Latest Post



SANCAnews – Selebaran dengan tulisan 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit' menutupi rambu lalulintas yang terdapat di Jalan Lurah, Kelurahan Karangmekar, Kecamatan Cimahi Tengah, Kota Cimahi.

 

Pada selebaran berbahan dasar kertas HVS itu juga terpampang tulisan yang bunyinya 'melawan COVID-19 dan menolak dibodohi'. Namun ukuran tulisannya sangat kecil sehingga tak terbaca dengan jelas.

 

Berdasarkan pantauan detik.com pada Selasa (31/8/2021) selebaran tersebut ditempel di rambu lalulintas di sebelah kiri jalan. Sementara satu lagi ditempel pada papan promosi sebuah warung makan angkringan.

 

Seorang penjaga toko pakaian tepat di depan selebaran tersebut terpampang, tak diketahui siapa yang memasangnya. Namun yang jelas selebaran tersebut sudah terpasang selama beberapa hari.

 

"Sudah beberapa hari terpasang, tapi enggak tahu siapa yang masangnya," ujar penjaga toko tersebut.

 

Lurah Karangmekar Suwartono mengatakan baru mendapatkan informasi jika di wilayahnya terpasang selebaran tersebut. Pihaknya bakal langsung mengecek keberadaan selebaran tersebut.

 

"Baru tahu informasinya, jadi nanti akan kita cek ke lokasinya," kata Suwartono.

 

Sementara itu Pengamat Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Arlan Siddha mengatakan selebaran tersebut merupakan proyeksi kekecewaan masyarakat terhadap kondisi saat ini.

 

"Itu bentuk kekecewaan masyarakat melihat kondisi real saat ini. Jadi mereka mengekspresikannya dengan mural atau dengan selebaran," ujar Arlan.

 

Namun seharusnya kritikan yang dituangkan ke dalam bentuk mural hingga selebaran juga harus bisa dipertanggungjawabkan oleh sang pembuatnya agar bisa dipertanggungjawabkan.

 

"Kalau hanya selebaran yang tidak tahu dari mana asalnya, nanti negara (pemerintah) menganggap itu hanya perbuatan orang iseng saja," kata Arlan.

 

Meski begitu pemerintah tak boleh abai dengan kritikan yang muncul dari masyarakat. Sebab beragam kritikan yang dituangkan dalam mural maupun selebaran muncul karena kondisi yang terjadi saat ini.

 

"Negara juga tidak boleh abai dengan hal-hal seperti itu karena muncul dari kondisi real saat ini dan perlu ditanggapi serius. Salah satunya memperbaiki pelayanan kesehatan dan publik," pungkas Arlan. []




SANCAnews – Belum lama ini terungkap fakta bahwasanya hakim yang menolak banding Rizieq Shihab adalah justru sosok yang memotong hukuman Pinangki.

 

Seperti diketahui, eks pimipinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, tetap divonis empat tahun penjara dalam kasus swab RS Ummi Bogor.

 

Itu lantaran Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan oleh pihak Rizieq Shihab.

 

“Perkara nomor 210 juga dikuatkan di mana atas nama terdakwa Muhammad Rizieq bin Husein Shihab alias Habib Muhammad Rizieq Shihab dalam perkara di Pengadilan Tinggi Nomor 210 Pidana Khusus tahun 2021 PT DKI, di pengadilan negeri dijatuhi pidana penjara selama 4 tahun terus oleh Pengadilan Tingi dikuatkan dengan putusan nomor 210 pidsus tahun 2021 PT DKI,” ujar pejabat humas PT DKI, Binsar Pamopo Pakpahan, panjang lebar.

 

Hal itu ia katakan di gedung PT DKI, Jalan Letjend Suprapto, Cempaka Putih, Jakpus, pada Senin ini, 30 Agustus 2021, dikutip terkini.id.

 

Selain Rizieq, PT DKI menguatkan vonis menantunya, Hanif Alatas, dan Dirut RS Ummi Andi Tatat, di mana keduanya juga tetap divonis satu tahun penjara.

 

Binsar mengatakan, dalam sidang pagi tadi, jaksa penuntut umum ataupun pengacara Rizieq tidak datang.

 

Lebih lanjut, ia mengatakan pihaknya segera mengirimkan petikan putusan ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

 

Diketahui, majelis hakim yang menolak permohonan banding HRS bernama Haryono, M Yusuf, dan Indah Sulistyowati.

 

Haryono dan M Yusuf ternyata merupakan majelis hakim kontroversial yang telah memotong hukuman Djoko Tjandra dalam kasus Kasus Korupsi Bank Bali.

 

Selain kasus Djoko Tjandra, mereka berdua juga memberikan potongan hukuman terhadap Jaksa Pinangki dalam kasus korupsi dan suap fatwa MA.

 

Menanggapi hal itu, politisi Partai Demokrat, yakni Yan Harahap, akhirnya turut buka suara melalui media sosial Twitter-nya.

 

Di sana, ia menuliskan bahwa koruptor justru diperlakukan istimewa oleh pengadilan Tanah Air, “Memang koruptor itu ‘istimewa’,” tulisnya tampak menyindir.

 

Sementara itu, hukuman yang diterima oleh Rizieq Shihab diketahui memang menuai pro dan kontra dari masyarakat Indonesia. Nah, bagaimana menurutmu? []



 

SANCAnews – Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mensomasi Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar serta Koordinator KontraS, Farida Maulida. Ini terkait pernyataan Harris Azhar dan Farida seputar video Youtube berjudul: Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya.

 

Belakangan Luhut menuntut permohonan maaf dari Haris. Di satu sisi, Haris Azhar menegaskan, dirinya bicara berdasarkan data.

 

Terkait somasi yang dilayangkan Luhut ke Haris Azhar, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menyanyangkan sikap yang dilayangkan Menko Marves. Sebab ini seolah menguatkan ada tren represi yang dilakukan pejabat terhadap kritik yang dilemparkan kepada mereka.

 

“Kalau menurut hemat saya, ketika NGO atau LSM mengutarakan hal tersebut dengan data yang kuat, ini pertanda mohon maaf ada kelompok pejabat yang ingin mengontrol, mengawasi, bahkan menekan pada kalangan orang yang kritis pada mereka,” kata dia dikutip Tagar TV, Selasa 31 Agustus 2021.

 

Seharusnya, tambah Ujang, di negara demokrasi seperti Indonesia, sikap seperti itu tidak dipertontonkan. Apalagi juga sudah menjadi hal yang lumrah jika selama ini kerap ada pelanggaran hukum alias kongkalikong di banyak tambang-tambang negeri ini yang melibatkan pejabat negara kita.

 

“Biasanya kan begitu, dilakukan oleh petinggi-petinggi kita, ada relasi yang kuat antara kekuasaan dengan pengusaha,” katanya.

 

Ujang lebih percaya Haris Azhar ketimbang Luhut

 

Pada kesempatan itu, Ujang juga menyatakan keyakinannya kalau dia sangat percaya dengan data yang dimiliki Haris Azhar terhadap Luhut. Sebab, Haris selama ini dikenal sebagai investigator ulung, dan tak main-main kalau sudah bicara data.

 

“Siapapun kalau enggak salah enggak akan ngapa-ngapain juga. Ini karena dikhawatirkan masalah ini akan semakin mendalam, akan semakin ketahuan, makanya Luhut somasi Haris Azhar,” katanya.

 

“Saya punya keyakinan dia (Haris) punya data yang kuat, dia investigator juga. Dan terkait ucapannya, saya yakin dia akan pertangungjawabkan secara hukum dan politik,” katanya lagi.

 

Ujang lantas mengkritik sikap Luhut yang seolah coba menakut-nakuti pada orang-orang yang getol mengkritiknya. Apalagi sudah menjadi rahasia umum, kata dia, banyak pejabat yang berselingkuh dengan pengusaha.

 

“Kalau pejabat tak siap dikritik, difitnah, ditelanjangi, mohon maaf jangan jadi pejabat,” kata dia. (hops)


 

SANCAnews – Puji-pujian Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Presiden Joko Widodo dinilai sebagian kalangan terlalu berlebihan.

 

Prabowo melihat kebijakan yang diterapkan pemerintah menangani pandemi virus corona baru (Covid-19) sudah sangat baik namun faktanya di lapangan banyak rakyat yang menjerit kelaparan dan hilang pekerjaan.

 

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Alifudin menegaskan PKS tetap istikamah pada sikap sebagai oposisi.

 

PKS melihat pujian banyak ketum parpol pada presiden Jokowi biasa saja karena mereka merupakan anggota partai Koalisi Pemerintah.

 

"PKS tetap bersama rakyat serta terus melayani rakyat sebagai opisisi pemerintah, karena kekuasaan itu perlu dikritik dan diawasi, agar tidak adanya kekuasaan absolut pada rezim sekarang ini,” kata Alifudin kepada wartawan, Selasa (31/8).

 

Alifudin menilai, pujian yang dilontarkan Prabowo kepada Presiden Jokowi merupakan hal yang wajar, lantaran Prabowo merupakan anak buah Jokowi meski sebelumnya menjadi rival dalam kontestasi Pilpres 2019 silam.

 

"Sah-sah saja para ketua umum Partai koalisi pemerintah memuji pemerintah dalam penanganan Covid 19, karena bagian dari koalisi pemerintah, tapi kita liat, banyak mural yang beredar, apa rakyat memuji juga?,” tanyanya.

 

Alifudin pun juga mengungkapkan, masih banyak kekurangan pemerintah dalam menyelesaikan penanganan Covid 19 di Indonesia ini. Misalnya, saat awal Covid juga sangat lambat dalam mengambil kebijakan.

 

"Kalau mau di urut satu-satu, banyak sekali kebijakan yang tidak pro terhadap rakyat apalagi percepatan penanganan Covid 19, kalau yang masih teringat sampai sekarang disaat awal Covid 19 datang ke Indonesia," tambah Alifudin

 

Menurut Alifudin kebijakan vaksinasi pun masih jauh dari harapan, apalagi soal pejabat yang sudah vaksin booster, namun banyak masyarakat yang belum vaksin kesatu.

 

"Kami mengajak kepada masyarakat agar sama-sama mengawal kebijakan pemerintah. Jangan takut kalau benar dan sesuai data, karena keadilan serta kebenaran akan selalu menang," tutup Alifudin. (rmol



SANCAnews – Unjukrasa sejumlah orang terkait pembangunan Masjid At-Tabayyun di Taman Villa Meruya (TVM), ternyata berbuntut panjang. Bukan hanya karena bunyi poster dan spanduk yang dibentangkan saat berlangsung peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebut oleh Gubernur DKI Jakarta, tapi juga karena adanya kata-kata bernada ejekan terhadap umat Islam yang beredar di grup WA warga TVM.

 

Atas sikap intoleran dan kata-kata bernada ejekan warga TVM itu, reaksi keras muncul dari tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma.

 

“Sebagai orang Tionghoa, saya menyayangkan sikap warga Tionghoa di TVM. Sebab ini bukan cuma soal bunyi spanduk dan poster-poster penolakan itu. Atau juga kata-kata bernada provokatif dan ejekan seperti Kadrun, Gakbener, dll yang beredar di grup WA warga TVM itu. Tapi ini sudah menyangkut etika orang Tionghoa,” kata Lieus.

 

Menurut Lieus, sejatinya orang Tionghoa itu sangat menjaga etika dalam kehidupan bermasyarakat. “Tidak pernah ada sejarahnya orang Tionghoa di Indonesia yang menolak pembangunan rumah ibadah umat agama lain,” tegasnya.

 

Karena itulah Lieus sangat menyesalkan dan tidak bisa mengerti kenapa ada sekelompok warga Tionghoa di TVM yang berunjukrasa dan menolak pembangunan masjid di tempat itu.

 

“Meski warga Tionghoa di TVM mayoritas, tidak berarti warga muslim yang minoritas tak boleh membangun rumah ibadahnya di situ. Apalagi mereka sudah mengantongi ijin dari FKUB dan dari Pemprop DKI,” kata Lieus. “Saya khawatir sikap warga Tionghoa itu ada yang mensponsorinya,” tambah Lieus.

 

Seperti diketahui, Masjid At Tabayyun dibangun di atas area fasos seluas 1.078 meter persegi milik Pemprov DKI di kompleks TVM. Pembangunan Masjid sepenuhnya dibiayai swadaya warga muslim di kompleks dan menelan biaya sekitar Rp 10 miliar.

 

Masjid itulah yang pada Jum’at (27/8), dilakukan peletakan batu pertama pembangunannya oleh Gubernur DKI,  Anies Baswedan. Namun di saat acara berlangsung, sekelompok orang yang mengatasnamakan warga TVM berunjukrasa dengan membentangkan spanduk dan poster.

 

Uniknya, usai berunjukrasa, sekelompok warga itu malah minta foto bareng gubernur. Hebatnya lagi, Anies malah dengan ramah melayani permintaan pengunjukrasa itu.

 

“Terus terang saya puji sikap pak Anies yang terbuka dan tak diskrimatif itu. Seharusnya dengan sikap gubernur yang seperti itu  warga TVM meminta waktu untuk berdialog dengan pak Anies. Bukan malah menyebarkan kata-kata Gakbener atau Kadrun di grup WA-nya,” kata Lieus.

 

Apalagi, tambah Lieus, secara hukum pembangunan masjid itu tidak bermasalah. “Kalau hanya karena lokasi atau masalah teknis lainnya, kan bisa dibicarakan baik-baik saja. Tak perlu sampai berunjukrasa yang menimbulkan kesan orang-orang Tionghoa sekarang makin ngelunjak,” kata Lieus.

 

Sebab, kata Lieus lagi, apapun alasannya, unjukrasa penolakan sekelompok orang Tionghoa atas pembangunan masjid di TVM itu akan berimplikasi luas terhadap orang Tionghoa lainnya.

 

“Ini akan semakin menguatkan anggapan bahwa orang Tionghoa itu eksklusif, arogan, tidak toleran dan tak mau membaur. Anggapan seperti akan membahayakan bagi orang-orang Tionghoa lain di luar TVM,” kata Lieus.

 

Karena itulah Lieus meminta warga Tionghoa di TVM untuk lebih mengutamakan dialog ketimbang mengedepankan ego pribadi, apalagi sampai mengeluarkan kata-kata yang menyinggung perasaan dan berpotensi memicu perpecahan.

 

“Cara-cara seperti itu sangat tidak sehat dan tidak sesuai dengan etika orang Tionghoa,” tegas Lieus. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.