Benny Harman: Bambang Soesatyo Lakukan Kebohongan Publik
SANCAnews – Pernyataan Ketua MPR RI Bambang
Soesatyo mengenai wacana amandemen terbatas UUD Negara Republik Indonesia (UUD)
Tahun 1945 dikritik Ketua Fraksi Partai Demokrat MPR RI Benny K. Harman.
Benny Harman bahkan menyebut pernyataan bahwa amandemen akan
dilakukan untuk membahas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai pembohongan
publik.
"Omongan Bamsoet itu omongan pribadi. Menurut saya
Bamsoet melakukan pembohongan publik karena tidak pernah ada pembahasan di
tingkat MPR tentang hal itu," tegas Benny kepada wartawan seusai Sidang
Tahunan MPR bersama DPR, DPD, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin
(16/8).
Sampai dengan saat ini, kata Benny, MPR RI masih melakukan
penggodokan dan pembahasan terkait wacana amandemen terbatas tersebut. Namun,
semua fraksi di MPR RI sudah ada kesepakatan bersama tentang pentingnya PPHN.
"PPHN perlu atau tidak sudah disepakati, tidak ada
satupun fraksi yang menolak itu. (Tapi) belum ada kesepakatan bentuk hukum PPHN
itu, apakah UU, apakah bentuk TAP MPR, atau dengan mengubah UUD. Sama sekali
belum ada, masih dalam tahapan pengkajian di masing-masing fraksi," kata
Benny.
Atas dasar itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini menilai
Bamsoet telah menyebarkan kebohongan publik jika mengklaim wacana amandemen terbatas
sudah mendapatkan persetujuan fraksi di MPR RI.
"Jadi kalau tadi Ketua MPR sudah katakan sudah ada
kesepakatan di tingkat MPR, itu adalah kebohongan, belum ada itu,"
pungkasnya.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam pembukaan Sidang Tahunan
MPR RI menyebut amandemen terbatas UUD NRI Tahun 1945 perlu dilakukan. Pokok
utamanya adalah membahas perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menekankan, untuk mewadahi
PPHN dalam bentuk hukum Ketetapan MPR, sesuai dengan hasil kajian memerlukan
perubahan UUD NRI 1945. Karenanya, diperlukan perubahan secara terbatas
terhadap UUD NRI Tahun 1945, khususnya penambahan wewenang MPR untuk menetapkan
PPHN.
"Untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum Ketetapan MPR,
sesuai dengan hasil kajian memerlukan perubahan UUD," ujarnya dalam pidato
di Gedung Kura-kura, komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8).
Namun, proses perubahan UUD NRI Tahun 1945 sesuai Ketentuan
Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945 memiliki persyaratan dan mekanisme yang ketat.
Perubahan hanya bisa dilakukan terhadap pasal yang diusulkan untuk diubah
disertai dengan alasannya.
"Dengan demikian perubahan terbatas tidak memungkinkan
untuk membuka kotak pandora atau eksesif terhadap perubahan pasal-pasal
lainnya. Apalagi semangat untuk melakukan perubahan adalah landasan filosofis
politik kebangsaan dalam rangka penataan sistem ketatanegaraan yang lebih
baik," kata Bamsoet. (rmol)