Latest Post


 

SANCAnews Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon mengingatkan janji PDIP soal utang luar negeri.

 

Di mana pada saat kampanye untuk Pemilu 2014, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu berjanji akan membuat APBN tanpa utang luar negeri dan defisit.

 

“Hahaha.. Aku baru tahu ada janji & pernyataan ini. Berita Maret 2014, beberapa bulan sebelum pegang kekuasaan,” kata Jansen dengan menyertakan berita berjudul ‘PDIP Janji dalam 5 Tahun Jadikan APBN Bebas Defisit dan Utang Luar Negeri’ di akun Twitternya, Sabtu (28/8/2021).

 

Anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu pun lantas menyebut saat ini PDIP bersama Jokowi sudah berkuasa selama 7 tahun.

 

“Dan skrg, sebentar lg sudah mau 7 thn pegang kekuasaan. Dan hasilnya?? Kita bersama tahu utang menumpuk parah. Ngomong itu memang enak benar bro!,” sebutnya.

 

PDIP sendiri saat kampanye pemilu 2014 lalu mendeklarasikan platform pembangunan ekonomi jika kelak memegang pemerintahan di pemilu 2014.

 

Konsep itu bernama Pembangunan Semesta Berencana 25 Tahun, yang bertitik tolak dari perwujudan prinsip Trisakti yang diajarkan Bung Karno. Yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

 

Pembangunan Semesta Berencana 25 Tahun itu juga terdiri dari program lima tahunan yang bernama Agenda Strategis Pemerintahan, dan program tahunan lengkap dengan postur anggaran (APBN).

 

Yang pasti, PDI Perjuangan menargetkan, dalam periode lima tahun, Indonesia akan memiliki APBN surplus untuk pertama kali setelah selalu defisit dalam 10 tahun terakhir.

 

“Dalam lima tahun periode pemerintahan, kita sudah dapat mempersembahkan ke masyarakat, APBN yang pasti sudah surplus alias tak defisit,” tegas Ketua DPP PDI Perjuangan M Prakosa, Jumat (7/3/2014).

 

Anggota Tim Penyusun Platform Ekonomi PDIP, Arief Budimanta, menyatakan pihaknya memiliki konsep bahwa APBN yang akan disusun nanti benar-benar prorakyat dan tak terbebani utang luar negeri.

 

Sebab partainya tak mau APBN terus-menerus defisit sehingga ditutup dengan utang. Dengan APBN yang surplus, maka akan lebih menjamin kedaulatan Indonesia sehingga keuangan negara bisa memakmurkan rakyat.

 

Saat itu, hingga akhir 2013 utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp2371,39 triliun. Artinya, rata-rata warga negara Indonesia sudah menanggung utang Rp 8,6 juta.

 

Kini, berdasarkan data Kementerian Keuangan posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB. (fajar)



 

SANCAnews Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengemukakan skenario terburuk terkait dinamika koalisi partai politik menuju Pemilihan Presiden 2024.

 

Refly mengatakan ini sebagai respons atas bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi partai Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Refly membayangkan bahwa akan ada permufakatan yang berpotensi menjadi kejahatan demokrasi di Indonesia.

 

“Kalau misalnya 7 partai itu bermufakat untuk menyingkirkan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Refly Harun dalam live YouTube pada Kamis, 26 Agustus 2021, dilansir dari GenPi.

 

Refly melanjutkan bahwa salah satu caranya adalah tujuh partai politik itu bermufakat untuk mengusung tiga calon.

 

Di mana, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak diikutkan dalam koalisi manapun.

 

“Caranya dengan tidak melibatkan mereka dalam koalisi manapun. Bisa membuat 3 calon dengan 7 parpol tersebut,” ungkap Refly.

 

Setelah terbentuk 3 pasang calon tersebut, menurut Refly, akan ada pembagian dan cawe-cawe kekuasan yang terjadi.

 

“Maka, pesta itu hanya akan ada di oligarki Istana yang saat ini sudah berhimpun menjadi kekuatan partai politik,” palar Refly.

 

“Ini berpotensi menjadi kejahatan demokrasi,” sambungnya.

 

Atas kemungkinan skenario jahat ini, Refly menghimbau seluruh masyarakat sipil dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera menghilangkan presidential treshold.

 

“MK, kalau memang bersumpah bertanggung jawab memberikan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya tidak bisa tidak menghapuskan presidential treshold,” tegas Refly. (terkini)



 

SANCAnews Bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi pemerintah Presiden Joko Widodo, praktis hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sebagai motor oposisi.

 

Walaupun, kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, sekalipun PAN belum bergabung pada pemerintah, kekuatan oposisi juga tidak cukup dikatakan kuat.

 

"Opisisi secara normatif berkurang, hanya menyisakan PKS dan Demokrat, tetapi selama ini sekalipun ada PAN, jumlah komposisi tidak signifikan," ujar Adi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (28/8).

 

Dikatakan Adi, akibat merosotnya gerakan oposisi kini sudah mulai terlihat, yakni dengan banyaknya aktivis jalanan melalui gerakan mural.

 

"Kabar buruknya berkurangnya oposisi di parlemen ini akan melahirkan aktivis jalanan seperti para pekerja mural. Jadi kiblat sekarang opisisi ya pekerja jalanan, bukan lagi mahasiswa, LSM atau aktivis prodemokrasi," jelasnya.

 

Adi menyebutkan, kemunculan aktivis mural juga disebabkan oleh merosotnya gerakan mahasiswa.

 

"Sementara mahasiswa sudah tidak terlampau dihitung kekuatan politiknya, karena hit and run, LSM pun begitu," pungkasnya. []



 

SANCAnews Kekecewaan publik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin meluas. Hal ini ditandai dengan maraknya mural bernada protes terhadap rezim Jokowi yang awalnya hanya di beberapa daerah, kini mulai merambah ke perkotaan.

 

"Mural-mural itu sebagai bentuk kekecewaan pembuatnya atas pengelolaan negara dan penanganan pandemi yang tak beres-beres," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu di Jakarta, Sabtu pagi (28/8).

 

Menurut Dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia ini, fenomena mural tersebut sebagai ekspresi kesusahan dan kegelisahan masyarakat. Bahkan, di pandemi Covid-19 sekarang, masyarakat susah hanya untuk mencari makan.

 

"Makanya mereka melakukan kritik sosial melalui mural. Mengkritik elite melalui mural," demikian Ujang Komarudin.

 

Fenomena mural bernada kritik terhadap rezim Jokowi semakin marak terjadi belakangan ini. Bahkan, mural merambah tidak hanya di daerah-daerah, melainkan sudah merambah ke perkotaan.

 

Setelah ramai mural mirip Jokowi dengan mata tertutup tulisan "404: Not Found", di Tangerang, mural kritis juga ditemukan di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) beberapa waktu lalu. Mural tersebut bertuliskan "Jokowi Gagal! Cuma di era ini koruptor happy selfi". []


 

SANCAnews Wacana amandemen UUD 1945 kembali mencuat. Itu setelah Ketua MPR RI, Bambang Sosesatyo menyinggungnya dalam acara peringatan Hari Konstitusi dan Ulang Tahun MPR ke-76, Rabu (18/8/2021).

 

Terlebih, koalisi pemerintah saat ini dengan bergabungnya PAN hanya membutuhkan 3 kursi DPD RI untuk memuluskan perubahan UUD 1945.

 

Tokoh Nahdatul Ulama (NU), Umar Hasibuan pun mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal pernyataannya pada akhir tahun 2019 lalu.

 

Saat itu, Jokowi yang ditanya soal wacana masa jabatan presiden 3 mengatakan pihak yang memunculkan wacana itu hendak mencari muka ke dirinya.

 

“Sejak awal sudah saya sampaikan bahwa saya produk pemilihan langsung. Saat itu waktu ada keinginan amandemen, apa jawaban saya? Untuk urusan haluan negara, jangan melebar ke mana-mana,” kata Jokowi kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).

 

“Kenyataannya seperti itu kan. Presiden dipilih MPR, presiden 3 periode, presiden satu kali 8 tahun. Seperti yang saya sampaikan. Jadi, lebih baik tidak usah amendemen,” sambungnya.

 

Daripada amandemen UUD 1945 melebar, Jokowi meminta lebih baik berfokus ke tekanan-tekanan eksternal. Jokowi tak langsung menunjuk hidung pihak yang dia maksud, namun dia menyebut ada yang ingin mencari muka hingga menjerumuskannya.

 

“Ada yang ngomong presiden dipilih 3 periode, itu ada 3. Ingin menampar muka saya, ingin cari muka, padahal saya punya muka. Ketiga ingin menjerumuskan. Itu saja, sudah saya sampaikan,” ucap Jokowi.

 

Gus Umar sapaan akrabnya pun berharap, Jokowi masih mengingat pernyatannya itu. Dan tidak memaksakan kehendak dengan merubah konstitusi negara.

 

” Saya berharap @jokowi konsisten menolak amandemen UU ttg perpanjangan jabatan presiden 3 priode. Semoga,” tulis Gus Umar dengan menyertakan potongan video konferensi pers Jokowi.

 

Cuitan Gus Umar itu lantas dikomentari Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

 

Dirinya menyinggung kebiasaan buruk pemerintah saat ini. Di mana ada beberapa kebijakan atau kejadian yang justru berbanding terbalik dengan rencana atau apa yang diucapkan.

 

“Biasanya yg terjadi/dilakukan adalah sebaliknya,” sindirnya. (fajar) 


 

SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.