Latest Post


 

SANCAnews Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan COVID-19 efektif. Ia bersyukur negara Indonesia tidak menerapkan lockdown keras.

 

Prabowo menyampaikan itu dalam pertemuan antara Jokowi dengan para pimpinan parpol koalisi di Istana Negara pada Rabu (25/8) kemarin. Rekaman video pertemuan diunggah kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden pada Sabtu (28/8/2021).

 

"Tapi kami rasa bahwa dengan suara-suara yang ingin memperkeruh keadaan itu tidak perlu dihiraukan, kita sudah berada di jalan benar. Jadi kepemimpinan Pak Jokowi efektif, Pak, saya mengakui itu dan saya hormat sama bapak," kata Prabowo.

 

"Saya lihat, saya saksi saya ikut dalam kabinet kepemimpinan, keputusan-keputusan bapak cocok untuk rakyat kita, saya kira bagus, tim kita di kabinet cukup kompak dan kita kerjanya baik, Pak," ujar Prabowo.

 

Prabowo mengatakan penanganan COVID-19 di negara Indonesia telah tepat meski ada tantangan terkait vaksinasi. Prabowo menilai saat ini penanganan corona telah tepat.

 

"Jadi mohon Bapak jangan ragu-ragu, we are on the right track karena itu masalah COVID-19 saya kira cukup optimistis, bahwa ada kekurangan, ada keterlambatan vaksin itu saya kira yang dihadapi oleh banyak negara," tuturnya.

 

Disamping itu, Prabowo menilai penanganan ekonomi di tengah masa pandemi telah tepat karena negara tidak menerapkan lockdown total. Sebab ia menilai ekonomi Indonesia bisa lebih baik daripada negara yang menerapkan lockdown.

 

"Yang bapak sampaikan ekonomi juga kita optimis cukup baik di bandingkan dengan banyak negara lain itu juga berhubungan pak, keputusan bapak untuk tidak lockdown keras ini yang memungkinkan kita untuk bisa selamat," imbuhnya.

 

"Negara lain yang lockdown keras malah mengalami kesulitan, jadi kita boleh bangga bahwa prestasi kita baik, Pak, saya bangga bagian dari pemerintah ini dan kita gak usah ragu-ragu, Pak," imbuhnya.

 

Sebelumnya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbicara di depan para pimpinan partai politik koalisi. Dia menyampaikan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah mengalami kenaikan.

 

Sebagaimana diketahui, pertemuan antara Jokowi dengan para pimpinan parpol koalisi berlangsung di Istana Negara pada Rabu (25/8) kemarin. Rekaman video pertemuan diunggah kanal YouTube resmi Sekretariat Presiden pada Sabtu (28/8/2021) hari ini.

 

Jokowi menyampaikan perkembangan penanganan pandemi COVID-19, masalah ekonomi, dan juga soal kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.

 

"Saya baru melihat minggu terakhir, indeks kepercayaan pemerintah itu juga naik, dari 97,6 menjadi 115,6," kata Jokowi yang berkemeja batik dan bermasker cokelat. (detik)




SANCAnews Dimasa pandemi Covid-19 sangat tidak elok elit pemerintah justru mewacanakan amandemen UUD 1945, apalagi hanya membahas terkait masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

 

Jika amandemen UUD 1945 terwujud, apalagi pasal krusial penambahan masa jabatan Presiden ditambah justru semakin memperbanyak masalah.

 

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Jansen Sitindaon, saksi sejarah atas koreksi terhadap masa jabatan Presiden hanya dua periode saat ini masih banyak yang hidup.

 

"Dan jika ditelusuri sejarah pembahasan dan perubahan Pasal 7 UUD ini. Tidak ada satupun fraksi atau partai ketika itu yang menolak. Semua sepakat termasuk fraksi TNI/Polri," kata Jansen kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (28/8).

 

Jansen mengingatkan potensi kesewenang-wenangan yang bisa dilakukan oleh pemerintahan yang sedang berkuasa saat ini, antara lain dengan melakukan amandemen UUD 1945 yang sebenarnya tidak ada urgensinya sekarang.

 

"Dalam sejarah ketatanegaraan di dunia, terbukti dalam banyak praktek (termasuk di Indonesia): “habitusnya, semakin lama seorang berkuasa akan semakin sewenang-wenang”," tuturnya.

 

"Itu maka pengawasan yang paling efektif bukan dengan chek and balances tapi dengan membatasi masa jabatan itu sendiri!" demikian Jansen. []



 

SANCAnews Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon mengingatkan janji PDIP soal utang luar negeri.

 

Di mana pada saat kampanye untuk Pemilu 2014, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu berjanji akan membuat APBN tanpa utang luar negeri dan defisit.

 

“Hahaha.. Aku baru tahu ada janji & pernyataan ini. Berita Maret 2014, beberapa bulan sebelum pegang kekuasaan,” kata Jansen dengan menyertakan berita berjudul ‘PDIP Janji dalam 5 Tahun Jadikan APBN Bebas Defisit dan Utang Luar Negeri’ di akun Twitternya, Sabtu (28/8/2021).

 

Anak buah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu pun lantas menyebut saat ini PDIP bersama Jokowi sudah berkuasa selama 7 tahun.

 

“Dan skrg, sebentar lg sudah mau 7 thn pegang kekuasaan. Dan hasilnya?? Kita bersama tahu utang menumpuk parah. Ngomong itu memang enak benar bro!,” sebutnya.

 

PDIP sendiri saat kampanye pemilu 2014 lalu mendeklarasikan platform pembangunan ekonomi jika kelak memegang pemerintahan di pemilu 2014.

 

Konsep itu bernama Pembangunan Semesta Berencana 25 Tahun, yang bertitik tolak dari perwujudan prinsip Trisakti yang diajarkan Bung Karno. Yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

 

Pembangunan Semesta Berencana 25 Tahun itu juga terdiri dari program lima tahunan yang bernama Agenda Strategis Pemerintahan, dan program tahunan lengkap dengan postur anggaran (APBN).

 

Yang pasti, PDI Perjuangan menargetkan, dalam periode lima tahun, Indonesia akan memiliki APBN surplus untuk pertama kali setelah selalu defisit dalam 10 tahun terakhir.

 

“Dalam lima tahun periode pemerintahan, kita sudah dapat mempersembahkan ke masyarakat, APBN yang pasti sudah surplus alias tak defisit,” tegas Ketua DPP PDI Perjuangan M Prakosa, Jumat (7/3/2014).

 

Anggota Tim Penyusun Platform Ekonomi PDIP, Arief Budimanta, menyatakan pihaknya memiliki konsep bahwa APBN yang akan disusun nanti benar-benar prorakyat dan tak terbebani utang luar negeri.

 

Sebab partainya tak mau APBN terus-menerus defisit sehingga ditutup dengan utang. Dengan APBN yang surplus, maka akan lebih menjamin kedaulatan Indonesia sehingga keuangan negara bisa memakmurkan rakyat.

 

Saat itu, hingga akhir 2013 utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp2371,39 triliun. Artinya, rata-rata warga negara Indonesia sudah menanggung utang Rp 8,6 juta.

 

Kini, berdasarkan data Kementerian Keuangan posisi utang pemerintah sampai akhir Juni 2021 sebesar Rp 6.554,56 triliun. Angka tersebut 41,35 persen dari rasio utang pemerintah terhadap PDB. (fajar)



 

SANCAnews Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun mengemukakan skenario terburuk terkait dinamika koalisi partai politik menuju Pemilihan Presiden 2024.

 

Refly mengatakan ini sebagai respons atas bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam koalisi partai Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

 

Refly membayangkan bahwa akan ada permufakatan yang berpotensi menjadi kejahatan demokrasi di Indonesia.

 

“Kalau misalnya 7 partai itu bermufakat untuk menyingkirkan Partai Demokrat dan PKS,” ujar Refly Harun dalam live YouTube pada Kamis, 26 Agustus 2021, dilansir dari GenPi.

 

Refly melanjutkan bahwa salah satu caranya adalah tujuh partai politik itu bermufakat untuk mengusung tiga calon.

 

Di mana, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak diikutkan dalam koalisi manapun.

 

“Caranya dengan tidak melibatkan mereka dalam koalisi manapun. Bisa membuat 3 calon dengan 7 parpol tersebut,” ungkap Refly.

 

Setelah terbentuk 3 pasang calon tersebut, menurut Refly, akan ada pembagian dan cawe-cawe kekuasan yang terjadi.

 

“Maka, pesta itu hanya akan ada di oligarki Istana yang saat ini sudah berhimpun menjadi kekuatan partai politik,” palar Refly.

 

“Ini berpotensi menjadi kejahatan demokrasi,” sambungnya.

 

Atas kemungkinan skenario jahat ini, Refly menghimbau seluruh masyarakat sipil dan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera menghilangkan presidential treshold.

 

“MK, kalau memang bersumpah bertanggung jawab memberikan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, seharusnya tidak bisa tidak menghapuskan presidential treshold,” tegas Refly. (terkini)



 

SANCAnews Bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) ke koalisi pemerintah Presiden Joko Widodo, praktis hanya menyisakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat sebagai motor oposisi.

 

Walaupun, kata Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, sekalipun PAN belum bergabung pada pemerintah, kekuatan oposisi juga tidak cukup dikatakan kuat.

 

"Opisisi secara normatif berkurang, hanya menyisakan PKS dan Demokrat, tetapi selama ini sekalipun ada PAN, jumlah komposisi tidak signifikan," ujar Adi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (28/8).

 

Dikatakan Adi, akibat merosotnya gerakan oposisi kini sudah mulai terlihat, yakni dengan banyaknya aktivis jalanan melalui gerakan mural.

 

"Kabar buruknya berkurangnya oposisi di parlemen ini akan melahirkan aktivis jalanan seperti para pekerja mural. Jadi kiblat sekarang opisisi ya pekerja jalanan, bukan lagi mahasiswa, LSM atau aktivis prodemokrasi," jelasnya.

 

Adi menyebutkan, kemunculan aktivis mural juga disebabkan oleh merosotnya gerakan mahasiswa.

 

"Sementara mahasiswa sudah tidak terlampau dihitung kekuatan politiknya, karena hit and run, LSM pun begitu," pungkasnya. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.