Latest Post


 

SANCAnews – Terpidana korupsi Djoko Tjandra mendapatkan remisi saat peringatan 17 Agustus kemarin. Ia mendapatkan remisi pengurangan masa hukuman 2 bulan.

 

Merespon hal tersebut, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid pun angkat bicara. Ia pun membandingkan antara kasus Djoko Tjandra dengan eks pentolan FPI Habib Rizieq Shihab (HRS).

 

Hidayat menilai bahwa HRS lebih wajar mendapat remisi atau bebas ketimbang Djoko Tjandra.

 

"Joko Tjandra buron, suap polisi&jaksa,malah dapat remisi 2 bulan. Habib Rizieq S,tidak menyuap, berlaku baik&kooperatif, kalau ada remisi,lebih wajar diberi ke HRS,atau malah pembebasan," kata Hidayat dalam sebuah cuitannya di Twitter, Sabtu (21/8/2021).

 

Lantas ia pun menegaskan bahwa HRS justru masa perpanjangannya diperpanjang 30 hari. Harusnya, kata Hidayat, keadilan hukum jadi panglima.

 

"Anehnya masa penahanannya justru diperpanjang 30 hari. Harusnya Keadilan Hukum jadi panglima," ujarnya.

 

Diketahui, Djoko Tjandra, dihukum 2,5 tahun penjara di kasus surat palsu dan 4,5 tahun penjara di kasus korupsi menyuap pejabat. Hukuman 4,5 tahun penjara disunat PT Jakarta menjadi 3,5 tahun penjara, jaksa lalu mengajukan kasasi atas putusan itu.

 

Selain itu, Djoko harus menjalani hukuman korupsi 2 tahun penjara di kasus korupsi cessie Bank Bali. MA juga memerintahkan agar dana yang disimpan di rekening dana penampungan atau Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dikembalikan kepada negara. (lawjustice)



 

SANCAnews – Memimpin negara memang bukan perkara mudah. Para Presidennya harus bisa mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kekuasaan yang dipercayakan oleh rakyat hendaknya dijalankan dengan amanah.

 

Namun ada Presiden yang akhirnya disebut mendapatkan predikat sebagai Presiden terburuk akibat ketidakmampuannya. Berikut ini tujuh Presiden terburuk sepanjang sejarah. Apakah nama Presiden Joko Widodo atau Jokowi ada?

 

Melanisir terkiini.id- jaringan Suara.com, padai tayangan di kanal YouTube Woman Net via Galamedia pada Sabtu,  21/8/2021), terdapat tujuh Presiden dengan predikat terburuknya. Agustus 2021:

 

1. Kim Jong-Un (Korea Utara)

Presiden terburuk peringkat pertama di dunia ternyata ditempati oleh Kim Jong Un dari Korea Utara. Saat memimpin, ia banyak sekali kasus kejahatan di eranya. Kejahatan yang tercatat di erannya, mulai dari penculikan, pemerkosaaan hingga pembunuhan.


Foto pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un yang diklaim tengah memimpin pertemuan besar politbiro Partai Buruh dalam upaya pencegahan terhadap virus korona dan ancaman topan Bavi. [KCNA via Reuters]


2. Robert Mugabe (Zimbabwe)

Presiden terburuk lainnya, dipegang oleh Robert Mugabe yang memimpin Zimbabwe pada 1980 – 2017. Dengan kepemimpinan yang lama itu, dia dikenal dengan reputasi buruknya, terutama pelanggaran HAM.

 

Pada tahun 2008 silam, ia melakukan tindakan kejahatan pada lawan politiknya hingga Robert merupakan buronan organisasi pemerhati HAM Amnesti Internasional.

 

3. Omar Al-Bashir (Sudan)

Omar Al-Bashir menduduki tahta pemimpin Sudan sejak 1989 – April 2019. Selama 30 tahun periode itu, ia menjalankan kediktatorannya. Ia terkenal akan opresi, genosida, pelanggaran HAM, serta tindak pelanggaran kemanusian lainnya.

 

Presiden dari Sudan itu kini telah dipenjara dan sedang menantikan hukuman pada kasus korupsi serta pelanggaran berat yang dilakukannya.


Presiden Sudan Omar al-Bashir. (AFP)


4 Jean Bokassa (Republik Afrika Tengah)

Jean Bokassa memimpin Republik Afrika Tengah sekitar 15 tahun. Dia kemudian mengangkat dirinya sebagai kaisar. Selesai digulingkan pada tahun 1979, muncul berbagai kejahatan berat yang diduga dilakukannya.

 

Parahnya muncul tindak kejahatan seperti mengeksekusi anak sekolah, korupsi hingga tuduhan praktik kanibalisme.

 

5. Bashar Al-Assad (Suriah)


Siapa sangka, Bashar Al-Assad ternyata masuk Presiden terburuk di dunia yang bahkan dibenci oleh rakyatnya sendiri. Bashar dikenal sebagai seorang pemimpin tirani yang mengutamakan kekerasan dibandingkan kedamaian.ya.

 

Bahkan, kekuasaan Bashar didukung penuh oleh kekuatan militer yang siap bergerak atas perintahnya.

 

6. George W. Bush (AS)

 

George W. Bush adalah presiden ke-43 AS yang menuai banyak kontroversi hingga kritik sepanjang masa kepemimpinannya. Langkah kontroversi yang paling terkenal dari George ialah peluncuran Gerakan War on Terror di awal tahun 2000-an.

 

Ia pun mendapatkan predikat Presiden terburuk, lantaran langkah-langkah militernya telah membawa kerusakan parah di berbagai negara.

Penyanyi Katy Perry diapit George W. Bush dan Bill Clinton. [Instagram]


7. Muammar Al-Gaddafi (Libya)

Bicara soal presiden terburuk, tentu kita tidak bisa melewatkan Muammar Al-Gaddafi yang memimpin Libya secara diktator. Ia terkenal sebagai pemimpin egois yang menguasai Libya selama 40 tahun lamanya.

 

Dari tujuh nama Presiden terburuk ini, ternyata nama Joko Widodo tidak masuk. Gaes, Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum lah menjadi presiden terburuk sepanjang sejarah. (suara)


 

SANCAnews – Laporan majalah The Economist yang menyebut pelemahan demokrasi Indonesia semakin menambah daftar panjang kritikan publik kepada pemerintah.

 

Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA), Ray Rangkuti, laporan majalah ekonomi dunia itu memang sudah dirasakan di dalam negeri salam kurun pemerintahan Jokowi di periode kedua.

 

"Itu terjadi relatif dalam dua tahun terakhir ini," kata Ray Rangkuti kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu di Jakarta, Sabtu (21/8).

 

Aktivis 98' ini memandang, pemerintahan Presiden Jokowi dalam dua tahun terakhir seperti sedang mengembalikkan demokrasi ke masa-masa sebelum reformasi.

 

"Sungguh di luar nalar, apa yang dibangun dengan susah payah dalam kurun 20 tahun terakhir ini dalam berdemokrasi, sekarang seperti ditarik lagi ke masa sebelum reformasi. Dan itu terjadi pada basis prinsipil dari negara demokratis," sesalnya.

 

Ray Rangkuti menjelaskan, setidaknya telah terjadi kemerosotan di bidang perlindungan HAM, kebebasan berserikat dan berpendapat, gerakan antikorupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang dulu ditolak habis-habisan saat reformasi 1998.

 

"Kemudian politik tanpa nepotisme dan oligarki, desentralisasi menuju kekuasaan yang makin terpusat melalui UU Omnibus Law, upaya mereformasi institusi polisi, kejaksaan dan birokrasi, tentara yang mulai banyak terlibat urusan keamanan," tuturnya.

 

Belum lagi, rencana untuk amandemen UUD 1945 dengan memasukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalamnya semakin meningkatkan ancaman demokrasi Indonesia.

 

"Seluruh pemerosotan ini sulit dicegah karena memang sumbernya berasal dari pusat kekuasaan yang ditopang oleh koalisi besar partai," katanya.

 

Atas dasar itu, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini meyakini bahwa kemungkinan besarnya, tren pemerosotan demokrasi ini akan terus berlangsung setidaknya sampai 2024 yang akan datang.

 

"Jadi, jangan berpikir untuk meningkatkan kualitas demokrasi kita. Menjaga agar tidak semakin merosot merupakan pekerjaan terbesar saat ini," tandasnya.

 

Majalah ekonomi ternama, The Economist menurunkan sebuah laporan berjudul “Indonesia’s president promised reform. Yet it is he who has changed”, Jumat (20/8). Artikel tersebut menyebut bahwa Jokowi menjanjikan reformasi, tapi ada yang berubah di dalam diri presiden.

 

Di bagian bawah judul itu tertulis kalimat teaser, “Democracy is increasingly enfeebled under Jokowi” atau bila diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi, “Demokrasi semakin dilemahkan di bawah pemerintahan Jokowi.” []

 



 

SANCAnews – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bakal mengecek surat permintaan sumbangan untuk penerbitan buku bertanda tangan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi yang bikin heboh.

 

Selaras dengan itu, Polri menyatakan Polda Sumbar akan menyelidiki soal surat sumbangan Gubernur Sumbar Mahyeldi.

 

"Polda Sumbar yang akan menyelidiki kalau memang benar peristiwa tersebut," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono saat dimintai konfirmasi, Sabtu (21/8/2021).

 

Argo menjelaskan saat ini Mabes Polri tidak akan mem-back up Polda Sumbar dalam menyelidiki kasus itu. Menurutnya, kasus itu cukup ditangani oleh polda setempat, "Sementara begitu. Cukup Polda Sumbar," ucapnya.

 

Kasus surat permintaan sumbangan ini mencuat setelah polisi mengamankan lima orang, yang belakangan dilepaskan, terkait surat permintaan sumbangan dengan tanda tangan Mahyeldi.

 

Polisi awalnya menduga lima orang yang membawa surat itu melakukan penipuan. Penangkapan itu dilakukan pada Jumat (13/8) lalu. Kelima orang yang diamankan tersebut adalah D (46), DS (51), DM (36), MR (50), dan A (36).

 

Dari hasil pemeriksaan, kelimanya mendatangi para pengusaha, kampus, dan pihak-pihak lain bermodalkan surat berlogo Gubernur Sumatera Barat dan bertanda tangan Mahyeldi. Kelimanya disebut telah mengumpulkan uang Rp 170 juta.

 

Surat itu sendiri berisi permintaan sumbangan untuk penerbitan buku Profil 'Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan'. Polisi kemudian mengungkap kalau duit dari sumbangan itu masuk ke rekening pribadi, tanpa menyebut siapa pemilik rekening itu.

 

"Uang dikirim ke rekening pribadi. Itu yang menimbulkan kecurigaan, sehingga ada pihak yang melaporkan kepada kami. Lagi pula mereka membawa surat berlogo Gubernur, tapi bukan ASN atau tenaga honorer di pemda.

 

Berbekal surat itulah mereka mendatangi para pengusaha, kampus dan pihak-pihak lainnya untuk mencari uang," kata Kasat Reskrim Polresta Padang Kompol Rico Fernanda kepada wartawan, Jumat (20/8).

 

Gubernur Sumbar, Mahyeldi, belum memberi penjelasan soal surat itu. Dia mengelak dan memilih menjelaskan soal mobil dinas barunya yang telah diserahkan ke Satgas COVID-19. (dtk)





SANCAnews – Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai surat permintaan sumbangan untuk penerbitan buku yang ditanda tangani Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi salah satu upaya pemerasan ke pelaku usaha. Feri meminta Mahyeldi berhati-hati dalam bertindak.

 

"Surat yang secara resmi ditandatangani dan menggunakan kop gubernur untuk digunakan pihak-pihak tertentu untuk meminta sumbangan pada seluruh pelaku usaha, adalah upaya tidak sehat dalam prinsip administrasi. Apalagi ini diketahui sumber-sumber pemasukan yang tidak jelas," kata Feri kepada detik.com, Sabtu (21/8/2021).

 

Feri pun menilai surat meminta sumbangan itu adalah bentuk pemerasan. "Pada titik tertentu, saya melihat ini adalah upaya untuk memeras pelaku usaha, yang berkaitan dengan program-program gubernur," kata dia.

 

Feri mengingatkan Mahyeldi harus hati-hati dalam melakukan tindakan. Dia meminta Mahyeldi atau pejabat negara lainnya memperhatikan prinsip UU Administrasi Pemerintahan.

 

"Satu harus berdasar kewenangan, kedua tidak boleh mencampur adukkan kewenangan, dan ketiga tidak boleh sewenang-wenang. Ini harus diingat, tidak semua pelaku usaha memiliki kemampuan untuk memberikan donasi atau sumbangan tertentu. Apalagi hal ini menggunakan kop surat dari pemerintahan. Bukan tidak mungkin mereka terintimidas, karena hal ini tidak ada patokan hukumnya," jelasnya.

 

"Mestinya gubernur Sumatra Barat harus benar-benar berhati-hati, tidak menggunakan cara-cara yang menurut saya melegalisasi premanisme yang jauh dari prinsip penyelenggara negara yang bersih dari KKN," lanjutnya.

 

Kasus ini mencuat setelah polisi mengamankan lima orang, yang belakangan dilepaskan, terkait surat permintaan sumbangan dengan tanda tangan Mahyeldi. Polisi awalnya menduga lima orang yang membawa surat itu melakukan penipuan.

 

Penangkapan itu dilakukan pada Jumat (13/8) lalu. Kelima orang yang diamankan tersebut adalah D (46), DS (51), DM (36), MR (50), dan A (36).

 

Dari hasil pemeriksaan, kelimanya mendatangi para pengusaha, kampus, dan pihak-pihak lain bermodalkan surat berlogo Gubernur Sumatera Barat dan bertanda tangan Mahyeldi. Kelimanya disebut telah mengumpulkan uang Rp 170 juta.

 

Surat itu sendiri berisi permintaan sumbangan untuk penerbitan buku Profil 'Sumatera Barat Provinsi Madani, Unggul dan Berkelanjutan'. Polisi kemudian mengungkap kalau duit dari sumbangan itu masuk ke rekening pribadi, tanpa menyebut siapa pemilik rekening itu.

 

"Uang dikirim ke rekening pribadi. Itu yang menimbulkan kecurigaan, sehingga ada pihak yang melaporkan kepada kami. Lagi pula mereka membawa surat berlogo Gubernur, tapi bukan ASN atau tenaga honorer di pemda. Berbekal surat itulah mereka mendatangi para pengusaha, kampus dan pihak-pihak lainnya untuk mencari uang," kata Kasat Reskrim Polresta Padang Kompol Rico Fernanda kepada wartawan, Jumat (20/8).

 

Gubernur Sumbar, Mahyeldi, belum memberi penjelasan soal surat itu. Ketika ditanya wartawan terkait kabar surat ini, dia mengelak dan memilih menjelaskan soal mobil dinas barunya yang telah diserahkan ke Satgas COVID-19.

 

Kemendagri Cek Keaslian Surat

 

Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA mengatakan pihaknya akan mengecek terkait surat itu. Pengecekan itu termasuk soal keterangan polisi yang menyebut dana terkumpul dari surat sumbangan itu masuk ke rekening pribadi.

 

"Kami cek dulu," ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA, kepada wartawan Jumat (20/8). []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.