Latest Post


 

SANCAnews – Viral video yang memperlihatkan seorang pria di Aceh memaki Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pria itu menyebut 'Jokowi Kurang Ajar'. Karena video viral itu, kini polisi turun tangan untuk melakukan penyelidikan.

 

Dalam video singkat yang beredar pada hari Rabu (25/8/2021), tampak seorang pria berbicara dikelilingi sejumlah petugas Satpol PP dan polisi. Saat bicara, pria itu mengenakan masker yang diturunkan ke dagu.

 

Awalnya, ia berbicara dengan nada tinggi dalam bahasa Indonesia. Kemudian, ia melanjutkan dengan bahasa Aceh.

 

Seorang pria lain menyuruh pria tersebut untuk mengulangi perkataan yang sebelumnya dilontarkan agar tertangkap kamera.

 

"Jokowi kurang ajar, disuruh bilang (kalimat makian tersebut) sama Bapak ini, disuruh ulang," kata pria tersebut sambil menunjuk ke arah perekam video.

 

"Jokowi kurang ajar. Tangkap saya Jokowi. Kasih tahu Jokowi di sini ada rakyat gila," tambahnya sambil menyodorkan kedua tangannya seolah-olah sedang tertangkap ke kamera.

 

Setelah memaki, pria tersebut berlalu meninggalkan petugas. Belum diketahui siapa perekam video, motif video disebarkan dan pemicu pria di video itu melontarkan kalimat makian ke Presiden Jokowi.

 

Kabid Humas Polda Aceh Kombes Winardy mengatakan polisi masih melakukan penyelidikan untuk mengungkap motif pria tersebut memaki Presiden Jokowi. Polisi juga masih menyelidiki identitas pengunggah dan pria yang ada di video. (suara)



 

SANCAnews – Penangkapan YouTuber Muhammad Kece mendapat respons dari sejumlah kalangan, termasuk pendakwah Yahya Waloni.

 

Yahya Waloni mengungkapkan pandangan tersebut dalam videonya di kanal YouTube Pembela Habaib, seperti dilihat pada Rabu (25/8/2021).

 

Ustaz Yahya Waloni terlihat kesal kepada Muhammad Kece yang menghina Nabi Muhammad SAW.

 

Dalam video berjudul ‘Ustaz Yahya Waloni Hajar Kace Sebelum Ditangkap’ tersebut, awalnya Yahya mengomentari soal pernyataan Muhammad Kece yang menghebohkan publik.

 

“Dua hari yang lalu, kita digemparkan dengan berita terkait penodaan penistaan agama Islam yang dilakukan sosok pribadi bernama Kece,” ungkap Ustaz Yahya dikutip dari Terkini.id--jaringan Suara.com, Rabu (25/8/2021).

 

Yahya Waloni menyebut bahwa satu tahun lalu dirinya pernah disinggung Kece. Namun, hal itu tidak ia tanggapi lantaran melihat cara komunikasi YouTuber itu tak lebih dari orang kampung.

 

“Satu tahun yang lalu dia pernah menyinggung-nyinggung nama saya, tapi saya lihat orasinya, cara bicaranya tidak lebih dari orang kampung,” kata dia.

 

Pendakwah mualaf itu lalu menyinggung soal kedudukan Muhammad Kece di agama Kristen. Kata dia, pria yang kerap memakai peci tersebut bukanlah pendeta.

 

“Saya juga heran kedudukannya di Kristen sebagai apa, saya tidak tahu. Karena kalau sebagai pendeta, dia duduk di depan jemaah, memimpin jamaah. Saya orang pakar di bidang Teologi, tapi makhluk satu ini (Kece) saya tidak mengerti, apakah dia paham tentang Kristiologi. Manusia satu ini entah pendeta dari mana,” ujar Yahya Waloni.

 

Ia juga menilai Muhammad Kece tak lebih dari seorang provokator yang ingin mengadu domba antara umat Kristen dan Islam.

 

“Orang ini adalah provokator, ingin mengadu domba antara umat Kristen dan Islam,” tegas Ustaz Yahya Waloni.

 

Lebih lanjut, ia tersebut juga menegaskan bahwa dalam setiap ceramahnya ia tidak pernah menyinggung soal fisik Tuhan Kristen.

 

“Kami para Muhtadin yang diberi petunjuk masuk Islam gak pernah menyinggung fisik daripada Tuhan Kristen, gak pernah,” ucap Yahya.

 

Yahya Waloni dalam tayangan videonya itu juga menanggapi soal anggapan publik yang menilai dirinya juga kerap menistakan agama lain. Menurutnya, ia sama sekali tak pernah menyinggung soal simbol-simbol agama lain.

 

“Ada yang bilang Yahya Waloni juga nistakan agama. Hai kawan, beda kelas. Kami tahu etika beragama. Kami menyindir hanya ajarannya, kami tidak pernah menyinggung, menyentuh simbol-simbol yang dianggap suci oleh agama lain. Camkan baik-baik,” terang Ustaz Waloni.

 

Sebelumnya, Muhammad Kece diamankan Bareskrim Polri pada Selasa (24/8/2021) malam. Ia ditangkap di Bali atas dugaan penghinaan agama Islam. []



 

SANCAnews – Survei Indikator menemukan terjadi penurunan kepuasan terhadap kinerja pemerintah. Di mana penurunan kepercayaan ini terjadi pada kalangan milenial. Selain itu di lokasi basis massa pendukung Prabowo-Sandiaga saat Pilpres 2019 juga dominan tidak puas terhadap pemerintah.

 

Untuk usia di bawah 21 tahun (58,2 persen puas dan 41,8 persen tidak puas), 22-25 tahun (55,3 persen puas dan 38,2 persen tidak puas), 26-40 tahun (56,9 persen puas dan 41,9 persen tidak puas), 41-55 tahun (61,6 persen puas dan 37,2 persen tidak puas), di atas 55 tahun (66,2 persen puas dan 30,1 persen tidak puas).

 

Secara agama, terjadi penurunan kepuasan terhadap pemerintah dari penganut agama Islam, di mana 56,2 persen merasa puas dan 42,4 persen tidak puas. Sedangkan untuk agama lain, 81 persen merasa puas dan 12 persen tidak puas.

 

Dalam survei yang dilakukan pada 30 Juli-4 Agustus 2021 ini, 97,2 persen etnis Minang tidak puas dengan kinerja pemerintah dan hanya 2,8 persen yang puas. Sementara itu Melayu (47,2 persen puas dan 52,8 persen tidak puas), Jawa (96,5 persen puas dan 29,7 persen tidak puas), Sunda (45,9 persen puas dan 50,9 persen tidak puas), Batak (71,7 persen puas dan 28,3 persen tidak puas), Madura (67 persen puas dan 33 persen tidak puas), Betawi (57,7 persen puas dan 40,9 persen tidak puas), Bugis (54,6 persen puas dan 40,4 persen tidak puas) dan lainnya (56,4 persen puas dan 39,1 persen tidak puas).

 

Sedangkan secara basis partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menunjukkan ketidakpuasan terhadap pemerintah. Gerindra (39,4 persen puas dan 59,1 persen tidak puas), PKS (18 persen puas dan 80,1 persen tidak puas), PAN (38,8 persen puas dan 58,3 persen tidak puas) dan Demokrat (43,9 persen puas dan 54,6 persen tidak puas).

 

Populasi survei yang dilakukan Indikator adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

 

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel sebanyak 1.220 orang.

 

Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±2.9% pada tingkat kepercayaan 95%. Sampel berasal dari seluruh provinsi yang terdistribusi secara proporsional.

 

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. (merdeka)



 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo atau Jokowi ditemani Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengecek pembangunan ibu kota negara baru di Kalimantan Timur. Ketua Umum Partai Gerindra itu mendukung langkah Jokowi soal pemindahan ibu kota negara tersebut.

 

Terkait itu, eks Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo mengomentari peristiwa Prabowo yang menemani Jokowi dan mendukung pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kaltim. Eks politikus Demokrat itu menyampaikannya melalui akun Twitternya, @KRMTRoySuryo2.

 

"Ditengah2 Pandemi COVID-19 yg masih belum kunjung usai & terus-menerus dilakukan perpanjangan PPKM,Tadi siang saat menyertai Kunjungan Presiden ke Samarinda ini Statemen resmi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ttg Dukungan penuh utk Meneruskan Pembangunan Ibukota Baru. AMBYAR," tulis Roy dikutip VIVA, pada Rabu, 25 Agustus 2021.

 

Dikonfirmasi terpisah, Roy mempersilakan VIVA untuk mengutip cuitannya. Ia pun menambahkan beberapa stiker WhatsApp yang terdapat gambar dirinya disertai tulisan 'NAH ITU" dan 'wis tak batin mesti ngono'.

 

Sebelumnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menemani Presiden Jokowi ke daerah calon ibu kota negara baru di Kalimantan Timur pada Selasa, 24 Agustus 2021. Purnawirawan jenderal TNI bintang tiga itu menyatakan dukungan terhadap langkah pemindahan ibu kota negara.

 

Pemerintah sejak akhir Agustus 2019 sudah mengumumkan lokasi ibu kota negara baru di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

 

"Saya menyampaikan saran ke presiden bahwa ini strategis, bahwa kita harus ada keberanian untuk memindahkan ibu kota," kata Prabowo, Selasa, 24 Agustus 2021.

 

Prabowo menekankan bahwa memisahkan pusat pemerintahan dengan pusat keuangan serta perdagangan dan industri perlu dilakukan. Kata dia, soal rencana ini juga sudah disiapkan secara matang.

 

"Studinya sudah banyak dilakukan, saya sangat mendukung. Saya menyarankan ke Presiden, sudah, kita harus teruskan, Pak. Itu saran saya. Menteri PU juga sudah meyakinkan bahwa persiapannya sudah sangat matang," tutur eks Komandan Jenderal Kopassus itu. []



 

SANCAnews – Ahmad Solihin (36), warga Kampung Citapen, Desa Sukaratu, Kecamatan Bojongpicung, Cianjur, Jawa Barat, mengalami lumpuh diduga setelah disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua. Sebelum lumpuh, warga tersebut muntah-muntah.

 

Namun, sama sekali belum bisa dipastikan, kondisi yang dialami Ahmad Solihin itu akibat vaksin Covid-19 atau bukan. Sebab, untuk memastikannya perlu penelitian dan pemeriksaan lebih lanjut.

 

Ahmad Solihin disuntik vaksin Covid-19 dosis kedua di Puskesmas Bojongpicung pada 8 Juli 2021 lalu. Sehari kemudian, dia mengalami ruam merah di kulit. Tak hanya itu, Ahmad Solihin juga merasakan pusing dan muntah-muntah.

 

Dia kemudian ke Puskesmas Bojong Picung untuk meminta pengobatan. Kembali dari puskesmas, tubuh Ahmad Solihin tidak bisa digerakan.

 

Akhirnya, Ahmad Solihin sempat dirawat di RSUD Sayang Cianjur selama lima hari. Pegawai toko kelontong ini didiagnosis oleh dokter mengalami stroke ringan akibat penyumbatan darah.

 

Setelah lima hari di RSUD, Ahmad Solihin pulang ke rumah dan melakukan rawat jalan. Namun anehnya, muncul benjolan di sebelah kanan tubuhnya, tepatnya di bawah ketiak.

 

Menurut Ahmad Solihin, pada vaksinasi dosis pertama dirinya tidak mengalami gejala apapun. Dia hanya merasakan pegal di bagian lengan.

 

"Namun satu hari setelah divaksin dosis kedua, ada gejala muntah dan keluar ruam merah di kulit, hingga lumpuh," kata Ahmad Solihin, Selasa (24/8/2021).

 

Mirisnya, setelah kembali dari rumah sakit, Ahmad Solihin belum mendapat perhatian dari pemerintah daerah, baik kontrol medis dari puskesmas maupun dinas kesehatan.

 

Ahmad Solihin kini hanya berharap bisa kembali sembuh seperti sedia kala, mengingat dirinya harus menafkahi istri dan kedua anaknya yang masih kecil.

 

Sementara itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Cianjur telah berupaya memberikan pengobatan dan perawatan kepada Ahmad Solihin. Dinkes Cianjur mendiagnosa awal Ahmad Solihin terkena stroke.

 

"Namun kami belum bisa memastikan yang dialami Ahmad Solihin ini KIPI (Kejadian Ikutan Pascaimunisasi) atau bukan," kata Juru Bicara Penanganan Covid-19 Cianjur dokter Yusman Faisal.

 

Untuk ditetapkan kejadian yang dialami Ahmad Solihin sebagai KIPI atau bukan, ujar dokter Yusman, tengah berproses. Dinkes Cianjur telah melaporkan kejadian ini ke Komisi Daerah (Komda) KIPI Jabar dan Komisi Nasional (Komnas) KIPI.

 

"Rumah sakit yang merawat pasien dan dinkes telah membuat laporan ke Komda KIPI Jabar. Prosesnya lumayan panjang karena harus diteliti dulu untuk memastikan yang dialami Ahmad Solihin ini KIPI atau bukan. Kami masih menunggu hasilnya," ujarnya.

 

Jubir Penanganan Covid-19 Cianjur berharap hasil penelitian dan kesimpulan Komnas KIPI segera keluar dan akan disampaikan kepada masyarakat agar permasalahan ini segera selesai, tak berlarut-larut.

 

"Kami berharap permasalahan ini segera selesai agar tidak muncul sikap di masyarakat tidak mendukung vaksinasi Covid-19 akibat kejadian ini," tutur Jubir Penanganan Covid-19 Cianjur.

 

Menurut dokter Yusman, yang dialami Ahmad Solihin bisa terjadi kemungkinan karena memiliki kelainan sebelum dilakukan vaksinasi. Jadi memang harus ada keterbukaan dari kedua belah pihak, baik vaksinator maupun warga penerima vaksin.

 

"Warga penerima vaksin harus menyampaikan semua keluhan dan penyakit yang diderita. Petugas kesehatan (vaksinator) juga harus lebih teliti lagi. Kalau petugas kesehatan sudah dibekali instrumen untuk wawancara terkait kronologi atau riwayat penyakit seseorang sebelum dilakukan vaksinasi," ucap dokter Yusman. (inews)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.