Latest Post



 

SANCAnews – Wakil Ketua I Komite I DPD RI Filep Wamafma menantang Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka-bukaan.

 

Hal itu disampaikan Filep setelah Luhut melayangkan somasi terhadap Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koodintaor KontraS Fatia Maulidiyanti.

 

Menurutnya, reaksi Luhut itu terkesan emosional dan kekanak-kanakan menanggapi kajian cepat yang dilakukan YLBHI, KontraS, LBH Papua dan lainnya.

 

“Ini kajian berdasarkan data yang menyebut nama-nama di balik konsesi tambang di Papua,” kata Filep dilansir dari JPNN (jaringan PojokSatu.id), Minggu (29/8/2021).

 

Legislator asal Papua Barat ini menilai, semestnya Luhut bisa bijak terkait permasalahan dimaksud, “Data ya dilawan dengan data!” tegasnya.

 

Filep menegaskan, dalam hal ini, rakyat Papua sama sekali tidak butuh somasi yang dilayangkan Luhut. Sebaliknya, yang dibutuhkan rakyat di Bumi Cendrawasih itu adalah jawaban dari Luhut.

 

“Data tersebut tidak bisa dianggap main-main jika semua pihak benar-benar ingin memperbaiki Tanah Papua,” tegasnya lagi.

 

Rakyat Papua Makin Melawan

 

Jika data tersebut benar adanya, sambungnya, hal itu akan membangkitkan semangat perlawanan Orang Asli Papua (OAP) terhadap para oligarki.

 

Sebab selama ini kekayaan dan sumber daya alam (SDA) di Papua, khususnya di Intan Jaya, terus menerus dikuras.

 

Sementara masyarakat sipil terus-menerus menjadi korban konflik berkepanjangan antara TNI/Polri dan OPM.

 

Filep mencatat, saat ini di Intan Jaya, terdapat lebih 1.200 masyarakat sipil terdata sebagai pengungsi, termasuk di dalamnya perempuan dan anak-anak.

 

Mereka, bebernya, melarikan diri karena takut jadi korban salah tembak! Semua itu karena banyaknya TNI/Polri yang diturunkan dan terus terjadi baku tembak dengan TPNPB.

 

“Kalau benar ujung-ujungnya semua ini karena motif ekonomi, harus memakan korban berapa banyak lagi?” ungkapnya.

 

Menurut Filep, rakyat manapun tidak ingin dijadikan sebagai objek kepentingan investasi dan politik. Rakyat Papua ingin Sumber Daya Alam yang dimilikinya memberikan kesejahteraan.

 

Sementara yang terjadi saat ini, bukannya kesejahteraan yang didapat. Justru ketakutan menghantui karena adanya konflik yang tak kunjung usai dan rakyat harus menanggung dampaknya.

 

“Data yang mencuat ini momentum pembuktian. Siapa dan apa motifnya,” katanya.

 

“Dan itu bisa membuka mata kita semua tentang problem sesungguhnya di Papua,” tandasnya. (pojoksatu)




 

SANCAnews – Ustaz Yahya Waloni dikabarkan sakit dan dirawat di Rumah Sakit Polri beberapa jam setelah ditahan Bareskrim, Kamis (27/8/2021) malam.

 

Dia dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami pembengkakan jantung. Proses pemeriksaan sosok yang tersandung  kasus dugaan penistaan agama itu kini ditunda untuk sementara waktu.

 

Dengan kondisi itu, istri Yahya Waloni, Mutmainah mengungkapkan permintaan kepada pihak kepolisian.

 

“Keluarga minta semua pihak, biarlah ustaz, bapak berobat intensif dulu. Harapannya bisa diselesaikan dengan baik saja,” kata dia seperti diwartakan Hops.id--jaringan Suara.com, Senin (30/8/2021).

 

Sang Istri mengungkapkan detik-detik Yahya dijemput polisi. Begitu datang ke kediaman mereka, penyidik Bareskrim langsung meminta Yahya Waloni untuk ke Bareskrim untuk diperiksa dalam kasus dugaan penodaan agama.

 

“Ustaz langsung dibawa, kemudian (soal kabar sakit) ya komunikasi dengan mereka. Jadi mereka (Bareskrim Polri) kasih kabar setelah (ustaz) diperiksa, dan langsung ke RS Polri. Jadi diperiksa dulu di Mabes Polri,” ungkapnya.

 

Kuasa hukum Yahya Waloni, Alkatirim engatakan Polri sangat baik dalam melayani dan merawat penceramah asal Manado tersebut.

 

Keluarga pun meminta kepada Polri untuk bijak, menunggu kesehatan Yahya Waloni pulih normal baru kemudian melanjutkan penyidikan kasus dugaan penodaan agama.

 

“Harapan keluarga kepada Polri, supaya jangan missed dengan pihak lain, Ustas Yahya Waloni kan sebelumnya sudah sakit, sakitnya jantung. Kebetulan penyidikan proses berjalan, dia sedang sakit. Jadi sebaiknya bantu dulu penyembuhan Ustad Yahya Waloni, baru lanjutkan penyidikannya,” tegasnya. []


 

SANCAnews – Sejumlah tokoh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) kompak mendesak polisi menangkap dan memenjarakan Permadi Arya atau Abu Janda.

 

Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Razikin meminta polisi bertindak preventif dan responsif dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan penistaan agama. Mengingat, menurutnya, persoalan tersebut sangat sensitif dan mudah memicu konflik.

 

Lebih jauh, Razikin berpendapat, untuk merajut toleransi keberagamaan di Indonesia, diperlukan ‘biaya’ yang mahal.

 

Itulah mengapa, saat ada yang berusaha merusaknya, maka pihak kepolisian harus segera mengambil tindakan.

 

“Pada titik itu, harus zero toleran terhadap siapapun yang berupaya mengganggu atau mengacak-acaknya. Karena sangat mahal ongkos sosial dan politik yang harus kita tanggung jika terjadi benturan yang berlatar belakang keagamaan," ujar Razikin.

 

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Ia menilai, Indonesia merupakan negara hukum. Tidak ada dan tidak boleh ada individu atau kelompok yang kebal dari aturan tertentu.

 

“Jadi, siapapun yang melanggar hukum dan terbukti bersalah harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Termasuk para buzzer yang justru menimbulkan kekisruhan dan kegaduhan yang berpotensi memecah belah masyarakat,” tutur Mu’ti.

 

Tokoh NU, Umar Hasibuan alias Gus Umar turut mengapresiasi langkah polisi menangkap Muhammad Kece dan Yahya Waloni. Namun, jangan lupa, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya. Maka, dia meminta buzzer seperti Abu Janda turut mendapat perlakuan serupa.

 

“Okelah penista agama ditangkap, baik Yahya Waloni atau Muhammad Kece. Tapi kenapa buzzer tak tersentuh hukum, why?” kata Gus Umar. (suara)



 

SANCAnews – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, kini telah berusia 76 tahun. Sebagai Ketua, Puan Maharani menegaskan lembaga yang dipimpinnya itu terus akan mendengar, memahami dan menyalurkan aspirasi rakyat.

 

"Tidak ada yang hal utama bagi DPR selain aspirasi rakyat. Di ulang tahun ke-76 ini, DPR akan terus berbenah diri dan terus belajar untuk mendengar, memahami dan menyalurkan aspirasi rakyat," kata Puan dikutip dari Antara, Jakarta, Minggu 29 Agustus 2021.

 

Puan menegaskan komitmen DPR untuk terus berbenah diri di peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-76 DPR RI yang diperingati pada Minggu 29 Agustus 2021.

 

Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu memastikan lembaga perwakilan rakyat yang dipimpinnya tak akan berhenti melakukan berbagai perbaikan untuk meningkatkan kerja-kerja legislasi, pengawasan dan anggaran, sebagaimana diamanatkan Konstitusi.

 

Puan menyadari masih terdapat berbagai kekurangan dari DPR dalam fungsinya sebagai penyalur aspirasi rakyat. Oleh karenanya, segala masukan dan kritik dari masyarakat akan menjadi pelecut DPR untuk bekerja lebih baik lagi.

 

"DPR dipilih langsung oleh rakyat, maka masukan dan kritik dari rakyat adalah ‘vitamin’ buat kami untuk terus belajar menjadi penyambung lidah rakyat yang lebih baik lagi," ujar cucu Bung Karno itu.

 

Lebih lanjut, Puan mengingatkan seluruh wakil rakyat agar mendedikasikan diri untuk kepentingan masyarakat, terlebih di era pandemi COVID-19 sekarang ini.

 

Dia menegaskan, dibutuhkan kerja-kerja tak kenal lelah oleh anggota DPR agar beban rakyat diringankan di masa-masa sulit sekarang ini.

 

"Kami akan mengawasi setiap kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi COVID-19 agar semata-mata bertujuan untuk penyelamatan rakyat dari bencana kesehatan ini, bukan yang lain," tutur Puan.

 

Puan pun mengajak semua anggota DPR RI menjadikan HUT DPR ke-76 ini sebagai momentum untuk bergotong royong dan berbagi di tengah pandemi.

 

"Peringati HUT Ke-76 DPR ini dengan bergotong-royong bersama rakyat yang sedang sulit. Buka dapur-dapur umum, bagikan sembako, obat-obatan, vitamin dan semua yang bisa meringankan beban rakyat di saat pandemi ini," kata Puan.

 

Puan sendiri telah lebih dulu menjalankan program dapur umum dan pembagian sembako di sejumlah daerah tersebut.

 

Sejarah mencatat, kiprah parlemen di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, fungsi legislatif di Indonesia dijalankan oleh Dewan Rakyat bernama Volksraad.

 

Beberapa tokoh nasionalis moderat bahkan menggunakan jalur parlemen lewat Dewan Rakyat tersebut untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia.

 

Kemudian di era penjajahan Jepang, fungsi DPR diberikan kepada lembaga bernama Tjuo Sangi-in yang awalnya dibentuk untuk mengawasi kerja pemerintah.

 

Namun, lembaga ini tak berjalan optimal dan hanya mengutamakan kepentingan panglima tertinggi di masa pendudukan Jepang, yakni Saiko Shikikan terkait usaha memenangkan perang Asia Timur Raya. Pada akhirnya, Tjuo Sangi-in dianggap bukan badan perwakilan apalagi parlemen yang mewakili bangsa Indonesia.

 

Hingga akhirnya Indonesia merdeka, pemerintahan yang berada di bawah pimpinan Presiden Soekarno membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 12 hari setelah proklamasi kemerdekaan.

 

KNIP yang merupakan cikal bakal DPR berdiri pada 29 Agustus 1945. Tanggal peresmian KNIP kemudian dijadikan sebagai tanggal dan hari lahir DPR RI.

 

Di awal pembentukannya, KNIP beranggotakan sebanyak 137 orang dengan dipimpin oleh Kasman Singodimedjo sebagai ketua. Wakil ketua KNIP saat itu adalah Sutardjo Kartohadikusumo, J Latuharhary, dan Adam Malik.

 

Saat ini, DPR RI periode 2019-2024 memiliki 5 pimpinan. Ketua DPR Puan Maharani, dan 4 Wakil Ketua yakni Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad, Rachmat Gobel dan Muhaimin Iskandar. [*]




SANCAnews – Pernyataan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terkait dengan tidak membawa Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke dalam polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) dinilai tepat. Sebab, hal itu akan menambah panjang masalah tersebut.

 

Kontroversi yang tengah terjadi adalah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK), meminta agar diangkat langsung menjadi aparatur sipil negara (ASN). Alasannya seleksi dengan tahapan TWK ini mengandung banyak kekeliruan.

 

“KPK, Badan Kepegawaian Nasional (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) telah menjalankan tugas sesuai ketentuan berlaku. Sebanyak 51 dari 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat segera berhentikan dan sisanya harus mengikuti latihan bela negara,” ujar Pakar Hukum Romli Atmasasmita kepada wartawan, Minggu (29/8).

 

Ia pun mengatakan, tindakan ini tidak benar, pasalnya meloloskan 75 orang yang gagal seleksi dikhawatirkan akan membuka ruang pemakzulan kepada Jokowi. Kemungkinan ini dapat terjadi apabila Jokowi mengabulkan permintaan ini.

 

“Meluluskan 75 pegawai yang gagal TWK sama saja dengan menyeret ke jurang impeachment (pemakzulan) karena Presiden melanggar UU (Undang-Undang) ASN, UU KPK dan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Alih Pegawai KPK menjadi ASN dan telah bertindak mengintervensi proses uji materil Peraturan Komisioner KPK yang sedang berlangsung di MA,” imbuhnya.

 

Menurutnya, keinginan 75 pegawai KPK yang gagal TWK diangkat langsung menjadi ASN, yang digawangi Novel Baswedan adalah bentuk inkonsistensi. Sebab, mereka sempat menolak revisi UU KPK dan alih fungsi status pegawai, namun saat ini meminta diangkat langsung menjadi ASN.

 

“Suatu hal yang ganjil dan inkonsisten langkah Novel Baswedan dan kawan-kawan yang sejak awal menolak keras revisi UU KPK kemudian menolak keras alih pegawai KPK menjadi ASN. Kemudian memaksa dijadikan ASN dan itu semua menimbulkan dugaan kuat udang di balik batu yang tidak kita ketahui sama sekali dan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa NB cs beranggapan KPK adalah milik mereka,” pungkasnya.

 

Sebelumnya, Moeldoko menyebut KPK sudah melakukan langkah-langkah yang diinginkan Presiden dalam TWK. Para pegawai yang tidak lolos TWK sudah difasilitasi untuk ikut bela negara dan menjadi jalan terakhir persoalan ini.

 

Ia meminta publik berhenti menarik Presiden dalam polemik TWK KPK yang sepenuhnya telah diselesaikan BKN dan KPK. Meskipun berposisi sebagai Kepala Negara bukan berarti berkewajiban menangani secara langsung atas seluruh persoalan di negara ini. (jawapos)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.