Latest Post


 

SANCAnews – Sejumlah tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kompak mendesak polisi menangkap dan memenjarakan Permadi Arya atau Abu Janda.

 

Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Razikin meminta polisi bertindak preventif dan responsif dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan penistaan agama. Mengingat, menurutnya, persoalan tersebut sangat sensitif dan mudah memicu konflik.

 

Lebih jauh, Razikin berpendapat, untuk merajut toleransi keberagamaan di Indonesia, diperlukan ‘biaya’ yang mahal.

 

Itulah mengapa, saat ada yang berusaha merusaknya, maka pihak kepolisian harus segera mengambil tindakan.

 

“Pada titik itu, harus zero toleran terhadap siapapun yang berupaya mengganggu atau mengacak-acaknya. Karena sangat mahal ongkos sosial dan politik yang harus kita tanggung jika terjadi benturan yang berlatar belakang keagamaan," ujar Razikin.

 

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Ia menilai, Indonesia merupakan negara hukum. Tidak ada dan tidak boleh ada individu atau kelompok yang kebal dari aturan tertentu.

 

“Jadi, siapapun yang melanggar hukum dan terbukti bersalah harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Termasuk para buzzer yang justru menimbulkan kekisruhan dan kegaduhan yang berpotensi memecah belah masyarakat,” tutur Mu’ti.

 

Tokoh NU, Umar Hasibuan alias Gus Umar turut mengapresiasi langkah polisi menangkap Muhammad Kece dan Yahya Waloni. Namun, jangan lupa, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Maka, dia meminta buzzer seperti Abu Janda turut mendapat perlakuan serupa.

 

“Okelah penista agama ditangkap, baik Yahya Waloni atau Muhammad Kece. Tapi kenapa buzzer tak tersentuh hukum, why?” kata Gus Umar. (suara)



 

SANCAnews – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, kini telah berusia 76 tahun. Sebagai Ketua, Puan Maharani menegaskan lembaga yang dipimpinnya itu terus akan mendengar, memahami dan menyalurkan aspirasi rakyat.

 

"Tidak ada yang hal utama bagi DPR selain aspirasi rakyat. Di ulang tahun ke-76 ini, DPR akan terus berbenah diri dan terus belajar untuk mendengar, memahami dan menyalurkan aspirasi rakyat," kata Puan dikutip dari Antara, Jakarta, Minggu 29 Agustus 2021.

 

Puan menegaskan komitmen DPR untuk terus berbenah diri di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-76 DPR RI yang diperingati pada Minggu 29 Agustus 2021.

 

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu memastikan lembaga perwakilan rakyat yang dipimpinnya tak akan berhenti melakukan berbagai perbaikan untuk meningkatkan kerja-kerja legislasi, pengawasan dan anggaran, sebagaimana diamanatkan Konstitusi.

 

Puan menyadari masih terdapat berbagai kekurangan dari DPR dalam fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karenanya, segala masukan dan kritik dari masyarakat akan menjadi pelecut DPR untuk bekerja lebih baik lagi.

 

"DPR dipilih langsung oleh rakyat, maka masukan dan kritik dari rakyat adalah ‘vitamin’ buat kami untuk terus belajar menjadi penyambung lidah rakyat yang lebih baik lagi," ujar cucu Bung Karno itu.

 

Lebih lanjut, Puan mengingatkan seluruh wakil rakyat agar mendedikasikan diri untuk kepentingan masyarakat, terlebih di era pandemi COVID-19 sekarang ini.

 

Dia menegaskan, dibutuhkan kerja-kerja tak kenal lelah oleh anggota DPR agar beban rakyat diringankan di masa-masa sulit sekarang ini.

 

"Kami akan mengawasi setiap kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi COVID-19 agar semata-mata bertujuan untuk penyelamatan rakyat dari bencana kesehatan ini, bukan yang lain," tutur Puan.

 

Puan pun mengajak semua anggota DPR RI menjadikan HUT DPR ke-76 ini sebagai momentum untuk bergotong royong dan berbagi di tengah pandemi.

 

"Peringati HUT Ke-76 DPR ini dengan bergotong-royong bersama rakyat yang sedang sulit. Buka dapur-dapur umum, bagikan sembako, obat-obatan, vitamin dan semua yang bisa meringankan beban rakyat di saat pandemi ini," kata Puan.

 

Puan sendiri telah lebih dulu menjalankan program dapur umum dan pembagian sembako di sejumlah daerah tersebut.

 

Sejarah mencatat, kiprah parlemen di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, fungsi legislatif di Indonesia dijalankan oleh Dewan Rakyat bernama Volksraad.

 

Beberapa tokoh nasionalis moderat bahkan menggunakan jalur parlemen lewat Dewan Rakyat tersebut untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.

 

Kemudian di era penjajahan Jepang, fungsi DPR diberikan kepada lembaga bernama Tjuo Sangi-in yang awalnya dibentuk untuk mengawasi kerja pemerintah.

 

Namun, lembaga ini tak berjalan optimal dan hanya mengutamakan kepentingan panglima tertinggi di masa pendudukan Jepang, yakni Saiko Shikikan terkait usaha memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada akhirnya, Tjuo Sangi-in dianggap bukan badan perwakilan apalagi parlemen yang mewakili bangsa Indonesia.

 

Hingga akhirnya Indonesia merdeka, pemerintahan yang berada di bawah pimpinan Presiden Soekarno membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 12 hari setelah proklamasi kemerdekaan.

 

KNIP yang merupakan cikal bakal DPR berdiri pada 29 Agustus 1945. Tanggal peresmian KNIP kemudian dijadikan sebagai tanggal dan hari lahir DPR RI.

 

Di awal pembentukannya, KNIP beranggotakan sebanyak 137 orang dengan dipimpin oleh Kasman Singodimedjo sebagai ketua. Wakil ketua KNIP saat itu adalah Sutardjo Kartohadikusumo, J Latuharhary, dan Adam Malik.

 

Saat ini, DPR RI periode 2019-2024 memiliki 5 pimpinan. Ketua DPR Puan Maharani, dan 4 Wakil Ketua yakni Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, Rachmat Gobel dan Muhaimin Iskandar. [*]




SANCAnews – Pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait dengan tidak membawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke dalam polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) dinilai tepat. Sebab, hal itu akan menambah panjang masalah tersebut.

 

Kontroversi yang tengah terjadi adalah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), meminta agar diangkat langsung menjadi aparatur sipil negara (ASN). Alasannya seleksi dengan tahapan TWK ini mengandung banyak kekeliruan.

 

“KPK, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) telah menjalankan tugas sesuai ketentuan berlaku. Sebanyak 51 dari 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat segera berhentikan dan sisanya harus mengikuti latihan bela negara,” ujar Pakar Hukum Romli Atmasasmita kepada wartawan, Minggu (29/8).

 

Ia pun mengatakan, tindakan ini tidak benar, pasalnya meloloskan 75 orang yang gagal seleksi dikhawatirkan akan membuka ruang pemakzulan kepada Jokowi. Kemungkinan ini dapat terjadi apabila Jokowi mengabulkan permintaan ini.

 

“Meluluskan 75 pegawai yang gagal TWK sama saja dengan menyeret ke jurang impeachment (pemakzulan) karena Presiden melanggar UU (Undang-Undang) ASN, UU KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Alih Pegawai KPK menjadi ASN dan telah bertindak mengintervensi proses uji materil Peraturan Komisioner KPK yang sedang berlangsung di MA,” imbuhnya.

 

Menurutnya, keinginan 75 pegawai KPK yang gagal TWK diangkat langsung menjadi ASN, yang digawangi Novel Baswedan adalah bentuk inkonsistensi. Sebab, mereka sempat menolak revisi UU KPK dan alih fungsi status pegawai, namun saat ini meminta diangkat langsung menjadi ASN.

 

“Suatu hal yang ganjil dan inkonsisten langkah Novel Baswedan dan kawan-kawan yang sejak awal menolak keras revisi UU KPK kemudian menolak keras alih pegawai KPK menjadi ASN. Kemudian memaksa dijadikan ASN dan itu semua menimbulkan dugaan kuat udang di balik batu yang tidak kita ketahui sama sekali dan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa NB cs beranggapan KPK adalah milik mereka,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Moeldoko menyebut KPK sudah melakukan langkah-langkah yang diinginkan Presiden dalam TWK. Para pegawai yang tidak lolos TWK sudah difasilitasi untuk ikut bela negara dan menjadi jalan terakhir persoalan ini.

 

Ia meminta publik berhenti menarik Presiden dalam polemik TWK KPK yang sepenuhnya telah diselesaikan BKN dan KPK. Meskipun berposisi sebagai Kepala Negara bukan berarti berkewajiban menangani secara langsung atas seluruh persoalan di negara ini. (jawapos)



 

SANCAnews – Sejumlah mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengomentari polemik lembaga antirasuah yang kini dinilai mulai hilang kepercayaan publik. Terlebih setelah adanya temuan dari Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komnas HAM yang menyatakan terdapat pelanggaran dalam asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).

 

Para mantan Pimpinan KPK itu berbicara dalam diskusi virtual bertajuk “Menyoal Masa Depan KPK Setelah Temuan Ombudsman dan Komnas HAM” yang digelar secara virtual, Minggu (29/8).

 

Mantan Wakil Ketua KPK Mochamad Jasin menyampaikan, upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah sudah terjadi sejak 2005 lalu. Hal ini menjadi persoalan bagi koruptor, karena KPK berhasil melakukan penangkapan melalui upaya penyadapan.

 

“Amandemen Undang-undang KPK didengungkan sejak 2005, memilih pemimpin tidak berintegritas yang bisa diajak kompromi, seperti pimpinan sekarang, tidak independen, alih status pegawai KPK, tes pegawai KPK melalui TWK, memecat pegawai,” kata Jasin.

 

Jasin juga tak memungkiri, imbas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2018 kini mengalami penurunan.

 

“KPK ada tapi hanya berfungsi sebagai lembaga pencegahan dan tidak mampu memberantas dan mencegah korupsi. Ya contohnya dengan temuan-temuan Ombudsman dan Komnas HAM ini,” cetus Jasin.

 

Dia menyebut, pegawai yang dinilai berintegritas dan berhasil menangkap dua menteri setelah revisi Undang-Undang KPK kini justru nasibnya terkatung. Menurutnya, mereka kini dinonaktifkan usai gagal tes wawasan kebangsaan (TWK).

 

“TWK ini sebagai sarana untuk memecat pegawai,” ucap Jasin.

 

Hal senada juga disampaikan oleh mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang menyebut, kepercayaan publik terhadap KPK di era kepemimpinan Firli Bahuri kini sangat rendah.

 

“Kalau memang kita pingin memberantas korupsi dengan seperti apa yang dimaksud oleh reformasi dengan situasi struktur organisasi seperti sekarang ini dengan yang didalamnya masih bagian dari masalah, anda tidak bisa mengharapkan apa-apa dari KPK,” ujar Saut.

 

“Sudah jelas dari lima (pimpinan KPK), tiga bermasalah. Satu kurang umur okelah nggak apa-apa. Jadi kalau divoting itu yang berintegrity itu cuma satu orang,” imbuhnya.

 

Saut pun tak memungkiri, kemunduran kinerja KPK terjadi semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Dia mengakui, sejak awal dirinya memang tidak setuju dengan disahkannya undang-undang tersebut.

 

“Anda bisa bayangkan, dalam keadaan seperti itu kita mau membersihkan Indonesia yang APBN-nya seperti itu, utang luar negerinya seperti itu, bansosnya seperti itu, kemudian masyarakatnya juga masih sedang sakit. Kemudian mereka bisa mentriger apa?,” tegas Saut.

 

Senada juga disampaikan, mantan Ketua KPK Abraham Samad yang tak menginginkan, lembaga yang pernah dipimpinnya akan punah seperti dinosaurus. Dia menegaskan, KPK salah satu lembaga penegak hukum yang dipercaya publik dalam melakukan pemberantasan korupsi.

 

“Saya tidak heran KPK sekarang ini sudah hilang, seperti dinosaurus yang langka yang punah,” ucap Samad.

 

Samad menjelaskan, masyarakat harus tetap bersatu untuk menjaga keberadaan KPK. Dia tak memungkiri, KPK secara kelembagaan sebelum adanya revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, merupakan lembaga yang memiliki budaya organisasi yang sangat kuat.

 

Saut mencontohkan, sewaktu masih menjabat sebagai Ketua KPK pernah disodorkan surat keputusan (SK) pemberhentian pegawai. Saat itu menduga, SK tersebut merupakan pegawai yang menerima suap, tetapi justru hanya melanggar yang bersifat privasi.

 

“Setelah saya periksa SK itu untuk diberhentikan orang ini hanya melakukan pelanggaran sifatnya privat, dia melakukan perselingkuhan pacaran dengan orang yang ada bukan di KPK, tapi di lembaga lain. Ini yang disebut zero tolerance, sehingga pelanggaran yang sifatnya privat bisa diberikan sanksi pemberhentian. Kalau dilembaga lain mungkin itu hanya SP1,” pungkas Samad. (jawapos)

 



 

SANCAnews – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad tak menginginkan, lembaga yang pernah dipimpinnya itu akan punah seperti dinosaurus. Dia menegaskan, sampai kapan pun KPK harus menjadi lembaga penegak hukum yang dipercaya publik dalam melakukan pemberantasan korupsi.

 

“Saya tidak heran KPK sekarang ini sudah hilang, seperti dinosaurus, binatang yang langka dan punah,” kata Samad dalam diskusi daring, Minggu (29/8).

 

Samad menjelaskan, masyarakat harus tetap bersatu untuk menjaga keberadaan KPK. Dia tak memungkiri, KPK secara kelembagaan sebelum adanya revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, merupakan lembaga yang memiliki budaya organisasi yang sangat kuat.

 

Samat juga mencontohkan, sewaktu masih menjabat sebagai Ketua KPK pernah disodorkan surat keputusan (SK) pemberhentian pegawai. Saat itu menduga, SK tersebut merupakan pegawai yang menerima suap, tetapi justru hanya melanggar yang bersifat privasi.

 

“Setelah saya periksa SK itu untuk diberhentikan orang ini hanya melakukan pelanggaran sifatnya privat, dia melakukan perselingkuhan pacaran dengan orang yang ada bukan di KPK, tapi di lembaga lain. Ini yang disebut zero tolerance, sehingga pelanggaran yang sifatnya privat bisa diberikan sanksi pemberhentian. Kalau dilembaga lain mungkin itu hanya SP1,” papar Samad.

 

Samad juga tak memungkiri, setelah adanya revisi UU KPK bukan hanya kewenangannya saja yang diubah, tetapi budaya organisasi juga dirusak dengan alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dia lantas meminta KPK yang kini dikomandoi Firli Bahuri untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komnas HAM.

 

Sebab Ombudsman telah menyatakan asesmen TWK malaadministrasi. Hal ini juga ditekankan oleh Komnas HAM, yang menyebut terdapat 11 pelanggaran HAM dalam TWK.

 

“Seharusnya dengan adanya rekomendasi dari Komnas HAM dan Ombudsman yang menyatakan merekomendasikan secara tertulis, bukan tersirat, disitu ada pelanggaran berkaitan TWK berkaitan dengan pemberhentian pegawai KPK. Maka seharusnya KPK sebagai rumpun eksekutif melakukan rekomenfasi itu, kalau KPK ini ingin baik kembali seperti semula,” ujar Samad.

 

Dia sangat menyesalkan jika Firli Bahuri Cs tak mengindahkan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM. Menurutnya, memang Firli Bahuri Cs yang menginginkan KPK hancur.

 

“Kalau tidak patuh, bisa disimpulkan pimpinan KPK ini yang meruntuhkan. Kita simpulkan berarti yang tidak menginginkan KPK seperti dulu lagi, yang kuat pemberantasan korupsi,” tegas Samad.

 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron telah menegaskan, pihaknya masih akan menunggu putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menyikapi polemik 57 pegawai KPK yang gagal asesmes tes wawasan kebangsaan (TWK). Sebab 57 orang tersebut hingga kini nasibnya terkatung-katung, karena belum dilantik sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

 

“Sampai ada putusan yang mengikat (pedoman) kami adalah Pasal 69 c Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang memandatkan peralihan status pegawai KPK menjadi ASN itu dilaksanakan dalam waktu paling lambat, jadi lebih cepat lebih bagus, tapi waktu batasnya adalah dua tahun,” tegas Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (20/8).

 

“Apakah kemudian kalau ada hasil yang berbeda berdasarkan putusan MA maupun MK tentu kami akan mengikuti,” imbuhnya.

 

KPK sebagai lembaga penegak hukum, lanjut Ghufron, akan patuh dan taat kepada aturan hukum. Sehingga dalam polemik alih status pegawai menjadi ASN, sampai saat ini KPK masih menunggu putusan MA dan MK.

 

“Sebagaimana kami tegaskan KPK itu penegak hukum menjalankan perintah hukum. Kalau ada hasil yang berbeda berdasarkan putusan MA maupun MK tentu kami akan mengikuti,” klaim Ghufron menandaskan. (fajar)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.