Latest Post


 

SANCAnews – Budayawan, Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun mengajak rakyat Indonesia agar tak membenci Presiden Jokowi. Menurutnya, mantan wali kota Solo itu harusnya dikasihani.

 

Hal terkait Jokowi tersebut diungkapkan Cak Nun lewat videonya yang tayang di kanal YouTube Saeful Zaman seperti dilihat pada Sabtu 14 Agustus 2021.

 

Dalam video berjudul ‘Siapa di Belakang Jokowi dan Megawati yang Mengendalikan Mereka’ tersebut, awalnya Cak Nun hendak menyampaikan bahwa apa yang kita ketahui tentang Indonesia masih sangat terbatas.

 

Selama ini, menurut Cak Nun, kita mungkin mengira kekuasaan tertinggi dipegang Presiden Jokowi. Namun, kenyataannya ada sosok lain yang lebih kuat di balik mantan Gubernur DKI itu.

 

“Indonesia ini bukan hanya sekadar yang kamu sangka, ada segmen-segmen, ada level-level, ada kader-kader yang menjadi faktor berubahnya Indonesia. Jangan pikir Indonesia berlangsung seperti yang kalian skenariokan,” ungkapnya.

 

Kendati demikian, Cak Nun justru mengaku kasihan terhadap Presiden Jokowi. Sebab, kata dia, selama menjabat Jokowi berada di bawah tekanan berat. Sehingga, suara yang dia sampaikan bukan menjadi satu-satunya keputusan mutlak.

 

“Anda jangan benci Jokowi, jangan benci Mega, atau jangan benci siapapun yang seakan-akan berkuasa. Anda harusnya merasa kasihan dengan mereka,” tuturnya.

 

Mengutip Hops.id, Cak Nun dalam tayangan video itu juga membeberkan bahwa Presiden Jokowi tak sepenuhnya berkuasa di Indonesia. Sebab, ada kekuasaan lebih tinggi yang kini mengendalikannya.

 

Cak Nun memastikan, jabatan presiden yang diemban Jokowi tak membuatnya berkuasa secara utuh. Namun, dia menduga, bukan ketua partainya, Megawati Soekarnoputri yang mengendalikannya.

 

“Apakah Presiden Jokowi berkuasa? Tidak. Apakah Megawati berkuasa? Tidak. Apakah anak-anaknya Megawati berkuasa? Semakin tidak. Terus siapa yang sebenarnya berkuasa? Dia yang berkuasa tidak pernah muncul di media massa,” ungkap Cak Nun.

 

“Jadi mereka membutuhkan ketidakpastian dari pelaku-pelaku di panggung ini, diadu domba sedemikian rupa,” tambahnya.

 

Cendekiawan muslim ini kemudian menjelaskan, gejolak politik yang terjadi di Tanah Air dipengaruhi kelompok atau jaringan di luar negeri. Bahkan, pria yang dikenal kontroversial itu menilai, kelompok global tersebut menjadi salah satu pihak yang memegang kendali kekuasaan.

 

“Jadi nanti ada skala global internasional, terus nanti ada tajalinya yang agak regional nasional. Nah, mereka ini pokoknya kalau enggak Yahudi Timur, ya China Barat. Kira-kira seperti itu,” kata Cak Nun.

 

“Nanti timeline-nya adalah lima tahun kemudian, sepuluh tahun ini, kita mengalami pertaruhan, Indonesia akan merangkak kembali, bangkit, menggeliat, atau malah hancur sama sekali dan menjadi bangsa jongos total di tahun 2024,” sambungnya.

 

Menurutnya, jika Jokowi benar tidak berkuasa penuh, maka sejumlah kebijakan yang dia putuskan bukan hanya bersumber dari dalam melainkan juga dari luar.

 

Namun, Cak Nun sekali lagi tak bisa memastikan, siapa sosok yang lebih berkuasa dibanding Jokowi tersebut. Akan tetapi, yang pasti menurutnya sosok itu merupakan pemilik modal dengan uang berlimpah.

 

“Siapakah mereka ini? Pasti ada lah, para konselasi, para pemilik modal. Baik di tingkat internasional, regional, maupun nasional. Nah, lapisan-lapisan itu juga bertarung satu sama lain,” ujar Cak Nun.

 

“Karena nanti yang diciptakan adalah sistem-sistem yang menguntungkan roti dan keranjang-keranjang mereka, dan bekerja sama dengan konselasi internasional,” pungkasnya. (terkini)



 

SANCAnews – Anggota DPR RI, Dedi Mulyadi, terkejut luar biasa saat tak sengaja menangkap basah seorang WNA alias warga negara asing asal China yang menjadi buruh pabrik di Purwakarta, Jawa Barat.

 

Hal itu terungkap ketika Dedi sedang memeriksa pabrik yang dinilainya telah berperan merusak jalan di kawasan Maracang-Babakancikao, Purwakarta.

 

Dedi Mulyadi menduga bahwa lalu-lalang kendaraan bermuatan berat menuju pabrik telah merusak jalan milik masyarakat di sekitarnya.

 

Nah, saat menanyakan nomor telepon direktur pabrik tersebut kepada seorang pegawainya, Dedi kaget ketika salah satu pegawai di sana ternyata tak bisa berbahasa Indonesia.

 

Setelah ditanya, pegawai tersebut akhirnya mengaku bahwa ia memang bukan WNI, melainkan warga negara China.

 

“Di sini bagian apa?” tanya Dedi Mulyadi, dikutip terkini.id dari Pikiranrakyat pada Sabtu, 14 Agustus 2021.

 

Herannya, pertanyaan Dedi itu tidak dijawab oleh sang pegawai karena rupanya tidak mengerti sehingga seorang pria lain yang ada di tempat kemudian bantu menjawab.

 

“Pengurus DO, Pak.”

 

“Oh, DO langsung orang China? Gak orang sini?” tanya Dedi lagi.

 

“Ada nanti siang (yang orang Indonesia),” jawab pria itu lagi mewakili.

 

Dalam video yang diunggah di kanal Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel pada 12 Agustus 2021, bekas Bupati Purwakarta itu sampai geleng-geleng kepala dan mengeluarkan kalimat menohok.

 

“Waduh, gak ada orang Indonesia yang bisa ngurus DO? Yang gini-gini cukup orang Indonesia, loh. Gila!”

 

Sebagai informasi, Indonesia baru saja kembali kedatangan TKA China sebanyak 34 orang pada 7 Agustus 2021 lalu.

 

Para TKA China itu terbang ke Indonesia menggunakan pesawat Citylink dengan kode QG8815.

 

Pesawat tersebut mengangkut total 37 penumpang dengan 3 yang lain merupakan warga negara Indonesia (WNI).

 

Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Penanganan Covid-19 Imigrasi, Arya Pradhana Anggakara, mengatakan bahwa 34 TKA China yang masuk sudah lolos tes kesehatan yang dilakukan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soekarno-Hatta.

 

Selain itu, kata Arya, 34 TKA China tersebut merupakan pemegang Izin Tinggal Terbatas (ITAS).

 

“Sehingga masuk ke dalam kategori orang asing yang diizinkan masuk sesuai Peraturan Menkumham Nomor 27 Tahun 2021.” (terkini)



 

SANCAnews – Lomba karya tulis yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) seolah kembali mengulang kegaduhan kontraproduktif yang dilakukan Yudian Wahyudi cs.

 

Bedanya, kegadugan kali ini dilakukan di saat Indonesia justru sedang bersiap menghadapi 2 peristiwa penting, yaitu Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dan Hari Konstitusi.

 

Begitu kata Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid menanggapi masalah tersebut. Menurutnya, dua peristiwa nasional itu sebenarnya membuktikan kuatnya peran santri dan ulama untuk Indonesia Merdeka, Pancasila, dan UUD 1945.

 

Namun sangat disayangkan, justru BPIP mengumumkan kegiatan nasional lomba tulis peringati Hari Santri yang dinilai publik menyiratkan adanya tuduhan terselubung. Seolah santri tidak menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak menghormati bendera Merah Putih.

 

"Padahal, para santri dan ulama termasuk di antara komponen bangsa yang diakui telah berjuang menghadirkan dan mempertahankan Indonesia merdeka, dan menyelamatkan Pancasila,” ujarnya lewat keterangan resmi.

 

Sebagai bagian dari santri, Wakil Dewan Syuro PKS ini menjelaskan, pemerintah menetapkan hari Santri tanggal 22 Oktober merupakan bagian monumen historis dan bukti jasa nyata santri dan ulama, serta pengakuan negara tentang bagaimana santri dan ulama menyelamatkan Indonesia dari penjajahan Belanda.

 

"Apalagi dalam kondisi sekarang di mana Presiden Jokowi mengajak peran serta ulama dan santri untuk mengawal program penanggulangan Covid-19 seperti vaksinasi dan protokol kesehatan,” katanya.

 

Menurut politisi yang akrab disapa HNW ini, semestinya BPIP tidak menyudutkan santri dengan stigma-stigma negatif. Kalaupun tetap akan membuat perlombaan tulisan memperingati Hari Santri Nasional, BPIP harus mencabut 2 tema yang tidak menghormati peran sejarah santri itu.

 

“Meminta maaf kepada komunitas terbuka kepada publik, dan segera menggantinya dengan tema lomba yang lebih produktif dan edukatif. Misalnya tentang jasa santri menyelamatkan Indonesia, atau peran santri memberantas korupsi, mengatasi pandemi, mengokoh-kuatkan persatuan bangsa, dll,” tandasnya. (lawjustice





 

SANCAnews – Toto Izul Fatah, peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mengatakan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP telah kehilangan arah yang akut dan cenderung mengidap ‘skizofrenia’.

 

Sejenis gangguan jiwa dalam proses berpikir terbelah yang halusinatif dan paranoia. Dalam merespon isu-isu besar nasional.

 

Toto mengatakan hal ini di Jakarta, Sabtu 14 Agustus 2021. Menanggapi lomba artikel BPIP dengan tema, “Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam”.

 

Tujuan lomba ini, kata Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo, untuk pemaknaan nilai-nilai keagamaan dalam memperkuat kebangsaan.

 

Toto berpendapat, acara lomba yang digelar BPIP itu sama sekali tak menggambarkan kecerdasan, sensitivitas, dan aktualitas. Tentang apa yang seharusnya dilakukan lembaga negara tersebut.

 

Bahkan, lomba yang diadakannya justru berpotensi merusak spirit Pancasila, yang seharusnya menjadi misi luhur BPIP.

 

Menurut Toto yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA, tema yang diusung dalam lomba tersebut terkesan sangat dipaksakan.

 

Karena isu tentang Hormat Bendera Merah Putih dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan itu bukan isu mainstream umat dan bangsa saat ini. Kenapa? Karena umat Islam sudah ‘clear’ dengan isu itu sejak lama.

 

“Mengangkat tema dengan isu tersebut sama saja dengan mengusik ketenangan umat Islam yang sudah tak lagi mempersoalkan itu. Hukumnya sudah jelas, kenapa masih harus dicari-cari lagi apa hukumnya dalam Islam. Ini sama saja dengan tak percaya kepada umat Islam. Masih banyak tema lain yang lebih aktual dengan kebutuhan bangsa saat ini,” ungkapnya.

 

Toto khawatir, acara lomba yang didasari pola pikir sesat dan menyesatkan seperti itu, akan mengundang tafsir liar tentang tuduhan adanya oknum petinggi BPIP yang mengidap Islamophobia. Tuduhan ini jelas akan makin menjauhkan BPIP dengan misi utamanya, sebagai badan pembinaan ideologi Pancasila.

 

“Jangan sampai, badan pembinaan ini pada saatnya menjadi badan yang harus dibina. Padahal, disitu berkumpul sejumlah tokoh besar yang harusnya memproduksi ide-ide dan program besar, bukan ecek-ecek yang mengerdilkan nama besar itu. Dan ini yang akhirnya membuat nama besar BPIP tak berbanding lurus dengan realita di lapangan,” kata Toto.

 

Terkait dengan itulah, Toto menilai perlu dilakukan evaluasi total terhadap keberadaan lembaga negara yang diberi tugas khusus dalam pembinaan Ideologi Pancasila ini. Apalagi, menyangkut anggaran yang tidak kecil buat menghidupi lembaga tersebut.

 

Idealnya, lanjut Toto, ditengah negara dan bangsa yang sedang mengalami rentetan masalah besar saat ini, termasuk wabah Covid-19, BPIP harusnya tampil dengan program besar, bukan ide kerdil dan dangkal.

 

“Jangan biarkan rakyat menuduh BPIP bikin acara lomba artikel hanya untuk habiskan anggaran,” tegasnya. (suara)



 

SANCAnews – Pemerintah tidak perlu berlebihan dalam menyikapi mural bertuliskan wajah Presiden Joko WIdodo dengan tulisan “Jokowi 404: Not Found” yang muncul di Batuceper, Tangerang.

 

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai mural itu sebatas bagian dari kreativitas seni masyarakat.

 

"Tak usah berlebihan tanggapi mural, lukisan, poster, meme n ekspresi seni lainnya.Itu bagian dari ekspresi budaya,” kata Fadli Zon di akun Twitternya, Minggu (15/8).

 

Anggota Komisi I DPR RI ini mengatakan seharusnya pemerintah tidak berlebihan dengan mural tersebut. apalagi sampai berniat mencari pelaku pembuatan mural.

 

"Justru respons berlebihan mereduksi hak rakyat utk menyatakan sikap/pendapat atau kemerdekaan berekspresi,” ucapnya.

 

Dia mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara demokrasi yang patut dihargai pendapat masyarakat yang ingin disampaikan kepada pemerintah pada medium apapun termasuk mural, "Lagi pula presiden bukan lambang negara. Katanya demokrasi,” tandasnya. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.