Latest Post


 

SANCAnews Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengingatkan jajaran Korps Adhyaksa untuk mengedepankan hati nurani dalam menegakkan hukum dan keadilan. Makanya, ia mengatakan institusinya tidak membutuhkan jaksa yang pintar tapi tidak bermoral, maupun jaksa cerdas namun tidak berintegritas.

 

“Yang saya butuhkan adalah para jaksa yang pintar dan berintegritas. Saya tidak menghendaki para jaksa melakukan penuntutan asal-asalan, tanpa melihat rasa keadilan di masyarakat,” kata Burhanuddin melalui keterangannya pada Kamis, 2 September 2021.

 

Ingat, kata dia, rasa keadilan tidak ada dalam text book tetapi ada dalam hati nurani. Nah, sumber dari hukum adalah moral dan didalam moral ada hati nurani.

 

“Jangan sekali-kali menggadaikan hati nurani karena anugerah termurni yang dimiliki manusia, dan itu cerminan dari sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang,” ujarnya.

 

Menurut dia, hati nurani harus menjadi dasar pertimbangan setiap pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas, kewenangan serta mengambil keputusan. Sebab, aparat penegak hukum terkesan telah tega menghukum masyarakat kecil dan orangtua renta atas kesalahannya yang dipandang tidak terlalu berat.

 

“Untuk mewujudkan keadilan hukum yang hakiki dan lebih memanusiakan manusia di hadapan hukum, maka penerapan hukum berdasarkan hati nurani adalah sebuah kebutuhan dalam sistem peradilan pidana Indonesia,” jelas dia.

 

Oleh karena itu, Burhanuddin mengatakan Kejaksaan Agung telah mengeluarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai bentuk kristalisasi penerapan hukum berdasarkan hati nurani.

 

“Kita adalah man of law. Pejabat yang paham dan mengerti bagaimana hukum itu diterapkan. Saya yakin, jika kita cermat membaca kelengkapan formil dan materiil, serta konsisten menggunakan hati nurani sebagai dasar pertimbangan setiap proses penuntutan, Kejaksaan akan mampu menghadirkan keadilan hukum yang membawa manfaat sekaligus kepastian hukum untuk semua pihak,” jelas dia. (viva)




SANCAnews Kejadian pembagian sembako bantuan presiden (banpres) di Kota Cirebon saat Kunjungan Kerja (Kunker) Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/8) kembali menimbulkan kerumunan warga, dan dikritisi banyak pihak.

 

Salah satu yang menyampaikan kritikannya ialah Politisi Partai Keadilan Sejahtera, Refrizal, yang mempertanyakan penindakan hukum atas kejadian kerumunan yang disebabkan kegiatan kepresidenan tersebut.

 

"Pembuat kerumunan ini kebal hukum ya?" tanya Refrizal yang disampaikan melalui akun Twitternya, Rabu malam (1/9).

 

Refrizal lantas kembali bertanya-tanya melihat kegiatan kepresidenan yang dihadiri Jokowi beberapa kali menimbulkan kerumunan warga, dan tidak ditindak tegas oleh aparat penegak hukum.

 

Hal ini menurutnya berbeda dengan perlakuan terhadap bekas Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS), yang terjerat kasus kerumunan acara tabligh akbar di Mega Mendung, Bogor.

 

"Apakah Hukum kerumunan hanya berlaku pada HRS?" demikian Refrizal. (rmol)



 

SANCAnews Salah satu kuasa hukum Habib Rizieq Shihab (HRS), Novel Bamukmin, menilai putusan sidang banding jauh dari keadilan dan diduga sarat dengan kepentingan politik penguasa untuk tahun 2024. Namun, kuasa hukum HRS tetap akan terus berjuang mengikuti persidangan sampai tahapan akhir.

 

"Kepentingan politik 2024 yang sudah berakselerasi dari sekarang dan ini bisa dibuktikan isyarat para penjilat rezim ini untuk mengkriminalisasi IB HRS," tegas Novel saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (1/9).

 

Kemudian, Novel mengatakan, isyarat itu sudah saya sampaikan ke Komisi Yudisial (KY) saat dimulainya persidangan HRS dan ternyata tepat. Karena, kata dia, vonis terhadap petinggi eks Front Pembela Islam (FPI) sangat tepat seperti yang telah diisyaratkan oleh yang dianggapnya sebagai para penjilat rezim.

 

"Saya kembali meminta kepada KY untuk segera menyelidiki para hakim baik hakim PN Jaktim kecuali yang satu hakim yang telah wafat yang telah memvonis IB HRS 4 tahun," pinta Novel.

 

Menurut Novel, vonis terhadap kliennya diduga kuat vonis tersebut sebagai pesanan para cukong dan juga hakim pengadilan tinggi DKI Jakarta. Karena, sambungnya, putusannya masih sama dengan putuhan hakim PN Jakarta Timur dan fakta itu semakin menguatkan ada dugaan kuat vonis tersebut vonis pesanan para cukong. (republika)




SANCAnews Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam ‘Sahabat Pendukung Munarman’ mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri memberikan kepastian hukum terhadap mantan Sekum Front Pembela Islam (FPI) tersebut.

 

Koordinator TP3 Enam Laskar FPI, Marwan Batubara yang tergabung dalam kelompok itu menyebut, tidak ada kepastian hukum terhadap Munarman sejak ditangkap pada 27 April 2021 lalu, karena dugaan terorisme.

 

“Jadi sementara kami tidak tahu dan bagaimana statusnya sekarang,” kata Marwan di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/9/2021).

 

Dia lantas mengungkit pernyataan Jokowi yang disebutnya sering menyatakan diri sebagai orang yang Pancasilais.

 

“Kita paham, kita sama-sama tahu apalagi Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan dirinya sebagai Pancasila, ‘saya Pancasila, saya NKRI. Nah negara ini saya kira didirikan oleh founding father itu dan juga merupakan kesepakatan pendiri negara ini adalah negara hukum,” ujarnya.

 

Karena hal itu, dalam kasus Munarman, Marwan mengatakan, tidak bisa melakukan penangkapan secara sembarangan.

 

“Jangan sembarang tangkap kalau memang tadi saya sebutkan, Pak Jokowi bilang Pancasila. Lalu dari Pancasila itu ada kejelasan tentang ini negara hukum, tapi praktiknya justru sangat biadab gitu, tidak beradab ya. Memperlakukan saudara kami itu (Munarman) seolah-olah beliau itu bukan manusia,” tegas Marwan.

 

“Kembali lagi tadi sudah dituntut dalam pernyataan sikap kami, bahwa beliau (Munarman) kami minta untuk segera dibebaskan oleh pemerintah dan saya kira kalau Pak Jokowi memang bukan pemimpin yang hipokrit ya, buktikanlah bahwa Pak Munarman itu saudara kami itu, segera dijelaskan statusnya,” sambungnya.

 

Marwan pun menyebut penangkapan Munarman adalah kesewenang-wenangan dari sebuah kekuasaan.

 

“Kalau memang ini cuma rekayasa, kalau rekayasanya memang tidak jelas, tidak siap tidak canggih, berarti ada masalah dan memang ini hanya rekayasa itu menurut keyakinan kami. Direkayasa untuk ditangkap mentang-mentang berkuasa,” ujar Marwan.

 

“Jadi saya kira oke, Anda berkuasa tapi ingat ada yang lebih berkuasa yaitu Allah SWT. Ingat itu pak Jokowi, yang lebih berkuasa itu ada dan itu keyakinan kami, silakan Anda tidak mau mengoreksi melepaskan Pak Munarman, kami berdoa semoga Allah nanti menjatuhkan hukumnya atau keputusannya yang terakhir,” sambung Marwan dengan suara lantang. (lawjustice)




SANCAnews Sekelompok masyarakat yang tergabung dalam ‘Sahabat Pendukung Munarman’ mendesak Presiden Joko Widodo memerintahkan Polri memberikan kepastian hukum terhadap Munarman.

 

Marwan Batubara, Koordinator TP3 Enam Laskar FPI yang tergabung dalam kelompok itu menyebut, tidak ada kepastian hukum terhadap Munarman sejak ditangkap pada 27 April 2021 lalu, karena dugaan terorisme. 

 

“Jadi sementara kami tidak tahu dan bagaimana statusnya sekarang,” kata Marwan di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (1/9/2021).

 

Dia lantas mengungkit pernyataan Jokowi yang disebutnya sering menyatakan diri sebagai orang yang Pancasilais.

 

“Kita paham, kita sama-sama tahu apalagi Presiden Jokowi berkali-kali menyatakan dirinya sebagai Pancasila, ‘saya Pancasila, saya NKRI. Nah negara ini saya kira didirikan oleh founding father itu dan juga merupakan kesepakatan pendiri negara ini adalah negara hukum,” ujarnya.

 

Karena hal itu, dalam kasus Munarman, Marwan mengatakan, tidak bisa melakukan penangkapan secara sembarangan.

 

“Jangan sembarang tangkap kalau memang tadi saya sebutkan, Pak Jokowi bilang Pancasila. Lalu dari Pancasila itu ada kejelasan tentang ini negara hukum, tapi praktiknya justru sangat biadab gitu, tidak beradab ya. Memperlakukan saudara kami itu (Munarman) seolah-olah beliau itu bukan manusia,” tegas Marwan.

 

“Kembali lagi tadi sudah dituntut dalam pernyataan sikap kami, bahwa beliau (Munarman) kami minta untuk segera dibebaskan oleh pemerintah dan saya kira kalau Pak Jokowi memang bukan pemimpin yang hipokrit ya, buktikanlah bahwa Pak Munarman itu saudara kami itu, segera dijelaskan statusnya,” sambungnya.

 

Marwan pun menyebut penangkapan Munarman adalah kesewenang-wenangan dari sebuah kekuasaan.

 

“Kalau memang ini cuma rekayasa, kalau rekayasanya memang tidak jelas, tidak siap tidak canggih, berarti ada masalah dan memang ini hanya rekayasa itu menurut keyakinan kami. Direkayasa untuk ditangkap mentang-mentang berkuasa,” ujar Marwan.

 

“Jadi saya kira oke, Anda berkuasa tapi ingat ada yang lebih berkuasa yaitu Allah SWT. Ingat itu pak Jokowi, yang lebih berkuasa itu ada dan itu keyakinan kami, silakan Anda tidak mau mengoreksi melepaskan Pak Munarman, kami berdoa semoga Allah nanti menjatuhkan hukumnya atau keputusannya yang terakhir,” sambung Marwan dengan suara lantang. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.