Latest Post


SANCAnews – Pemakzulan atau penggulingan pemerintahan yang sedang berkuasa bukan hanya sekali terjadi di Indonesia. Baik itu pemerintahan yang berakhir secara konstituaional ataupun tidak.

 

Pakar hukum Suparji Ahmad mengatakan, contoh pemakzulan yang dilakukan dengan cara konstitusional adalah berakhirnya era pemerintahan Presiden Abdurrachman Wahid atau Gus Dur.

 

"Kalau melalui konstitusi kan ketika Gus Dur karena ada proses politik, ada kesepakatan DPR, ada kemudian MPR," ujar Suparji dalam webinar Kaukus Muda Indonesia bertema 'Membaca Propaganda dan Isu Penggulingan Jokowi di Tengah Pandemi Covid-19', Jumat (13/8).

 

Sementara, kata dia, jika berbicara pemakzulan tanpa melalui jalan konstitusi ada dua era, yakni Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

 

"Kalau di luar konstitusi kan ada Soeharto yang mengundurkan diri, itu pun akhirnya terguling. Demikian juga pada masa Soekarno karena situasi pada waktu itu akhirnya dia terguling," terangnya.

 

Soal pemerintahan Presiden Joko Widodo, lanjutnya, dia ragu akan terjadi pemakzulan. Pun juga kalau alasannya kegagalan dalam menangani pandemi virus corona baru (Covid-19), dia tidak yakin alasan ini cukup kuat.

 

"Apakah situasi pandemi Covid-19 ini dapat menjadi alasan untuk melalukan penggulingan pemerintahan yang sah secara hukum?" pungkasnya.

 

Berdasarkan data yang dirilis Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per Jumat (13/8), untuk kasus meninggal hari ini tercatat bertambah 1.432 kasus. Totalnya kini menjadi 113.664 orang atau sebesar 3 persen dari total kasus positif.

 

Tingginya angka kematian inilah yang menjadi sorotan banyak kalangan untuk menilai bahwa pemerintahan Joko Widodo gagal dalam menekan angka kematian warga negaranya.

 

Bahkan terbaru, Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan akan menghilangan data angka kematian sebagai indikator penentuan kelanjutan penerapan PPKM atau tidak. Alasannya, data kematian yang terinput tidak singkron dan perlu perbaikan. (rmol)




SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi aturan Presiden terkait penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran bahan bakar minyak (BBM).

 

Perubahan aturan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 69 tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Perpres nomor 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

 

Peraturan ini ditetapkan di Jakarta, 3 Agustus 2021 olehJokowi dan berlaku sejak diundangkan pada 3 Agustus 2021.

 

Beberapa pasal yang diubah yaitu di antara pasal 8 dan 9 disisipkan pasal 8A yang berisi 5 ayat. Kemudian perubahan juga terdapat di pasal 9, pasal 14, penambahan aturan pasal 14A, perubahan pasal 16 dan penambahan pasal 16A, perubahan pasal 20 dan 20A.

 

Di dalamnya tak hanya mengatur terkait penugasan, penyediaan, dan pendistribusian jenis BBM tertentu. Yaitu jenis solar (gas oil) dan minyak tanah (kerosene) maupun BBM khusus penugasan bensin RON 88 atau Premium kepada Badan Usaha, namun Perpres No.69 tahun 2021 ini juga mengatur tentang ketentuan harga jual eceran jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan tersebut.

 

Ketentuan mengenai harga jual eceran jenis BBM tertentu dan khusus diatur dalam pasal 14, ini rincian aturannya:

 

(1) Menteri menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

 

(2) Harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Tanah (Kerosene) di titik serah, untuk setiap liter merupakan nominal tetap yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

 

(3) Jenis BBM Tertentu untuk Minyak Tanah (Kerosene) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk setiap liter diberikan subsidi.

 

(4) Harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil) di titik serah, untuk setiap liter, dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikurangi subsidi, dan ditambah Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

 

(5) Harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan di titik serah untuk setiap liter, dihitung dengan formula yang terdiri atas harga dasar ditambah biaya tambahan pendistribusian di wilayah penugasan, serta ditambah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

 

(6) Menteri menetapkan besaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dan ayat (5) untuk perhitungan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas OiI) dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

 

(7) Dalam hal terdapat perubahan harga jual eceran jenis BBM Tertentu dan jenis BBM Khusus Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

 

(8) Menteri dapat menetapkan harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan berbeda dengan perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dengan mempertimbangkan:

a. kemampuan keuangan negara;

b. kemampuan daya beli masyarakat; dan/atau

c. ekonomi riil dan sosial masyarakat, berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian.

 

(9) Menteri menetapkan formula harga dasar yang terdiri dari biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.

 

(10) Formula sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditetapkan setelah mendapatkan pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

 

(11) Biaya perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan biaya penyediaan BBM dari produksi kilang dalam negeri dan/acau impor sampai dengan Penyalur/Terminal BBM/Depot.

 

(12) Menteri menetapkan besaran harga dasar mengacu pada formula harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (9).

 

(13) Untuk menetapkan harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (12), Menteri menetapkan harga indeks pasar yaitu harga produk BBM yang merupakan bagian dari biaya perolehan yang digunakan untuk menghitung harga dasar Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan.

 

Di antara Pasal 14 dan Pasal 15 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal I4A yang berbunyi:

 

Pasal 14A

(1) Harga jual eceran Jenis BBM Umum di titik serah untuk setiap liter, dihitung dan ditetapkan oleh Badan Usaha berdasarkan formula harga tertinggi yang terdiri atas harga dasar ditambah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

 

(2) Harga dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan formula yang terdiri atas biaya perolehan, biaya distribusi, dan biaya penyimpanan serta margin.

 

Sekedar diketahui, jenis BBM Umum yaitu bensin atau solar non subsidi, di luar BBM subsidi dan BBM khusus penugasan. BBM Umum ini seperti bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) di atas 90 seperti Pertamax.

 

Sayangnya, dalam Perpres No.69/2021 ini tidak disebutkan secara pasti besaran PBBKB yang ditetapkan. Sementara dalam Perpres sebelumnya, nomor 191/2014 disebutkan bahwa besaran PBBKB harga jual eceran Jenis BBM Tertentu dan harga jual eceran Jenis BBM Khusus Penugasan sebesar 5% (lima persen) dan harga jual eceran Jenis BBM Umum sesuai dengan peraturan daerah provinsi setempat. (detik)



 

SANCAnews – Pernyataan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang menyebut tokoh dari Sumatera Barat tidak sepopuler di era kemerdekaan dinilai keliru dan menyakitkan bagi warga Minangkabau.

 

Begitu kata ahli strategi komunikasi Jerry Massie masih meraba alasan yang melatari Megawati menyampaikan pernyataan itu.

 

Baginya, pernyataan yang menyebut Sumbar mulai kehilangan tokoh nasinal adalah keliru. Sebab seja era Wakil Presiden Muhammad Hatta hingga sekarang, Sumbar selalu memiliki tokoh potensial di negeri ini.

 

“Saya tak paham mengapa Megawati menyebut dalam frame atau kerangka apa? Soalnya tak ada hujan tak ada angin dia melontarkan pernyataan itu,” ujarnya saat berbincang dengan Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

 

Yang jelas, menurutnya pernyataan itu melukai warga Sumbar. Untuk itu, dia meminta Megawati untuk bisa berpikir matang mengenai dampak dan risiko atas pernyataan yang disampaikan, “Pentingnya ada ahli strategi di partai yang mengingatkan Ibu Mega,” tutur Jerry.

 

Terlepas dari itu, Jerry mengingatkan bahwa ada nama ekonomi senior DR. Rizal Ramli merupakan tokoh kaliber nasional, bahkan internasional yang berasal dari Sumbar. Terobosan Rizal Ramli saat menjabat Menko Perekonomian di era Gus Dur telah berhasil menyelamatkan negeri ini dari jurang krisis global.

 

Apalagi, Rizal Ramli yang lahir di Padang pada 10 Desember 1954 juga pernah menjadi guru ekonomi Megawati.

 

“Rizal Ramli tokoh asal Sumbar yang sangat disegani saat ini. Jadi barangkali Ibu Mega harus meralat kata-kata beliau,” sambung Jerry Massie.

 

Saat webinar bertajuk “Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa” yang digelar Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP, Kamis (12/8), Megawati mengungkapkan perasaannya bahwa kondisi Sumatera Barat tidak lagi seperti dulu. Terutama soal minimnya tokoh nasional yang muncul dari wilayah tersebut.

 

"Dulu saya tahu banyak sekali tokoh dari Sumbar. Kenapa menurut saya sekarang kok kayaknya tidak sepopuler dulu atau emang tidak ada produknya?" kata Megawati. []



 

SANCAnews – Pernyataan Megawati Soekarnoputri yang menyebut belum ada tokoh populer di Sumatera Barat setelah era kemerdekaan sarat kepentingan politik.

 

Mega terkesan ingin mencari popularitas di provinsi yang selama ini sulit ditaklukkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

"Mega sedang ingin mencari popularitas publik, sehingga ia mengatakan Sumbar tidak seperti dulu lagi, karena bisa jadi tidak dapat dikuasai oleh PDIP," kata pengamat politik Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

 

Saiful Anam juga memandang, apa yang disampaikan Ketum PDIP itu terlalu subyektif. Sebab selama ini, Sumbar masih menjadi wilayah anti-Megawati dan PDIP.

 

Hal tersebut bisa dilihat dari hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden 2019. Saat itu, baik PDIP dan Jokowi-Maruf perolehannya tidak terlalu signifikan.

 

"Bisa jadi Sumbar anti-Mega dan PDIP. Untuk itu, Megawati masih terngiang-ngiang Pemilu dan Pilpres 2019 sehingga cenderung subjektif dalam melakukan penilaian dan analisa terhadap keadaan Sumbar yang sebenarnya," tandasnya. []



 

SANCAnews – Penilaian Megawati Soekarnoputri yang menyebut Sumatera Barat minim tokoh populer dinilai terlalu subjektif dan mengingkari fakta sebenarnya.

 

Bukan tanpa sebab, sejak zaman kemerdekaan, Sumatera Barat sudah melahirkan tokoh populer. Bahkan kini ada salah satu yang masih kuat, yakni begawan ekonomi, Rizal Ramli.

 

"Sangat banyak tokoh Sumbar yang sangat populer, contoh misalnya Rizal Ramli. Bahkan Rizal Ramli merupakan bagian calon kandidat kuat dalam kesempatan Pilpres 2024 mendatang," kata pengamat politik Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

 

Hal inilah yang berusaha diingkari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu. Bagi Saiful Anam, wajar bila parpol besar yang menginginkan kandidat internal berusaha menjegal tokoh populer sekelas Rizal Ramli.

 

"Tokoh-tokoh yang dianggap berpotensi tersebut kadang justru terhalang atau bahkan dihalang-halangi melalui aturan yang ketat, yakni PT 20% atau lebih," tandas Saiful Anam.

 

Dalam acara Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, Kamis (12/8), Megawati menyebut Sumbar sudah berbeda dengan era kemerdekaan, di mana saat ini sudah tidak banyak tokoh populer.

 

"Saya suka bertanya kepada beliau (Buya Syafi'i), kenapa Sumbar yang dulu pernah saya kenal sepertinya sekarang sudah mulai berbeda," tutur Megawati. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.