Latest Post


 

SANCAnews – Tim advokasi Habib Rizieq Shibab mengaku menyesalkan atas penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Ustaz Yahya Waloni karena dianggap melayangkan ujaran kebencian dan penodaan agama. Yahya Waloni disebut tak patut dipermasalahkan lantaran hanya menyampaikan isi ceramah secara internal dan bukan untuk umum.

 

"Ya kami sangat menyesalkan ya. Karena yang disampaikan Ustaz Yahya Waloni menurut pandangan kami, kami duga itu ditujukan untuk umat Islam itu bagian dari ceramah agama," salah satu tim advokasi Habib Rizieq, Aziz Yanuar ditemui di PN Jakarta Timur, Jumat (27/8/2021).

 

Aziz menyampaikan, apa yang disampaikan Yahya Waloni hanya ceramah agama yang bersifat internal. Seharusnya, kata dia, tak perlu diperkara atas dugaan melakukan penistaan agama.

 

"Dan apa namanya kami khawatir kalau begitu ceritanya di Alquran dan hadist-hadist nabi banyak cerita tentang umat lain Yahudi, Nasrani orang-orang kafir itu di permasalahkan juga nantinya," tuturnya.

 

Salah satu tim pengacara Habib Rizieq Shihab, Aziz Yanuar saat ditemui wartawan di PN Jaktim. (Suara.com/Bagaskara)

 

Lebih lanjut, Aziz meminta hal-hal yang dianggap sebenarnya tak masuk ke ranah penistaan agama tak perlu diperkarakan. Kendati begitu, ia mengaku belum tahu persis apa yang menjadi pokok perkara kepolisian dalam kasus tersebut.

 

Sementara itu, ketika disinggung apakah akan memberikan bantuan hukum atau tidak terhadap Yahya Waloni, Aziz hanya menjawab diplomatis.

 

"Mungkin dari teman-teman lainnya sudah kali ya saya diinformasikan dari kawan-kawan sebenarnya sudah ini. Biar kita dukung mereka aja," tandasnya.

 

Resmi Tersangka

 

Bareskrim Polri akhirnya menetapkan Ustaz Yahya Waloni sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian dan penodaan agama. Penetapan status tersangka itu terjadi setelah Yahya Waloni ditangkap di kediamannya di kawasan Cileungsi, Bogor (sebelumnya ditulis Cibubur, Jakarta Timur) kemarin.

 

Dalam kasus ini, pendakwah kontroversial itu dijerat pasal berlapis. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Rusdi Hartono mengatakan Yahya Waloni dijerat dengan Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.

 

"Karena telah melakukan suatu tindak pidana yaitu berupa ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) dan penodaan agama tertentu melalui ceramah yang diunggah pada video diakun YouTube Tri Datu," kata Rusdi di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (27/8/2021).

 

Kekinian, kata Rusdi, Yahya Waloni masih diperiksa oleh penyidik. Berkenaan dengan itu Rusdi juga mengimbau kepada masyarakat untuk tetap tenang dan mempercayakan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada Polri.

 

"Percayakan kepada kami, Polri untuk dapat menuntaskan kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel berdasarkan perundangan-undangan yang berlaku," katanya. (suara)



 

SANCAnews – Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) siap untuk melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap tersangka ujaran kebencian, Ustadz Muhammad Yahya Waloni. Dalam perkara ini Yahya Waloni pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ay 2 UU no. 19 tahun 2016 dan pasal 156 a huruf a KUHP tentang Penistaan Agama.

 

"IKAMI siap untuk melakukan pendampingan dan pembelaan Ustadz Muhammad Yahya Waloni," kata Ketua IKAMI Abdullah Al-Katiri, kepada Republika, Jumat (27/8).

 

Al-Katiri mengaku, pada pada Kamis (26/8) malam, beberapa tokoh agama menghubunginya dan meminta IKAMI untuk menangani perkara ini. Untuk menjunjung tinggi keadilan, IKAMI menerima permintaan tersebut.

 

Artinya, IKAMI siap untuk menjadi kuasa hukum ustadz Muhammad Yahya Waloni. "Kami sudah mengirimkan beberapa anggota IKAMI baik ke rumah beliau maupun ke Bareskrim Mabes Polri," ungkapnya.

 

Menurut Al-Katiri, memang akhir-akhir ini banyak yang dikenakan dengan pasal sapujagat yaitu pasal 28 ayat 2 UU No 11 Tahun 2008 yang telah dirubah menjadi UU no 19 tahun 2016 tentang ujaran kebencian. Kemudian juga Pasal 14 ayat 1, 14 ayat 2 dan 15 UU no. 1 Tahun 1946 yaitu pasal pasal tentang kebohongan yang menimbulkan keonaran.

 

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menangkap dan menahan tersangka Muhammad Yahya Waloni terkait perkara dugaan ujaran kebencian. Penangkapan itu dilakukan setelah penyidik mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menjerat Yahya Waloni sebagai tersangka tindak pidana ujaran kebencian.

 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyampaikan, Ustadz Yahya Waloni juga sudah ditangkap di kediamannya dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan sejak hari ini Kamis 26 Agustus 2021. "Iya benar, yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan," ujar Rusdi saat dikonfirmasi oleh awak media, Kamis (26/8).

 

Menurut Rusdi, saat ini, tersangka ustadz Yahya Waloni sedang menjalani pemeriksaan terkait perkara dugaan tindak pidana ujaran kebencian di Bareskrim Polri. "Ujaran kebencian berdasarkan SARA (suku, agama, ras dan antar golongan)" kata Rusdi. []



 

SANCAnews – Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menetapkan Ustaz Yahya Waloni sebagai tersangka kasus penistaan agama. Yahya ditangkap di Perumahan Permata Klaster Dragon, Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 26 Agustus 2021.

 

“Sudah (tersangka),” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono di Mabes Polri pada Jumat, 27 Agustus 2021.

 

Atas perbuatannya, kata dia, Ustaz Yahya Waloni dipersangkakan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45a Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di mana dalam pasal tersebut diatur dengan sengaja dan tidak sah menyebarkan informasi akan menyebabkan permusuhan kebencian berdasarkan SARA.

 

“Selain itu, disangkakan Pasal 156a KUHP. Itu melakukan penodaan terhadap agama tertentu,” ujarnya.

 

Sebelumnya diberitakan, Tim Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Ustaz Yahya Waloni di rumahnya kawasan Cibubur pada Kamis, 26 Agustus 2021. Yahya ditangkap terkait dugaan kasus penodaan agama.

 

“Iya betul (ditangkap) tadi sore sekitar jam 17.00 WIB di rumahnya," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono saat dihubungi wartawan.

 

Menurut dia, Yahya Waloni ditangkap tanpa ada perlawanan oleh petugas. “Kooperatif,” jelas dia.

 

Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono mengatakan Yahya ditangkap terkait kasus dugaan penodaan agama. "(Ditangkap terkait) penodaan agama," ujarnya.

 

Diketahui, Yahya Waloni pernah dilaporkan ke Bareskrim oleh komunitas Masyarakat Cinta Pluralisme soal dugaan penistaan agama terhadap Injil. Yahya Waloni dinilai menista agama dalam ceramah yang menyebut Bible itu palsu.

 

Laporan tertuang dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/0287/IV/2021/ BARESKRIM. Yahya dilaporkan dengan dugaan kebencian atau permusuhan individu dan/atau antargolongan (SARA) pada Selasa, 27 April.

 

Yahya dilaporkan bersama pemilik akun YouTube Tri Datu. Dalam video ceramah itu, Yahya menyampaikan bahwa Bible tak hanya fiktif, tapi juga palsu.

 

Mereka disangkakan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A juncto Pasal 28 Ayat (2) dan/atau Pasal 156a KUHP. (viva)



 

SANCAnews – Politisi Partai Ummat, MS Kaban mengomentari soal kabar penangkapan pendakwah, Yahya Waloni atas kasus penistaan agama MS Kaban menyindir bahwa pisau polisi makin tajam ke ‘penista’, kecuali para buzzer.

 

“Ustadz Waloni ditangkap? Ustadz tak perlu tanda tangan materai minta maaf kalau semua yang diucapkan adalah dasar keimanan/keyakinan,” katanya melalui akun Twitter MSKaban3 pada Kamis, 26 Agustus 2021.

 

“Era Beny Murdany ada dakwah terpidana. Pisau Polis makin tajam ke “penista” kecuali untuk buzzer. DPR RI perlu tambah budget POLRI,” tambahnya.

 

Sebelumnya, Yahya Waloni dikabarkan ditangkap oleh Tim dari Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri pada Kamis, 26 Agustus 2021.

 

Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Rusdi Hartono pun sudah membenarkan bahwa Yahya ditangkap atas kasus dugaan penodaan agama.

 

Sebagai catatan, Yahya Waloni sebenarnya telah dilaporkan oleh sejumlah komunitas masyarakat sejak April lalu.

 

Adapun Ceramahnya yang diperkarakan ialah saat dirinya menyebut injil atau bible fiktif serta palsu.

 

Yahya diduga melanggar Undang-undang nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

Namun, seruan untuk menangkap Yahya Waloni kembali ramai setelah penangkapan Muhammad Kace beberapa hari lalu.

 

Sebagaimana diketahui, Kepolisian didesak untuk menangkap M Kece karena dinilai menghina Nabi Muhammad dan agama Islam.

 

Diberitakan Terkini.id sebelumnya, sempat muncul sentimen bahwa M Kece yang menghina Islam cepat ditangkap, namun Yahya Waloni yang menghina Kristen masih bebas.

 

Namun kini, beberapa netizen dan juga para pegiat media sosial pun mengapresiasi Polri yang telah menangkap Yahyaa Waloni menyusul penanggapan M Kece. []



 

SANCAnews – Pembuatan Mural mirip Presiden Joko Widodo kembali terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Polrestabes Bandung pun sedang mencari pelaku mural itu.

 

Kasatreskrim Polrestabes Bandung, AKBP Rudi Trihandoyo mengatakan, pihaknya saat ini tengah mencari pembuat mural dengan gambar mirip Presiden Jokowi di Jembatan Pasupati, Kota Bandung.

 

Kata Rudi, nantinya, pembuat akan diperiksa untuk dimintai keterangan.

 

"Kita nanti cari, siapa yang buat. Kita lakukan penyelidikan, supaya yang melukis itu bisa keambil, apa maksudnya gambar-gambar seperti itu," ujar Rudi seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJabar, Kamis (26/8).

 

Saat ini, kata Rudi, proses penyelidikan dilakukan dengan melibatkan jajaran kepolisian di Polsek Bandung Wetan.

 

Menurut Rudi, pelaku pembuat mural itu tidak akan langsung dipidanakan. Ada tahapan-tahapan yang akan ditempuh, mulai dari pemeriksaan lebih dulu.

 

"Kita tanya dulu, kalau ketangkep orangnya, kita interview, apa maksud dan tujuannya. Apakah itu kritik sosial atau bagaimana. Nanti kita imbau dan peringatkan," katanya.

 

Pidana baru diterapkan, kata dia, jika pelaku terbukti melakukan penghinaan terhadap Presiden atau lambang negara.

 

"Enggak kalau kritik, tapi kalau menghina kepala negara atau presiden ada pasalnya.

 

Kita lihat nanti, kalau ternyata tidak ada dasar hukumnya kita tidak akan proses," ucapnya.

 

Gambar mural menampilkan sosok yang mengenakan kemeja warna putih itu mirip Jokowi. Pada bagian mata, ditutupi masker dan berpose dengan tangan kanan menyentuh masker.

 

Di sebelah kanan, terlihat ada sebuah tulisan dengan tinta warna hitam dalam sebuah lingkaran yang tertulis 'Niskala'.

 

Mural itu kini telah dihapus dan hanya bertahan beberapa jam saja. Kejadian penghapusan mural bermuatan kritik juga terjadi di beberapa tempat, di Batuceper, Tangerang, Bangil Pasuruan dan juag Tigaraksa, Kabupaten Lebak. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.