Latest Post


 

SANCAnews Setiap orang yang ketagihan pada peristiwa yang bisa membahagiakan dirinya, maka dia akan terus mengulangi peristiwa tersebut. Bahkan tanpa harus mengukur dampak buruk dari kesenangannya tersebut.

 

Begitu jawab ahli filsafat Rocky Gerung menanggapi aksi lempar bingkisan yang kembali dilakukan Presiden Joko Widodo di Cirebon, Jawa Barat hingga membuat warga masuk ke selokan air yang keruh.

 

Tanggapan Rocky Gerung itu disampaikan saat dirinya berbincang dengan wartawan senior Hersubeno Arief di kanal YouTube Rocky Gerung Official yang diunggah Kamis pagi (2/9).

 

Diurai Rocky Gerung bahwa aksi ini muncul karena ada gejala dalam kepemimpinan. Di mana pemimpin sudah tidak lagi mendapat pujian secara otentik dari rakyatnya. Hingga akhirnya, pemimpin tersebut menemukan cara sendiri agar orang lain bisa memuji dirinya.

 

Kedua, sambungnya, pemimpin memang sedang mencari kegembiraan. Artinya, menyaksikan orang berduyun-duyun mengerumuni mobil, lalu dilempari bingkisan dan mereka berebut adalah bagian dari sebuah kegembiraan.

 

“Itu kegembiraan dia, melihat orang miskin bergerombol di sekitar mobil mewahnya itu dan menunggu dilempari bansos. Kan ini gila,” sambungnya.

 

Secara garis besar, Rocky melihat fenomena bagi-bagi bingkisan langsung secara dilempar ini merupakan gejala dari kekuasaan yang sedang menuju keruntuhan.

 

“Jadi kita mesti terangkan ini secara jujur dengan kemampuan akademis, bahwa presiden terhipnotis oleh ambisinya sendiri untuk melihat bahwa dia masih memimpin,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews Partai Demokrat mengkritik keras cara Presiden Joko Widodo alias Jokowi memberikan bingkisan kepada warga hingga picu kerumunan di tengah pandemi.

 

Seperti kerumunan terjadi ketika Presiden melakukan kunjungan kerja di Kota Cirebon pada Selasa (13/8/2021) lalu.

 

Warga bahkan sampai harus turun ke selokan untuk mendapat bingkisan Jokowi yang dilempar jatuh masuk selokan.

 

Pengurus DPP Partai Demokrat, Taufiqurrahman menilai, cara melempar bingkisan sangat tidak layak dan tidak manusiawi.

 

“Bukan sekali dua pak Jokowi bagi-bagi hadiah kepada rakyat dengan cara yang tidak layak, bahkan di lempar ke got,” ujar Taufiqurrahman dikutip cuitan Twitter-nya, Kamis (2/9/2021).

 

Apalagi saat ini kegiatan yang mengundang kerumunan dilarang karena pandemi Covid-19. Sehingga Jokowi sebagai pemimpin seharusnya memberikan contoh yang baik.

 

“Anda ini pemimpin harus memberi contoh baik atau “ing ngarso sung tulodo” melarang orang bikin kerumunan bahkan sampai berujung di penjara, Anda punya cermin gak sih, ngaca dong,” cetus Taufiq.

 

Adapun, Presiden Jokowi melakukan kunjungan kerja di Kota Cirebon guna memantau vaksinasi di Kampung Pengampaan, Kelurahan Kalijaga, Kota Cirebon.

 

Jokowi sempat membagikan bingkisan kepada warga hingga terjadi kerumunan sekitar jalan Angkasa Raya. Warga pun berdesak-desakan demi mendapatkan bingkisan dari Jokowi. Selain itu, warga juga nekat terjun ke selokan demi mendapatkan bingkisan Jokowi yang dilempar terjatuh ke selokan. (fajar)



 

SANCAnews Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengingatkan jajaran Korps Adhyaksa untuk mengedepankan hati nurani dalam menegakkan hukum dan keadilan. Makanya, ia mengatakan institusinya tidak membutuhkan jaksa yang pintar tapi tidak bermoral, maupun jaksa cerdas namun tidak berintegritas.

 

“Yang saya butuhkan adalah para jaksa yang pintar dan berintegritas. Saya tidak menghendaki para jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat,” kata Burhanuddin melalui keterangannya pada Kamis, 2 September 2021.

 

Ingat, kata dia, rasa keadilan tidak ada dalam text book tetapi ada dalam hati nurani. Nah, sumber dari hukum adalah moral dan didalam moral ada hati nurani.

 

“Jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani karena anugerah termurni yang dimiliki manusia, dan itu cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,” ujarnya.

 

Menurut dia, hati nurani harus menjadi dasar pertimbangan setiap pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas, kewenangan serta mengambil keputusan. Sebab, aparat penegak hukum terkesan telah tega menghukum masyarakat kecil dan orangtua renta atas kesalahannya yang dipandang tidak terlalu berat.

 

“Untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki dan lebih memanusiakan manusia di hadapan hukum, maka penerapan hukum berdasarkan hati nurani adalah sebuah kebutuhan dalam sistem peradilan pidana Indonesia,” jelas dia.

 

Oleh karena itu, Burhanuddin mengatakan Kejaksaan Agung telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai bentuk kristalisasi penerapan hukum berdasarkan hati nurani.

 

“Kita adalah man of law. Pejabat yang paham dan mengerti bagaimana hukum itu diterapkan. Saya yakin, jika kita cermat membaca kelengkapan formil dan materiil, serta konsisten menggunakan hati nurani sebagai dasar pertimbangan setiap proses penuntutan, Kejaksaan akan mampu menghadirkan keadilan hukum yang membawa manfaat sekaligus kepastian hukum untuk semua pihak,” jelas dia. (viva)




SANCAnews Kejadian pembagian sembako bantuan presiden (banpres) di Kota Cirebon saat Kunjungan Kerja (Kunker) Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/8) kembali menimbulkan kerumunan warga, dan dikritisi banyak pihak.

 

Salah satu yang menyampaikan kritikannya ialah Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Refrizal, yang mempertanyakan penindakan hukum atas kejadian kerumunan yang disebabkan kegiatan kepresidenan tersebut.

 

"Pembuat kerumunan ini kebal hukum ya?" tanya Refrizal yang disampaikan melalui akun Twitternya, Rabu malam (1/9).

 

Refrizal lantas kembali bertanya-tanya melihat kegiatan kepresidenan yang dihadiri Jokowi beberapa kali menimbulkan kerumunan warga, dan tidak ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.

 

Hal ini menurutnya berbeda dengan perlakuan terhadap bekas Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS), yang terjerat kasus kerumunan acara tabligh akbar di Mega Mendung, Bogor.

 

"Apakah Hukum kerumunan hanya berlaku pada HRS?" demikian Refrizal. (rmol)



 

SANCAnews Salah satu kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Novel Bamukmin, menilai putusan sidang banding jauh dari keadilan dan diduga sarat dengan kepentingan politik penguasa untuk tahun 2024. Namun, kuasa hukum HRS tetap akan terus berjuang mengikuti persidangan sampai tahapan akhir.

 

"Kepentingan politik 2024 yang sudah berakselerasi dari sekarang dan ini bisa dibuktikan isyarat para penjilat rezim ini untuk mengkriminalisasi IB HRS," tegas Novel saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (1/9).

 

Kemudian, Novel mengatakan, isyarat itu sudah saya sampaikan ke Komisi Yudisial (KY) saat dimulainya persidangan HRS dan ternyata tepat. Karena, kata dia, vonis terhadap petinggi eks Front Pembela Islam (FPI) sangat tepat seperti yang telah diisyaratkan oleh yang dianggapnya sebagai para penjilat rezim.

 

"Saya kembali meminta kepada KY untuk segera menyelidiki para hakim baik hakim PN Jaktim kecuali yang satu hakim yang telah wafat yang telah memvonis IB HRS 4 tahun," pinta Novel.

 

Menurut Novel, vonis terhadap kliennya diduga kuat vonis tersebut sebagai pesanan para cukong dan juga hakim pengadilan tinggi DKI Jakarta. Karena, sambungnya, putusannya masih sama dengan putuhan hakim PN Jakarta Timur dan fakta itu semakin menguatkan ada dugaan kuat vonis tersebut vonis pesanan para cukong. (republika)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.