Latest Post


 

SANCAnews – Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa menyerahkan polemik Bupati Jember Hendy Siswanto ke aparat penegak hukum. Hendy diduga mendapat honor dari pemakaman Covid-19.

 

"Enam hari lalu, inspektorat sudah ke sana (Jember). Dua hari lalu pak inspektur menyampaikan bahwa semua sepakat mengembalikan. Proses selanjutnya kan ada aparat penegak hukum yang akan memproses selanjutnya," kata Khofifah disela meninjau vaksinasi yang digelar IKA Unair bersama Badan Koordinasi Kesejahteraan Sosial (BK3S) di Gedung BK3S , Surabaya, Minggu (29/8/2021).

 

Khofifah memastikan, pihaknya tidak pernah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) maupun Surat Edaran (SE) terkait honor dalam penanganan Covid-19.

 

"Di Pemprov Jawa Timur tidak ada yang berhonor. Tidak ada raker maupun rakor terkait penanganan Covid-19 yang itu berhonor," kata Khofifah.

 

Diketahui, Bupati Jember Hendy Siswanto mengembalikan honor pemakaman Covid-19 yang dia terima sebesar Rp70,5 juta ke kas daerah. Langkah itu juga diikuti sejumlah pejabat Pemkab Jember yang ikut menerima honor.

 

"Sudah dikembalikan ke Kasda. Nominalnya untuk empat orang pejabat, saya, Pak Bupati, Plt Kepala BPBD dan kabidnya, masing-masing Rp70,5 juta. Jadi totalnya ada Rp282 juta," kata Sekda Jember, Mirfano Jumat (27/8/2021).

 

Selain bupati, pejabat yang mengembalikan honor yakni Sekda Jember Mirfano, Plt Kepala BPBD Jember M Jamil dan dua orang kepala bidang di BPBD. Mirfano mengatakan, honor tersebut telah dikembalikan ke kas daerah Kabupaten Jember.

 

Mirfano menyebut menyaksikan langsung staf bendaharanya menyerahkan honor itu ke kas daerah di Bank Jatim Cabang Jember.

 

Menurutnya, honor pemakaman Covid tersebut diterima bukan untuk kepentingan pribadi. Bupati Jember dan penerima honor lainnya menyumbangkan honor tersebut kepada keluarga korban Covid-19. Mirfano mengklaim, uang yang dikembalikan bupati ke kas daerah merupakan uang pribadi.

 

"Sehingga (honor disumbangkan) tersebut yang dilakukan bupati diganti dengan dari uangnya sendiri. Karena uangnya yang dari honor itu juga ikut dikembalikan," kata Mirfano.

 

Mirfano menjelaskan awal mula bupati dan pejabat lainnya mendapat dana pemakaman tersebut. Menurutnya dana itu untuk pengurusan jenazah Covid-19 di bulan Juli 2021. Saat itu ada lebih dari 1.000 pemakaman jenazah Covid-19 .

 

Pemkab Jember harus menjamin tidak boleh ada satu pun jenazah yang terlantar. Di lapangan para petugas pemakaman harus bekerja dari pagi sampai pagi lagi.

 

"Karena pada bulan Juli itu kematian karena Covid-19 rata-rata lebih dari 50 orang per hari, saat puncaknya serangan pandemi. Para petugas pemakaman juga harus berhadapan dengan keluarga yang marah dan sempat ada kekerasan fisik," tutur Mirfano. (lukman hakim). (inews)



 

SANCAnews – Pengacara Juju Purwanto bersama advokat muslim lainnya berencana mengajukan permohonan penangguhan penahanan tersangka kasus dugaan ujaran kebencian dan penodaan agama, Ustaz Yahya Waloni ke penyidik Bareskrim Polri.

 

Permohonan ini akan dilayangkan usai pihaknya menerima surat kuasa dari Ustaz Yahya Waloni.

 

Lebih lanjut, Juju mengemukakan, kekinian pihaknya belum menerima surat kuasa dari Yahya Waloni lantaran yang bersangkutan masih dirawat di Rumah Sakit (RS) Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

 

"Surat kuasa belum ditandatangani beliau karena Jumat lalu di RS Polri, tidak bisa ditemui," katanya kepada Suara.com, Minggu (29/8/2021).

 

Dia menjelaskan, rencana permohonan penangguhan penahanan itu dilakukan dengan pertimbangan kesehatan Yahya Waloni.

 

Sebab menurutnya, kesehatan Yahya Waloni merupakan hal yang perlu diprioritaskan untuk saat ini.

 

"Kami akan ikuti legal step (BAP) berikutnya jika diperlukan, dan tentu siapa kuasanya akan minta penangguhan penahanan atau pembantaran karena kondisi kesehatan beliau. Prioritas adalah  Ustadz Waloni agar kesehatannya pulih dulu," katanya. []



 

SANCAnews – Aparat kepolisian mendapatkan apresiasi publik setelah melakukan penangkapan terhadap M. Kece dan Yahya Waloni dalam kasus dugaan penistaan agama. Polisi dinilai mampu bergerak cepat menangkal keduanya yang viral di media sosial.

 

Usai menangkap Yahya Waloni dan M. Kece, Bareskrim Polri kembali didesak agar memperlakukan hal yang sama terhadap para pegiat media sosial atau buzzer yang selama ini dinilai telah meresahkan masyarakat dengan pernyataan-pernyataan yang dinilai telah melukai umat beragama.

 

Dua pegiat media sosial, Permadi Arya alias Abu Janda dan Denny Siregar dikenal sebagai pendukung pemerintah. Kedua nama itu, dipandang kerap melontarkan pernyataan yang memperkeruh toleransi dan kerukunan umat beragama.

 

Desakan itu salah satunya disuarakan Ketua Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Razikin. Dia meminta agar polisi bertindak preventif dan responsif dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan penistaan agama.

 

"Polisi harus menjawab tuntutan dari masyarakat untuk menangkap Abu Janda dan Denny Siregar," ujar Razikin kepada wartawan, Minggu (29/8).

 

Sebagai bangsa yang kental dengan keberagaman, kata Razikin, perlu kecermatan dan kearifan mengembangkan sikap toleransi serta wawasan multkulturalisme dalam merawat keharmanisan sosial.

 

"Pada titik itu, harus zero toleran terhadap siapapun yang berupaya mengganggu atau mengacak-acaknya. Karena sangat mahal ongkos sosial dan politik yang harus kita tanggung jika terjadi benturan yang berlatar belakang keagamaan," katanya.

 

Hal senada juga diungkapkan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti. Menurutnya, Indonesia adalah negara hukum sehingga tidak ada dan tidak boleh ada individu atau kelompok yang kebal hukum.

 

"Fenomena buzzer adalah konsekwensi perkembangan media sosial dan penggunaan Internet yang sangat masif di masyarakat. Meski demikian, fenomena buzzer lebih banyak mendatangkan mudlarat dibandingkan dengan manfaat dan maslahat. Para buzzer justeru menimbulkan kekisruhan dan kegaduhan yang berpotensi memecah belah masyarakat," katanya.

 

"Saya berharap pihak-pihak tertentu yang mengelola "industri buzzer" dapat menghentikan aktivitas yang kontraproduktif dan provokasi yang tidak mendidik," sambung Abdul Mu'ti.

 

Selain Muhammadiyah, tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Umar Hasibuan juga mengaku sangat mengapresiasi atas tindakan cepat Kepolisian dalam menangkap dua penista agama yakni M. Kece dan Yahya Waloni.

 

Namun, pria yang karib disapa Gus Umar ini, juga merasa bingung dengan penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, orang-orang yang terus mendukung sebuah kepentingan seperti buzzer di media sosial terus berkeliaran dan seperti tidak pernah ditindak pihak kepolisian.

 

Pernyataan ini pun diamini Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie. Dia berharal pihak kepolisian juga bertindak sama dalam menangani kasus atau menanggapi laporan terhadap para Buzzer.

 

"Ada apa dengan kawan-kawan polisi? Tak perlu takut menjebloskan para kelompok buzzer kalau sudah jelas-jelas melanggar UU ITE," tandasnya. (rmol



 

SANCAnews – Sangat mudah bagi Joko Widodo untuk mengamandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan Presiden. Tapi, rakyat juga bisa berbuat seperti yang terjadi di era Presiden Soeharto.

 

Begitu yang disampaikan pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam menanggapi isu amandemen UUD 1945 hingga perpanjang masa jabatan Presiden setelah Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung dengan koalisi pemerintah.

 

Menurut Saiful, sangat mudah bagi Jokowi untuk dapat mengamandemen UUD 1945, termasuk apabila ada keinginan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.

 

"Apalagi parpol pendukung Jokowi bertambah Partai Amanat Nasional, sehingga semakin mudah untuk memperpanjang jabatan Presiden apakah menjadi 3 periode ataupun menambah masa jabatannya untuk kurun waktu 3 tahun mendatang," ujar Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (29/8).

 

Namun kata Saiful, hal tersebut akan menjadi masalah serius karena amandemen konstitusi saat ini dapat dikatakan tidak datang untuk rakyat.

 

"Amandemen konstitusi datangnya dari elite, bukan dari rakyat, sehingga bisa jadi berakibat fatal apalagi apabila menyangkut masa jabatan Presiden," kata Saiful.

 

Saiful mengingatkan, Jokowi bahwa orde baru tumbang karena menyangkut kekuasaan Presiden yang tidak terbatas, sehingga mengakibatkan Soeharto digulingkan oleh rakyat.

 

"Saya mengingatkan jangan sampai isu perpanjangan jabatan Presiden ini membuat rakyat akan lebih sensitif dan bukan tidak mungkin akan melakukan seperti apa yang terjadi pada saat orde baru yang menghasilkan penggulingan pemerintahan Soeharto," pungkas Saiful. []




SANCAnews – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Jansen Sitindaon menanggapi Ketua Umum Partai Demokrat, Prabowo Subianto yang memuji kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Jansen Sitindaon meminta agar Prabowo mengurang-ngurangi sikapnya yang memuji Presiden Jokowi.

 

Menurutnya, politisi yang pernah jadi Capres di Pemilihan 2019 lalu itu cukup bekerja dengan benar di Kementerian Pertahanan.

 

Jansen menyinggung, pada Pilpres 2019 lalu, Prabowo keras mengkritik Jokowi hingga menghentak-hentak meja dalam salah satu kampanyenya.

 

“Karena kemarin kan bapak juga yang begitu kerasnya ke Pak Jokowi sampai hentak-hentak meja segala, sampai semua pendukung ikut. Termasuk kita. Salam,” kantanya melalui akun Twitter Jansen_jsp pada Sabtu, 28 Agustus 2021.

 

Sebelumnya, Prabowo Subianto menyampaikan penilaiannya bahwa kepemimpinan Presiden Jokowi sudah efektif dan di jalan yang benar.

 

Hal itu ia sampaikan saat pertemuan antara Presiden Jokowi dengan para pimpinan Parpol koalisi pada 25 Agustus lalu.

 

“Jadi kepemimpinan Pak Jokowi efektif, Pak. Saya mengakui itu dan saya hormat sama Bapak. Saya lihat. Saya saksi. Saya ikut dalam kabinet, kepemimpinan, keputusan-keputusan Bapak cocok untuk rakyat kita,” ujarnya pada Sabtu, 28 Agustus 2021, dilansit dari Republika.

 

Oleh karena itu, Prabowo menilai bahwa suara-suara yang ingin memperkeruh keadaan itu tidak perlu dihiraukan.

 

“Kita sudah ada di jalan yang benar,” kata penjabat Menteri Pertahanan Republik Indonesia itu.

 

Prabowo juga mengaku optimistis dengan apa yang dilakukan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19 ini.

 

“Bahayanya adalah bahaya dunia, bahaya seluruh manusia, tapi kita mampu menghadapi dan memang kita harus menghadapinya,” tuturnya.

 

Adapun soal kekurangan dalam penanganan, misalnya soal keterlambatan vaksin, Prabowo mengatakan bahwa hal itu juga dihadapi oleh banyak negara.

 

“Keputusan Bapak untuk tidak lockdown keras ini yang memungkinkan kita bisa selamat. Negara lain yang lockdown keras malah mengalami kesulitan,” kata Prabowo.

 

“Jadi kita boleh bangga, prestasi kita baik, Pak. Saya bangga bagian dari pemerintahan ini dan kita gak usah ragu-ragu, Pak,” tambahnya. (terkini)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.