Latest Post


 

SANCAnews – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengatakan Presiden Republik Indonesia bukan masuk sebagai lambang negara yang diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyampaikan demikian terkait mural bergambar mirip Presiden Jokowi bertulis '404:Not Found'.

 

“Pasal 36A UUD RI 1945 menegaskan lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” tulis Jimly di akun Twitternya, @jimlyAs yang dikutip VIVA pada Minggu, 15 Agustus 2021.

 

Gambar dinding atau mural di AREA Jalan Pembangunan I, Bayu Jaya, Batu Ceper, Kota Tangerang, menjadi sorotan. Hal ini lantaran muncul gambar wajah seseorang yang mirip Presiden Jokowi dengan tulisan kode '404:Not Found'.

 

Untuk diketahui, arti kode tersebut bermaksud pemberitahuan error atau kesalahan sehingga tidak ditemukan. Digambarkan pada dinding dengan ukuran 2x1 meter di kolong jembatan Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta, sosok tersebut berwarna abu-abu, hitam dan putih, dengan bagian mata yang diberikan garis merah tebal bertuliskan '404:Not Found'.

 

Terkait itu, pihak Kelurahan Batu Jaya Kota Tangerang juga tak tahu persis sejak kapan kemunculan mural tersebut. "Umumnya pelaku mural kan dari komunitas yang tidak terdeteksi, karena beraksinya malam hari," kata Lura Batu Jaya, Jamaludin.

 

Kini, mural yang bergambar wajah mirip Presiden Jokowi dengan mata ditutupi tulisan ‘404: Not Found‘ sudah viral di media sosial. Meskipun saat ini mural tersebut sudah dihapus aparat. Kepolisian juga tengah melakukan penyelidikan untuk memburu pembuat mural tersebut.

 

Sikap aparat yang represif dengan memburu pelaku mural dikritik Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon. Ia juga bilang Presiden RI bukan merupakan lambang negara.

 

Maka itu, ia meminta kepada aparat kepolisian tidak berlebihan bertindak terhadap pembuat mural mirip wajah Jokowi bertulis ‘404: Not Found’. Bagi Fadli, mural adalah bagian dari ekspresi seni budaya sehingga tak perlu direspons berlebihan.

 

“Itu bagian dari ekspresi budaya. Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat untuk menyatakan sikap atau pendapat atau kemerdekaan berekspresi. Lagi pula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” kata Fadli dikutip dari akun Twitternya @fadlizon. (viva)



 

SANCAnews – Alasan aparat menghapus gambar mural di Kawasan Batuceper, Kota Tangerang, Banten dinilai tidak tepat. Sebab, penghapusan mural wajah mirip Presiden Joko Widodo bertulis “404: Not Found” itu disebut karna alasan presiden lambang negara.

 

Anggota DPD RI yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengurai bahwa Pasal 36 A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menyebut Garuda Pancasila sebagai lambang negara”.

 

“Pasal 36 A UUD NRIT 1945 menegaskan: “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”,” ujarnya di akun media sosial pribadinya, Sabtu (14/8).

 

Senada itu, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon juga memastikan bahwa presiden bukan lambang Negara. Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak berlebihan menanggapi kritik publik lewat ekspresi seni. Di mana mural, baginya adalah bagian dari ekspresi budaya.

 

“Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat utk menyatakan sikap/pendapat atau kemerdekaan berekspresi. Lagipula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” ujarnya.

 

Lambang negara sebagaimana termaktub dalam UUD memang hanya Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

 

Sementara penjelasan umum UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan,  mengurai bahwa Bendera Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan simbol yang menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain.

 

Lagi-lagi, tidak disebutkan presiden sebagai bagian dari simbol negara.(rmol)



 

SANCAnews – Budayawan, Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun mengajak rakyat Indonesia agar tak membenci Presiden Jokowi. Menurutnya, mantan wali kota Solo itu harusnya dikasihani.

 

Hal terkait Jokowi tersebut diungkapkan Cak Nun lewat videonya yang tayang di kanal YouTube Saeful Zaman seperti dilihat pada Sabtu 14 Agustus 2021.

 

Dalam video berjudul ‘Siapa di Belakang Jokowi dan Megawati yang Mengendalikan Mereka’ tersebut, awalnya Cak Nun hendak menyampaikan bahwa apa yang kita ketahui tentang Indonesia masih sangat terbatas.

 

Selama ini, menurut Cak Nun, kita mungkin mengira kekuasaan tertinggi dipegang Presiden Jokowi. Namun, kenyataannya ada sosok lain yang lebih kuat di balik mantan Gubernur DKI itu.

 

“Indonesia ini bukan hanya sekadar yang kamu sangka, ada segmen-segmen, ada level-level, ada kader-kader yang menjadi faktor berubahnya Indonesia. Jangan pikir Indonesia berlangsung seperti yang kalian skenariokan,” ungkapnya.

 

Kendati demikian, Cak Nun justru mengaku kasihan terhadap Presiden Jokowi. Sebab, kata dia, selama menjabat Jokowi berada di bawah tekanan berat. Sehingga, suara yang dia sampaikan bukan menjadi satu-satunya keputusan mutlak.

 

“Anda jangan benci Jokowi, jangan benci Mega, atau jangan benci siapapun yang seakan-akan berkuasa. Anda harusnya merasa kasihan dengan mereka,” tuturnya.

 

Mengutip Hops.id, Cak Nun dalam tayangan video itu juga membeberkan bahwa Presiden Jokowi tak sepenuhnya berkuasa di Indonesia. Sebab, ada kekuasaan lebih tinggi yang kini mengendalikannya.

 

Cak Nun memastikan, jabatan presiden yang diemban Jokowi tak membuatnya berkuasa secara utuh. Namun, dia menduga, bukan ketua partainya, Megawati Soekarnoputri yang mengendalikannya.

 

“Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa,” ungkap Cak Nun.

 

“Jadi mereka membutuhkan ketidakpastian dari pelaku-pelaku di panggung ini, diadu domba sedemikian rupa,” tambahnya.

 

Cendekiawan muslim ini kemudian menjelaskan, gejolak politik yang terjadi di Tanah Air dipengaruhi kelompok atau jaringan di luar negeri. Bahkan, pria yang dikenal kontroversial itu menilai, kelompok global tersebut menjadi salah satu pihak yang memegang kendali kekuasaan.

 

“Jadi nanti ada skala global internasional, terus nanti ada tajalinya yang agak regional nasional. Nah, mereka ini pokoknya kalau enggak Yahudi Timur, ya China Barat. Kira-kira seperti itu,” kata Cak Nun.

 

“Nanti timeline-nya adalah lima tahun kemudian, sepuluh tahun ini, kita mengalami pertaruhan, Indonesia akan merangkak kembali, bangkit, menggeliat, atau malah hancur sama sekali dan menjadi bangsa jongos total di tahun 2024,” sambungnya.

 

Menurutnya, jika Jokowi benar tidak berkuasa penuh, maka sejumlah kebijakan yang dia putuskan bukan hanya bersumber dari dalam melainkan juga dari luar.

 

Namun, Cak Nun sekali lagi tak bisa memastikan, siapa sosok yang lebih berkuasa dibanding Jokowi tersebut. Akan tetapi, yang pasti menurutnya sosok itu merupakan pemilik modal dengan uang berlimpah.

 

“Siapakah mereka ini? Pasti ada lah, para konselasi, para pemilik modal. Baik di tingkat internasional, regional, maupun nasional. Nah, lapisan-lapisan itu juga bertarung satu sama lain,” ujar Cak Nun.

 

“Karena nanti yang diciptakan adalah sistem-sistem yang menguntungkan roti dan keranjang-keranjang mereka, dan bekerja sama dengan konselasi internasional,” pungkasnya. (terkini)



 

SANCAnews – Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi, terkejut luar biasa saat tak sengaja menangkap basah seorang WNA alias warga negara asing asal China yang menjadi buruh pabrik di Purwakarta, Jawa Barat.

 

Hal itu terungkap ketika Dedi sedang memeriksa pabrik yang dinilainya telah berperan merusak jalan di kawasan Maracang-Babakancikao, Purwakarta.

 

Dedi Mulyadi menduga bahwa lalu-lalang kendaraan bermuatan berat menuju pabrik telah merusak jalan milik masyarakat di sekitarnya.

 

Nah, saat menanyakan nomor telepon direktur pabrik tersebut kepada seorang pegawainya, Dedi kaget ketika salah satu pegawai di sana ternyata tak bisa berbahasa Indonesia.

 

Setelah ditanya, pegawai tersebut akhirnya mengaku bahwa ia memang bukan WNI, melainkan warga negara China.

 

“Di sini bagian apa?” tanya Dedi Mulyadi, dikutip terkini.id dari Pikiranrakyat pada Sabtu, 14 Agustus 2021.

 

Herannya, pertanyaan Dedi itu tidak dijawab oleh sang pegawai karena rupanya tidak mengerti sehingga seorang pria lain yang ada di tempat kemudian bantu menjawab.

 

“Pengurus DO, Pak.”

 

“Oh, DO langsung orang China? Gak orang sini?” tanya Dedi lagi.

 

“Ada nanti siang (yang orang Indonesia),” jawab pria itu lagi mewakili.

 

Dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel pada 12 Agustus 2021, bekas Bupati Purwakarta itu sampai geleng-geleng kepala dan mengeluarkan kalimat menohok.

 

“Waduh, gak ada orang Indonesia yang bisa ngurus DO? Yang gini-gini cukup orang Indonesia, loh. Gila!”

 

Sebagai informasi, Indonesia baru saja kembali kedatangan TKA China sebanyak 34 orang pada 7 Agustus 2021 lalu.

 

Para TKA China itu terbang ke Indonesia menggunakan pesawat Citylink dengan kode QG8815.

 

Pesawat tersebut mengangkut total 37 penumpang dengan 3 yang lain merupakan warga negara Indonesia (WNI).

 

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Penanganan Covid-19 Imigrasi, Arya Pradhana Anggakara, mengatakan bahwa 34 TKA China yang masuk sudah lolos tes kesehatan yang dilakukan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta.

 

Selain itu, kata Arya, 34 TKA China tersebut merupakan pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS).

 

“Sehingga masuk ke dalam kategori orang asing yang diizinkan masuk sesuai Peraturan Menkumham Nomor 27 Tahun 2021.” (terkini)



 

SANCAnews – Lomba karya tulis yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) seolah kembali mengulang kegaduhan kontraproduktif yang dilakukan Yudian Wahyudi cs.

 

Bedanya, kegadugan kali ini dilakukan di saat Indonesia justru sedang bersiap menghadapi 2 peristiwa penting, yaitu Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dan Hari Konstitusi.

 

Begitu kata Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid menanggapi masalah tersebut. Menurutnya, dua peristiwa nasional itu sebenarnya membuktikan kuatnya peran santri dan ulama untuk Indonesia Merdeka, Pancasila, dan UUD 1945.

 

Namun sangat disayangkan, justru BPIP mengumumkan kegiatan nasional lomba tulis peringati Hari Santri yang dinilai publik menyiratkan adanya tuduhan terselubung. Seolah santri tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak menghormati bendera Merah Putih.

 

"Padahal, para santri dan ulama termasuk di antara komponen bangsa yang diakui telah berjuang menghadirkan dan mempertahankan Indonesia merdeka, dan menyelamatkan Pancasila,” ujarnya lewat keterangan resmi.

 

Sebagai bagian dari santri, Wakil Dewan Syuro PKS ini menjelaskan, pemerintah menetapkan hari Santri tanggal 22 Oktober merupakan bagian monumen historis dan bukti jasa nyata santri dan ulama, serta pengakuan negara tentang bagaimana santri dan ulama menyelamatkan Indonesia dari penjajahan Belanda.

 

"Apalagi dalam kondisi sekarang di mana Presiden Jokowi mengajak peran serta ulama dan santri untuk mengawal program penanggulangan Covid-19 seperti vaksinasi dan protokol kesehatan,” katanya.

 

Menurut politisi yang akrab disapa HNW ini, semestinya BPIP tidak menyudutkan santri dengan stigma-stigma negatif. Kalaupun tetap akan membuat perlombaan tulisan memperingati Hari Santri Nasional, BPIP harus mencabut 2 tema yang tidak menghormati peran sejarah santri itu.

 

“Meminta maaf kepada komunitas terbuka kepada publik, dan segera menggantinya dengan tema lomba yang lebih produktif dan edukatif. Misalnya tentang jasa santri menyelamatkan Indonesia, atau peran santri memberantas korupsi, mengatasi pandemi, mengokoh-kuatkan persatuan bangsa, dll,” tandasnya. (lawjustice




SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.