dilakukan oleh senimannya. "Jadi memang benar, telah dihapus oleh senimannya, dan rencana kami akan memediasi aspirasi para seniman muralnya," kata Manurung saat dihubungi melalui telepon selular, Rabu (1/9/2021).

 

Dalam pantauan detikcom, tulisan 'Urus Rakyatmu Jangan Kau Urus Muralku' dihapus oleh cat tembok berwarna kuning, namun masih tampak jelas tulisan tersebut. Sementara untuk mural 'KAPAN TATAP MUKA KAMI SUDAH TIDAK MAMPU MEMBELI KUOTA' tidak tampak dihapus, hanya saja tertutup oleh lapak pedagang cermin.

 

Diberitakan sebelumnya, Sejumlah mural muncul di pusat kota Karawang. Mural-mural ini berisikan gambar dan tulisan yang mengkritisi pemerintah.

 

Pantaun di kawasan pertokoan, Jalan Tuparev, Karawang, mural bergambar sosok lelaki bertopi dibuat di rolling door sebuah toko, dengan tulisan 'URUS RAKYATMU JANGAN URUS MURALKU'. Tidak jauh dari lokasi itu, hadir mural bergambar sosok berseragam SD dengan wajah putih dan kedua matanya ditutup garis merah bertuliskan '404 Not Found' serta 'KAPAN TATAP MUKA KAMI SUDAH TIDAK MAMPU MEMBELI KUOTA' menghiasi tembok pertokoan. Sisi tembok lainnya terdapat tulisan 'MURAL KAMI BERLIPAT GANDA'.

 

Adun (37), penjual cermin di lokasi tersebut, mengatakan mural sosok berseragam SD itu diperkirakan dibuat pada malam hari. "Kayaknya malam hari kang, soalnya kemarin itu masih gambar banteng, bukan anak SD," kata Adun. (dtk)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.