Latest Post


 

SANCAnews – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus memantau perkembangan kasus virus corona baru (Covid-19) hingga Minggu (15/8).

 

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan, positif Covid-19 DKI hari ini masih bertambah sebanyak 1.182 kasus. Dengan demikian, total Covid-19 DKI mencapai 840.442 kasus.

 

Kasus aktif Covid-19 pun mengalami kenaikan sebanyak 88 orang. Sehingga jumlah orang yang masih dirawat dan menjalani isolasi sampai hari ini kembali tembus 9.656 orang.

 

Kabar baiknya, total orang dinyatakan telah sembuh sebanyak 817.764 atau bertambah 1.077 orang dengan tingkat kesembuhan 97,3 persen.

 

Sementara total kasus meninggal dunia mencapai 13.022 orang atau bertambah 17 orang dengan tingkat kematian 1,5 persen. Sedangkan tingkat kematian Indonesia sebesar 2,9 persen.

 

Untuk positivity rate atau persentase kasus positif sepekan terakhir di Jakarta tembus 7,7 persen. Sedangkan persentase kasus positif secara total sebesar 15,0 persen.

 

Jumlah tersebut masih di atas yang telah ditetapkan standar WHO yakni persentase kasus positif tidak lebih dari 5 persen.

 

Meskipun saat ini vaksin Covid-19 sudah tersedia, Pemprov DKI pun terus mengimbau kepada masyarakat untuk selalu memperhatikan protokol kesehatan.

 

Yaitu dengan menggunakan masker, selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau menggunakan hand sanitizer, dan menjaga jarak antar orang minimal 1,5-2 meter. (rmol)



 

SANCAnews – Lomba karya tulis BPIP dipandang tak sesuai dengan norma Pancasila lantaran sarat dengan Islamophobia. Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid memberi tanggapan.

 

Tema lomba yang diangkat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yakni ‘Hormat Bendera Menurut Hukum Islam’ dan ‘menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam’.

 

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyampaikan seharusnya BPIP melaksanakan lomba dengan konteks Hari Santri Nasional di mana banyak santri seperti dari NU, Muhammadiyah dan lain-lain.

 

Argumentasi Hidayat, banyak santri dulu ikut berjuang dalam memerdekakan bangsa dan tidak perlu ada permasalahan terkait keagamaan.

 

“Seandainya ada yang masih belum melaksanakan, maka tugas BPIP sebagai bukti pengamalan Pancasila, mendatangi mereka secara baik-baik dan beradab. berikan pencerahan dalam semangat permusyawaratan menjaga persatuan, dan berikan solusi, tentu akan segera selesai,” kata HNW, Minggu (15/8).

 

HNW menegaskan, menjelang HUT Kemerdekaan dan Hari Konstitusi yang hadirkan jasa dan peran nyata Santri dan Ulama untuk Indonesia, mestinya BPIP mengumumkan lomba dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional yang dirayakan pada 22 Oktober 2021.

 

Hal itu juga perlu dilakukan untuk menghormati peran dan jasa santri dan Ulama dalam menghadirkan dan mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.

 

Politisi PKS menyebut bahwa latar belakang penetapan Hari Santri Nasional bukan 1 Muharram melainkan tanggal 22 Oktober. Penetapan hari itu karena pemerintah ingin menghormati jasa santri dan kiai.

 

Pada tanggal 22 Oktober 1945 KH Hasyim Asyari mengobarkan fatwa dan resolusi Jihad memaksimalkan usaha dari Surabaya melawan penjajahan Belanda

 

“Atau minimal tema tentang para ulama dan santri yang tidak hanya memperjuangkan kemaslahatan umat tapi juga kemaslahatan bangsa dan negara,” katanya.

 

Fatwa dan Resolusi Jihad itu didukung oleh Kongres Umat Islam I di Yogya pada 7-8 Nopember 1945 yang kemudian memunculkan heroisme perlawanan santri, pemuda dan komponen lainnya berhasil mengalahkan Belanda dan sekutunya.

 

Perlawanan puncak pada 10 Nopember 1945 itu kemudian diakui pemerintah sebagai Hari Pahlawan.

 

“Dengan peran ulama dan santri tersebut maka selamatlah kemerdekaan Indonesia dan keutuhan bangsa bersama Pancasila,” imbuhnya.

 

Hidayat yang juga merupakan anggota DPR-RI Komisi VIII yang di antaranya membidangi urusan agama ini menjelaskan, Negara melalui pengesahan UU 18/2019 tentang Pesantren juga mengakui bahwa tidak ada pertentangan antara Santri dan Ulama dengan semangat kebinekaan dan keindonesiaan.

 

Dalam UU Pesantren Pasal 10 ayat (4) misalnya disebutkan, Santri dididik untuk menanamkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, menyemaikan akhlak mulia, memegang teguh toleransi, keseimbangan, moderat, rendah hati, dan cinta tanah air berdasarkan ajaran Islam, nilai luhur bangsa Indonesia, serta berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.

 

“Artinya integrasi semangat keislaman dan kebangsaan di kalangan santri sejatinya sudah selesai dan bisa jalan beriringan,” jelasnya.

 

“Jangan justru lembaga Negara seperti BPIP kembali mempersoalkannya, yang akan berakibat kepada munculnya lagi saling curiga dan stigma,” ucapnya.

 

Dia menambahkan BPIP dan programnya harusnya menjadi contoh bagaimana mengamalkan Pancasila dengan mempersatukan Bangsa dan merawat kesatuan Bangsa sebagaimana sila ke 3 Pancasila.

 

“Jangan dengan dalih memperingati Hari Santri Nasional, malah menumbuhkan lagi benih-benih pecah belah bangsa, dengan stigma negatif,” jelasnya. (pojoksatu)



 

SANCAnews – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie mengatakan Presiden Republik Indonesia bukan masuk sebagai lambang negara yang diatur dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. Ia menyampaikan demikian terkait mural bergambar mirip Presiden Jokowi bertulis '404:Not Found'.

 

“Pasal 36A UUD RI 1945 menegaskan lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” tulis Jimly di akun Twitternya, @jimlyAs yang dikutip VIVA pada Minggu, 15 Agustus 2021.

 

Gambar dinding atau mural di AREA Jalan Pembangunan I, Bayu Jaya, Batu Ceper, Kota Tangerang, menjadi sorotan. Hal ini lantaran muncul gambar wajah seseorang yang mirip Presiden Jokowi dengan tulisan kode '404:Not Found'.

 

Untuk diketahui, arti kode tersebut bermaksud pemberitahuan error atau kesalahan sehingga tidak ditemukan. Digambarkan pada dinding dengan ukuran 2x1 meter di kolong jembatan Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta, sosok tersebut berwarna abu-abu, hitam dan putih, dengan bagian mata yang diberikan garis merah tebal bertuliskan '404:Not Found'.

 

Terkait itu, pihak Kelurahan Batu Jaya Kota Tangerang juga tak tahu persis sejak kapan kemunculan mural tersebut. "Umumnya pelaku mural kan dari komunitas yang tidak terdeteksi, karena beraksinya malam hari," kata Lura Batu Jaya, Jamaludin.

 

Kini, mural yang bergambar wajah mirip Presiden Jokowi dengan mata ditutupi tulisan ‘404: Not Found‘ sudah viral di media sosial. Meskipun saat ini mural tersebut sudah dihapus aparat. Kepolisian juga tengah melakukan penyelidikan untuk memburu pembuat mural tersebut.

 

Sikap aparat yang represif dengan memburu pelaku mural dikritik Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon. Ia juga bilang Presiden RI bukan merupakan lambang negara.

 

Maka itu, ia meminta kepada aparat kepolisian tidak berlebihan bertindak terhadap pembuat mural mirip wajah Jokowi bertulis ‘404: Not Found’. Bagi Fadli, mural adalah bagian dari ekspresi seni budaya sehingga tak perlu direspons berlebihan.

 

“Itu bagian dari ekspresi budaya. Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat untuk menyatakan sikap atau pendapat atau kemerdekaan berekspresi. Lagi pula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” kata Fadli dikutip dari akun Twitternya @fadlizon. (viva)



 

SANCAnews – Alasan aparat menghapus gambar mural di Kawasan Batuceper, Kota Tangerang, Banten dinilai tidak tepat. Sebab, penghapusan mural wajah mirip Presiden Joko Widodo bertulis “404: Not Found” itu disebut karna alasan presiden lambang negara.

 

Anggota DPD RI yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengurai bahwa Pasal 36 A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hanya menyebut Garuda Pancasila sebagai lambang negara”.

 

“Pasal 36 A UUD NRIT 1945 menegaskan: “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”,” ujarnya di akun media sosial pribadinya, Sabtu (14/8).

 

Senada itu, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon juga memastikan bahwa presiden bukan lambang Negara. Untuk itu, dia meminta pemerintah tidak berlebihan menanggapi kritik publik lewat ekspresi seni. Di mana mural, baginya adalah bagian dari ekspresi budaya.

 

“Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat utk menyatakan sikap/pendapat atau kemerdekaan berekspresi. Lagipula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” ujarnya.

 

Lambang negara sebagaimana termaktub dalam UUD memang hanya Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

 

Sementara penjelasan umum UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan,  mengurai bahwa Bendera Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan simbol yang menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain.

 

Lagi-lagi, tidak disebutkan presiden sebagai bagian dari simbol negara.(rmol)



 

SANCAnews – Budayawan, Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun mengajak rakyat Indonesia agar tak membenci Presiden Jokowi. Menurutnya, mantan wali kota Solo itu harusnya dikasihani.

 

Hal terkait Jokowi tersebut diungkapkan Cak Nun lewat videonya yang tayang di kanal YouTube Saeful Zaman seperti dilihat pada Sabtu 14 Agustus 2021.

 

Dalam video berjudul ‘Siapa di Belakang Jokowi dan Megawati yang Mengendalikan Mereka’ tersebut, awalnya Cak Nun hendak menyampaikan bahwa apa yang kita ketahui tentang Indonesia masih sangat terbatas.

 

Selama ini, menurut Cak Nun, kita mungkin mengira kekuasaan tertinggi dipegang Presiden Jokowi. Namun, kenyataannya ada sosok lain yang lebih kuat di balik mantan Gubernur DKI itu.

 

“Indonesia ini bukan hanya sekadar yang kamu sangka, ada segmen-segmen, ada level-level, ada kader-kader yang menjadi faktor berubahnya Indonesia. Jangan pikir Indonesia berlangsung seperti yang kalian skenariokan,” ungkapnya.

 

Kendati demikian, Cak Nun justru mengaku kasihan terhadap Presiden Jokowi. Sebab, kata dia, selama menjabat Jokowi berada di bawah tekanan berat. Sehingga, suara yang dia sampaikan bukan menjadi satu-satunya keputusan mutlak.

 

“Anda jangan benci Jokowi, jangan benci Mega, atau jangan benci siapapun yang seakan-akan berkuasa. Anda harusnya merasa kasihan dengan mereka,” tuturnya.

 

Mengutip Hops.id, Cak Nun dalam tayangan video itu juga membeberkan bahwa Presiden Jokowi tak sepenuhnya berkuasa di Indonesia. Sebab, ada kekuasaan lebih tinggi yang kini mengendalikannya.

 

Cak Nun memastikan, jabatan presiden yang diemban Jokowi tak membuatnya berkuasa secara utuh. Namun, dia menduga, bukan ketua partainya, Megawati Soekarnoputri yang mengendalikannya.

 

“Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa,” ungkap Cak Nun.

 

“Jadi mereka membutuhkan ketidakpastian dari pelaku-pelaku di panggung ini, diadu domba sedemikian rupa,” tambahnya.

 

Cendekiawan muslim ini kemudian menjelaskan, gejolak politik yang terjadi di Tanah Air dipengaruhi kelompok atau jaringan di luar negeri. Bahkan, pria yang dikenal kontroversial itu menilai, kelompok global tersebut menjadi salah satu pihak yang memegang kendali kekuasaan.

 

“Jadi nanti ada skala global internasional, terus nanti ada tajalinya yang agak regional nasional. Nah, mereka ini pokoknya kalau enggak Yahudi Timur, ya China Barat. Kira-kira seperti itu,” kata Cak Nun.

 

“Nanti timeline-nya adalah lima tahun kemudian, sepuluh tahun ini, kita mengalami pertaruhan, Indonesia akan merangkak kembali, bangkit, menggeliat, atau malah hancur sama sekali dan menjadi bangsa jongos total di tahun 2024,” sambungnya.

 

Menurutnya, jika Jokowi benar tidak berkuasa penuh, maka sejumlah kebijakan yang dia putuskan bukan hanya bersumber dari dalam melainkan juga dari luar.

 

Namun, Cak Nun sekali lagi tak bisa memastikan, siapa sosok yang lebih berkuasa dibanding Jokowi tersebut. Akan tetapi, yang pasti menurutnya sosok itu merupakan pemilik modal dengan uang berlimpah.

 

“Siapakah mereka ini? Pasti ada lah, para konselasi, para pemilik modal. Baik di tingkat internasional, regional, maupun nasional. Nah, lapisan-lapisan itu juga bertarung satu sama lain,” ujar Cak Nun.

 

“Karena nanti yang diciptakan adalah sistem-sistem yang menguntungkan roti dan keranjang-keranjang mereka, dan bekerja sama dengan konselasi internasional,” pungkasnya. (terkini)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.