Latest Post


 

SANCAnews – Demokrat mempertanyakan pernyataan Presiden Joko Widodo yang mengaku mengapresiasi kritik membangun dan selalu menjawab kritik dengan pemenuhan tanggung jawab dalam pidato kenegaraannya.

 

Namun kenyataannya, para pelaku pembuat mural yang mengkritik dicari-cari dan dikejar-kejar. Muralnya pun dihapus.

 

Demikian antara lain disampaikan koordinator juru bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/8).

 

Seharusnya menurut Herzaky, munculnya mural, atau gambar jalanan yang bernuansa kritik kepada pemerintah Joko Widodo,  disikapi dengan bijaksana oleh pemerintah.

 

Bagi dia, munculnya mural ini tanda ada kegelisahan di kalangan rakyat bawah atas situasi yang mereka hadapi di kehidupan sehari-hari akibat pandemi.

 

"Nah, kegelisahan ini harus dicari tahu akar permasalahannya, dan dicarikan solusinya. Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi," kata Herzaky.

 

Selayaknya angka kematian terus meningkat akibat covid-19, harus dicari cara mengapa bisa meningkat drastis, dan bagaimana menurunkan jumlah rakyat yang meninggal karena covid-19.

 

"Bukan malah memainkan data, apalagi menghapusnya dari indikator penanganan covid-19. Begitu pula dengan aspirasi dan kegelisahan rakyat ini," sesal dia.

 

Mural yang muncul tersebut, menurut Herzaky adalah wujud dari cara rakyat dalam mengekspresikan aspirasinya. Menyalurkan kegelisahannya. Karena bingung, tidak tahu lagi mesti mengadu kemana atau mesti bagaimana lagi menyikapi situasi berat terkini.

 

"Ini seharusnya menjadi introspeksi pemerintah juga. Bagaimana pemerintah seharusnya bisa memahami dan mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan, sebelum mereka mengekspresikan kegundahannya melalui mural," tandas dia.

 

Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah turun ke lapangan hanya sekedar untuk pencitraan, melainkan seharusnya benar-benar untuk memahami situasi dan mengecek kondisi terkini dari rakyatnya.

 

"Seharusnya, ekspresi rakyat seperti ini, diberikan tempat, ruang, untuk menyalurkan. Jangan kemudian kreativitasnya malah dimatikan. Di era pandemi, tekanan hidup sudah berat. Jangan kemudian ruang untuk berekspresi dan berpendapat malah semakin dikekang. Negeri ini negeri demokrasi, bukan negeri otoriter," demikian Herzaky menyarankan. (rmol)




SANCAnews – Cukup mengejutkan pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri siap pasang badan untuk Presiden Joko Widodo terhadap para pengkritik.

 

"Pernyataan Megawati itu tentu mengejutkan, karena ia sampaikan di Indonesia yang menganut paham demokrasi. Konstitusi juga menjamin warga negaranya untuk menyampaikan pendapatnya, termasuk kritik," kata pangamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (18/8).

 

Disamping itu, kata Jamiluddin, terasa aneh juga bila Megawati meminta kritik harus konstruktif atau yang ada solusinya. Padahal tidak ada aturan yang mewajibkan hal itu.

 

Terlebih, lanjutnya, presiden sebagai eksekutif memang bertugas sebagai eksekutor. Oleh karena itu, tugas eksekutif mencari solusi atas kritik yang disampaikan rakyatnya agar eksekusinya efisien dan efektif.

 

"Sangat berlebihan bila Megawati harus pasang badan bila Jokowi terus dikritik. Ini mengindikasikan masih ada anak bangsa yang belum siap berdemokrasi," ujar Jamiluddin menekankan.

 

Dalam sistem demokrasi ini,  aneka pendapat dan kritik akan terus menggema

 

"Siapa yang tidak siap dengan berisiknya demokrasi, maka orang yang bersangkutan secara alamiah akan tersingkir. Semoga Megawati tidak termasuk yang gagap dengan berisiknya demokrasi hingga harus sampai mau pasang badan," demikian Jamiluddin Ritonga. []



 

SANCAnews – Situasi bangsa Indonesia yang semakin buruk belakangan ini sudah diprediksi setahun lalu saat deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

 

Begitu dikatakan pengamat politik Rocky Gerung dalam dialog dalam rangka ulang tahun pertama Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia KAMI (KAMI) bertajuk "Ibu Pertiwi Masih Menangis", Rabu (18/8).

 

"Memang itu yang kita duga dari awal bahwa ini akan terjadi pemburukan," kata Rocky.

 

Rocky menyinggung delapan poin deklarasi KAMI yang menjadi tuntutan kepada pemerintah. Menurutnya, delapan poin itu sedang terjadi hari ini.

 

"Delapan poin yang diterangkan KAMI berlaku sekarang, dikonsertasi oleh KAMI mulai pemburukan ekonomi, pemburukan kebudayaan, pemburukan birokrasi, semua menyatu sekarang," jelasnya.

 

Lanjutnya, sudah benar juga poster Jokowi End Game yang diinisiasi kelompok mahasiswa.

 

"Sehingga masuk akal kalau kita this is the of Jokowi, mahasiswa itu benar sekarang Jokowi End Game karena itu memang terjadi," pungkasnya.

 

Hadir juga sebagai pembicara dalam acara yang disiarkan akun Youtube Refly Harun ini, Said Didu, Ichsanudin Noorsy dan Chusnul Mariyah. (rmol)



 

SANCAnews – Tim Koalisi Warga LaporCovid-19 menilai penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia salah kaprah karena terlalu banyak diserahkan kepada militer atau TNI dan Polri.

 

Anggota Tim Advokasi Laporan Warga LaporCovid-19 Firdaus Ferdiansyah mengatakan pemerintah justru melihat krisis sebagai persoalan keamanan dan ketertiban, bukan masalah kesehatan masyarakat.

 

"Menurut pemerintah perlu dikerahkan pasukan bersenjata TNI-Polri namun bukan untuk berperang, tapi untuk mengamankan kepentingan elite penguasa dan ekonomi nasional, situasi ini akhirnya ikut melegitimasi pelibatan militer yang berpotensi represif dalam upaya penanganan di masyarakat," kata Firdaus dalam diskusi virtual, Rabu (18/8/2021).

 

Jika dilihat dari struktur organisasi penanganan pandemi, terlihat bahwa terlalu banyak nama-nama pejabat TNI-Polri yang turut menangani pandemi.

 

"Pada Keppres 9/2020 itu militer masih menjadi pemegang kendali dalam penanganan pandemi," ucapnya.

 

Firdaus menyebut pada kenyataannya kinerja TNI-Polri dalam penanganan pandemi seperti petugas tracer dan penegak prokes yang tidak efektif.

 

"Karena kalau kita lihat per April saja LaporCovid-19 menerima 1.096 laporan ketidakpatuhan prokes meskipun sudah ada pengerahan TNI-Polri," jelasnya.

 

TNI-Polri juga kerap memberikan sanksi fisik mulai dari push-up hingga pemukulan kepada pelanggar protokol kesehatan.

 

"Beberapa waktu yang lalu kami mendengar ada warga yang menyuarakan pendapat mengenai omnibus law lalu dibubarkan secara paksa, lalu mereka diarahkan berkumpul di suatu tempat, disuruh buka baju, duduk berdekatan, ini kan suatu hal yang bertentangan dengan tugasnya soal penegak prokes," tutur Firdaus.

 

Selain itu, distribusi vaksin Covid-19 juga dianggap terlalu banyak diserahkan ke sentra vaksinasi milik TNI-Polri sementara fasilitas kesehatan banyak kehabisan stok vaksin. (suara)




SANCAnews – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memuji ide vaksinasi merdeka yang digagas Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran bersama jajarannya. Tujuannya, program vaksinasi massal ini bisa mencapai target pemerintah untuk membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok.

 

“Beberapa waktu lalu pada saat ide itu muncul, bagaimana untuk melakukan percepatan vaksinasi, Pak Kapolda Metro menyambut dengan ide vaksinasi merdeka,” kata Sigit di Mapolda Metro Jaya pada Selasa malam, 17 Agustus 2021.

 

Saat dilaunching, kata Sigit, teman satu letingnya Irjen Fadil menargetkan sampai 17 Agustus 2021 bisa tembus vaksin dosis pertama 100 persen. Target yang dijanjikan Irjen Fadil tercapai.

 

“Alhamdulilah kita tagih belum tanggal 17 Agustus, pada 8 Agustus tembus 100 persen. Saat ini masuk vaksin tahap kedua kurang lebih 50 persen. Selamat,” ujarnya.

 

Tentu, kata Sigit, hal itu semua bisa terjadi karena pengorganisasian, merekrut relawan-relawan mau berpartisipai sehingga bisa dilaksanakan di level terbawah tingkat RW sampai 900 RW dan dibantu kekuatan kurang lebih 3.000 tim relawan.

 

“Saya berikan apresiasi atas ide-idenya, terima kasih Pak Fadil dan Pak Pangdam yang membantu sekuat tenaga. Terima kasih seluruh relawan yang telah berkontribusi sehingga pencapaian dari 1 juta 100 persen di dosis pertama, dan sekarang masuk di tahap kedua 50 persen untuk dosis kedua tercapai,” jelas dia.

 

Oleh karena itu, Sigit memerintahkan seluruh Kapolda untuk mereplika dan mengadopsi apa yang telah dilaksanakan Polda Metro Jaya. Sehingga, kegiatan vaksin yang dilakukan pemerintah pusat diperkuat TNI dan Polri bisa berjalan dengan cepat dan baik serta dirasakan masyarakat hasilnya.

 

“Ini bukan capaian akhir, tapi batu lompatan untuk mengejar target dari Bapak Presiden untuk mewujudkan herd immunity 70 persen, masyarakat Indonesia harus bisa tervaksinasi,” tandasnya. (viva)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.