Latest Post


 

SANCAnews – China bakal bangun pabrik vaksin di Indonesia, Luhut: mulai produksi April 2022. Terkait upaya untuk menggenjot pengadaan vaksin virus corona di Indonesia, Menteri Bidang Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau agar pelaku usaha ikut meramaikan investasi di sektor kesehatan.

 

Pasalnya, sebut Luhut, saat ini pemerintah tengah mengupayakan memperbaiki iklim investasi di sektor kesehatan.

 

Ia mengungkapkan, sudah ada satu perusahaan asal China yang akan bekerja sama dengan perusahaan lokal guna memproduksi vaksin Covid-19. Sayangnya, Luhut tidak merinci lebih mengenai identitas detail produsen vaksin dari Negeri Tirai Bambu itu.

 

“Industri vaksin sudah kita dorong dibangun di Indonesia. Dan sudah ada satu yang akan produksi nanti bulan April (tahun depan),” terang Luhut dalam kata sambutannya pada Rakornas Apindo ke-31 secara virtual, Selasa 24 Agustus 2021.

 

Mantan Jenderal TNI bintang empat tersebut menjelaskan, kerja sama dengan perusahaan asal China ini nantinya akan memproduksi vaksin dengan jenis mRNA.

 

Vaksin mRNA merupakan salah satu jenis vaksin yang dikembangkan untuk menangani atau mencegah penyebaran Covid-19. Vaksin ini merupakan vaksin jenis baru yang kandungannya berbeda dengan jenis vaksin lainnya.

 

“Itu bekerja sama dengan perusahaan Indonesia dan perusahaan Tiongkok,” imbuh Luhut.

 

Di saat yang bersamaan, pemerintah juga terus melanjutkan pengembangan vaksin merah-putih. Luhut, menargetkan, produksi vaksin merah putih akan dilakukan mulai pertengahan 2022 mendatang.

 

“Sekarang kita sedang engage merah-putih dan produksi Mei-Juni tahun depan,” katanya. (terkini)



 

SANCAnews – Ratusan warga Samarinda menyambut kedatangan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi). Warga berada tepat di pinggiran Jalan Pahlawan, Dadi Mulya, Samarinda Ulu, tak jauh dari SMP Negeri 22 Samarinda yang menjadi lokasi pertama di datangi Presiden.

 

Puluhan petugas dari unsur TNI-Polri pun terpantau mensterilkan akses jalan, yang akan dilintasi Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto.

 

Diketahui, Presiden Jokowi bersama Menhan Prabowo Subianto tiba di Bandara APT Pranoto Samarinda sekitar pukul 10.30 Wita. Kedatangan Presiden Jokowi itu disambut langsung oleh Gubernur Kaltim Isran Noor.

 

Berdasarkan pantauan, ratusan warga langsung menyambut Presiden Jokowi dengan bersorak. Presiden Jokowi pun sempat melambaikan tangannya kepada ratusan warga.

 

Salah satu warga Jalan Arjuna, Kampung Jawa, Samarinda Ulu, Imam mengatakan alasan dirinya ikut menyambut Jokowi lantaran anaknya yang bernama Amar, merasa penasaran dengan sosok orang nomor satu di Indonesia itu.

 

"Kebetulan kakanya Amar juga sedang divaksin di SMP 22. Ingin melihat Presiden katanya. Kalau saya biasa saja," ujar Imam kepada Presisi.co-- Jaringan Suara.com, Selasa (24/8/2021).

 

Sementara itu, pantauan lainnya adalah warga yang menyambut datangnya Presiden Jokowi tampak kurang menjaga jarak. Petugas pun terus mengimbau agar masyarakat terus menerapkan protokol kesehatan (Prokes). []


 

SANCAnews – Masyarakat sempat dibuat gempar dengan munculnya mural bergambar sosok wajah yang bertuliskan "not found 404" di Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

 

Kini, di Kota Solo yang notabene kota kelahiran Presiden Jokowi juga tengah merebak vandalisme kritik sosial yang berada di sejumlah tembok.

 

Salah satunya yang berada di Jalan Kusumoyudan, Banjarsari. Menggunakan cat warna merah dan biru, mural itu bertuliskan 'Pray for PKL! Indonesiaku Lagi Sakit'

 

Warga sekitar yang enggan disebutkan namanya tidak tahu menahu soal tulisan tersebut. Menurut sang warga, jalan tersebut ramai lalu lalang pengguna jalan.

 

"Saya malah kurang tahu tulisan itu. Kapan aksi vandalisme itu berlangsung. Nggak memeprhatikan saja," ungkap warga kepada Suarasurakarta.id, Senin (23/8/2021).


Flyover Manahan penuh dengan mural bergambar sosok seniman hingga olahragawan legendaris asal Solo.(Solopos/dok)


Meski demikian, warga sekitar menilai sejumlah vandalime muncul, sudah ada sejak beberapa pekan lalu.

Meski demikian, warga sekitar menilai sejumlah vandalime muncul, sudah ada sejak beberapa pekan lalu.

 

"Kayaknya sudah beberapa minggu lalu itu mas, hanya saya tidak tahu itu tulisan apa karena nggak jelas," paparnya.

 

Sejumlah vandalisme itu diketahui terdapat di tiga titik tembok berhadapan dengan warna tulisan merah dan biru.

 

Sementara jalan tersebut juga ramai lalu lalang pengendara baik siang maupun malam hari.

 

Lokasi yang berdekatan dengan Pasar Tradisional Pasar Legi tersebut juga sering digunakan untuk berjualan ikan bandeng saat dini hari.

 

Sementara itu, Kepala Satpol PP Solo Arif Damawan, mengatakan saat ini pihaknya masih menginventaris terkait vandalisme itu. Ia tengah mengecek di lokasi-lokasi lain apakah ada hal serupa atau tidak.

 

Ia mengonfirmasi hal ini baru pertama kali terjadi di Solo. Vandalisme itu terindikasi ada pihak-pihak yang tidak puas dengan pelaksanaan PPKM Level IV, “Selanjutnya kami tutup cat saja, masih ada satu titik lagi,” papar dia. []



SANCAnews – Pandemi Covid-19 tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan amendemen UUD 1945 terkait dengan penundaan pemilihan umum dari 2024 ke 2027, kata pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva.

 

"Amendemen konstitusi ini sangat mungkin bisa dilakukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945. Namun, apakah bangsa ini dalam keadaan darurat?" kata  Hamdan Zoelva  dalam Kajian Islam dan Konstitusi bertema Menyoal Wacana Pemilu 2024 Diundur ke 2027 yang disiarkan melalui YouTube Salam Radio Channel, hari ini.

 

Kalau perubahan UUD dimaksudkan hanya untuk perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden, kata Hamdan Zoelva, penundaan pemilu dengan alasan pandemi bukan merupakan alasan signifikan.

 

Hamdan yang pernah sebagai ketua Mahkamah Konstitusi  mengutarakan bahwa pandemi yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 hingga sekarang bukan keadaan darurat yang dapat membenarkan penundaan pemilu karena negara masih dapat melaksanakan pemilu.

 

"Dalam teori hukum, negara dalam keadaan darurat itu adalah negara dalam keadaan tidak bisa apa-apa untuk melaksanakan kegiatan kenegaraan," kata Hamdan.

 

Ia menegaskan alasan-alasan keadaan darurat pandemi tidak bisa menerobos atau mengambil jalan pintas melakukan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara mengenai perubahan konstitusi, apalagi terkait dengan penundaan pemilu.

 

"Itu akan mengacaukan penyelenggaraan negara, bahkan merugikan bangsa dan negara kita," kata Hamdan.

 

Hamdan berpendapat bahwa MPR bisa melakukan perubahan UUD terkait dengan penundaan pemilu asalkan negara dalam keadaan perang yang tidak memungkinkan melaksanakan pemilu presiden dan wakil presiden.

 

"Jadi, dalam keadaan darurat demi menyelamatkan bangsa dan negara, tindakan apa saja boleh," katanya menjawab pertanyaan Titi Anggraini selaku pemandu program Kajian Islam dan Konstitusi Salam Radio.

 

Dengan demikian, kata Hamdan, tidak ada alasan pembenaran mengubah konstitusi gegara pandemi lantas menunda pemilu dari 2024 ke 2027. Pasalnya, jika amendemen UUD 1945 untuk menunda pemilu, setidaknya ada perubahan pada Pasal 22E Ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8. (suara)



 

SANCAnews – Mural-mural yang dijadikan sebagai sarana kritik publik terhadap pemerintah merupakan ciri negara demokrasi. Sehingga kontroversi mengenai mural kritik hanya menunjukkan buruknya kondisi kesehatan demokrasi di Indonesia.

 

Begitu kiranya yang disampaikan oleh dua peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati dan Erasmus AT Napitulu, lewat tulisan berjudul "Mural controversies expose the poor health of Indonesian democracy" yang diunggah di halaman Indonesia at Melbourne di situs University of Melbourne, Australia.

 

Halaman Indonesia at Melbourne berisi berbagai tulisan dari para akademisi dan mahasiswa pascasarjana yang berafiliasi dengan Universitas Melbourne. Berbagai opini yang disajikan bukan pendapat dari Universitas Melbourne sendiri.

 

Dalam tulisannya, Maidina dan Erasmus menyoroti kontroversi yang terjadi selama beberapa pekan terakhir di tanah air ketika setidaknya tiga mural kritik publik terhadap pemerintah dihapus.

 

Mural pertama dan paling kontroversial adalah gambar wajah Presiden Joko Widodo dengan mata yang ditutupi tulisan "404: Not Found" di Tangerang, Banten. Dua mural lainnya merupakan tulisan "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit" di Pasuruan, Jawa Timur, dan "Tuhan Aku Lapar" di Tangerang.

 

Kemunculan mural-mural itu membuat polisi beraksi dengan mengejar para seniman atau saksi. Mereka juga menghapus mural-mural kritik itu. Tindakan itu lantas memicu kritik lebih tajam dari publik karena dianggap telah menekan kebebasan berekspresi.

 

Banyak orang menganggap tindakan itu menggemakan Orde Baru era Soeharto yang otoriter. Padahal sejak 1998, Indonesia telah menjamin kebebasan berekspresi dari Pasal 28E (3) UUD 1945, pasal 23 (2) UU 39/1999, dan Pasal 19 UU 12/2005.

 

Mengganggu Ketertiban Umum

 

Polisi berdalih, tindakannya merupakan bagian dari penegakkan ketertiban umum. Tetapi Maidina dan Erasmus mengatakan, jika ketertiban umum yang menjadi persoalan, maka yang harus turun adalah Satpol PP, bukan polisi.

 

Pencemaran Nama Baik

 

Dalam kesempatan lain, polisi mengatakan pembuat mural dapat didakwa dengan tuduhan pencemaran nama baik presiden sebagai simbol negara berdasarkan Pasal 207 KUHP. Namun ketentuan KUHP terkait pencemaran nama baik presiden telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2006.

 

"Saat itu, Mahkamah (Konstitusi) menekankan bahwa kriminalisasi pencemaran nama baik terhadap presiden tidak lagi relevan bagi masyarakat demokratis, di negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia," tulis mereka.

 

Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa presiden sebagai kepala negara tidak boleh mendapat perlakuan istimewa di mata hukum. Perlakuan khusus untuk presiden hanya dibatasi pada protokol kepresidenan.

 

Selain itu, pernyataan presiden sebagai "simbol negara" tidak sesuai dengan UU 24/2009. UU itu menyebut simbol negara adalah bendera negara, bahasa negara, lambang negara, dan lagu kebangsaan.

 

Jika mengacu pada Pasal 207 KUHP mengenai pencemaran nama baik otoritas atau badan publik, Mahkamah Konstitusi pada 2006 juga menyatakan dakwaan hanya dapat diajukan setelah ada pengajuan dari pihak yang dirugikan.

 

"Ini juga berarti bahwa kecuali individu yang dihina membuat pengaduan resmi kepada polisi, mereka tidak dapat menuntut pencipta mural mana pun berdasarkan pasal ini," tambah mereka.

 

Ujaran Kebencian

 

Penggunaan Pasal 28 (2) UU ITE terkait penyebaran informasi yang memicu kebencian dan permusuhan juga dinilai Maidina dan Erasmus kurang tepat.

 

"Alih-alih menggunakan pasal tersebut untuk melindungi kelompok minoritas yang rentan, polisi kini tampaknya lebih peduli untuk melindungi pejabat publik dari segala jenis kritik," terang mereka.

 

Mural, kata mereka, merupakan alat untuk menyuarakan kritik di Indonesia sejak masa revolusi. Sehingga penggunaan mural untuk kritik setelah Orde Baru runtuh merupakan bentuk ekspresi yang sah. Terlebih saat ini publik dibuat resah dengan penanganan pandemi Covid-19 oleh pemerintah.

 

"Tindakan represif polisi hanyalah indikasi lain dari kesehatan demokrasi Indonesia yang semakin menurun," kata keduanya.

 

Berdasarkan Indeks Demokrasi dari Economist Intelligence Unit (EIU) pada awal tahun ini, posisi Indonesia turun ke-64, menjadi terendah dalam 14 tahun terakhir. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.