Latest Post


 

SANCAnews – Pernyataan Megawati Soekarnoputri yang menyebut belum ada tokoh populer di Sumatera Barat setelah era kemerdekaan sarat kepentingan politik.

 

Mega terkesan ingin mencari popularitas di provinsi yang selama ini sulit ditaklukkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

 

"Mega sedang ingin mencari popularitas publik, sehingga ia mengatakan Sumbar tidak seperti dulu lagi, karena bisa jadi tidak dapat dikuasai oleh PDIP," kata pengamat politik Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

 

Saiful Anam juga memandang, apa yang disampaikan Ketum PDIP itu terlalu subyektif. Sebab selama ini, Sumbar masih menjadi wilayah anti-Megawati dan PDIP.

 

Hal tersebut bisa dilihat dari hasil pemilihan umum dan pemilihan presiden 2019. Saat itu, baik PDIP dan Jokowi-Maruf perolehannya tidak terlalu signifikan.

 

"Bisa jadi Sumbar anti-Mega dan PDIP. Untuk itu, Megawati masih terngiang-ngiang Pemilu dan Pilpres 2019 sehingga cenderung subjektif dalam melakukan penilaian dan analisa terhadap keadaan Sumbar yang sebenarnya," tandasnya. []



 

SANCAnews – Penilaian Megawati Soekarnoputri yang menyebut Sumatera Barat minim tokoh populer dinilai terlalu subjektif dan mengingkari fakta sebenarnya.

 

Bukan tanpa sebab, sejak zaman kemerdekaan, Sumatera Barat sudah melahirkan tokoh populer. Bahkan kini ada salah satu yang masih kuat, yakni begawan ekonomi, Rizal Ramli.

 

"Sangat banyak tokoh Sumbar yang sangat populer, contoh misalnya Rizal Ramli. Bahkan Rizal Ramli merupakan bagian calon kandidat kuat dalam kesempatan Pilpres 2024 mendatang," kata pengamat politik Saiful Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/8).

 

Hal inilah yang berusaha diingkari Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu. Bagi Saiful Anam, wajar bila parpol besar yang menginginkan kandidat internal berusaha menjegal tokoh populer sekelas Rizal Ramli.

 

"Tokoh-tokoh yang dianggap berpotensi tersebut kadang justru terhalang atau bahkan dihalang-halangi melalui aturan yang ketat, yakni PT 20% atau lebih," tandas Saiful Anam.

 

Dalam acara Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, Kamis (12/8), Megawati menyebut Sumbar sudah berbeda dengan era kemerdekaan, di mana saat ini sudah tidak banyak tokoh populer.

 

"Saya suka bertanya kepada beliau (Buya Syafi'i), kenapa Sumbar yang dulu pernah saya kenal sepertinya sekarang sudah mulai berbeda," tutur Megawati. []




SANCAnews – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 bisa menjadi yang terburuk sejak era Reformasi.

 

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus mengatakan hal itu terlihat dari pelaksanaan fungsi legislasi, di mana DPR periode 2019-2024 baru menuntaskan empat rancangan undang-undang (RUU) selama dua tahun.

 

Capaian tersebut sangat jauh dengan capaian kinerja legislasi DPR periode 2014-2019 yang menuntaskan 16 RUU selama dua tahun awal masa bakti.

 

"Sementara yang sekarang baru empat [RUU]. Ini saja sudah menunjukkan potret atau potensi DPR 2019-2024 ini menjadi DPR dengan kinerja terburuk, saya kira untuk DPR-DPR era reformasi," kata Lucius saat memaparkan hasil evaluasi Formappi terhadap kinerja DPR pada Masa Sidang V Tahun Sidang 2020-2021, Kamis (12/8).

 

Selain pelaksanaan fungsi legislasi, lanjutnya, pelaksanaan fungsi DPR lainnya juga dalam situasi memprihatinkan pada saat ini.

 

Pelaksanaan fungsi pengawasan dan anggaran, menurutnya, DPR bisa menunjukkan kinerja yang memadai di tengah pandemi Covid-19 seperti saat ini. Ia berkata, kinerja DPR pada pelaksanaan dua fungsi tersebut sejauh ini hanya diwarnai dengan berbagai macam kontroversi.

 

"Alih-alih kemudian menunjukkan kinerja yang memadai terkait dengan pelaksanaan fungsi, kita melihat dari hari ke hari kita hanya disibukkan oleh berbagai kontroversi dari kejanggalan kebijakan atau keanehan dilakukan DPR," ucap Lucius.

 

Lucius membeberkan, salah satu kejanggalan kebijakan atau keanehan itu ialah terkait permintaan fasilitas bagi anggota DPR yang terpapar Covid-19.

 

Menurutnya, kejanggalan kebijakan tersebut semakin diperparah dengan tingkah anggota dewan yang melanggar protokol kesehatan dengan menggelar acara resepsi pernikahan di tengah penerapan kebijakan PPKM di Solo, Jawa Tengah.

 

"Ini hal-hal yang membuat kita semua merasa bahwa sebagai wakil rakyat, DPR ini justru gagal hadir bersama rakyat di tengah situasi dimana rakyat paling membutuhkan mereka, yaitu situasi sulit di masa pandemi ini," ujar Lucius.

 

Di sisi lain, Lucius juga mengkritik pernyataan pimpinan DPR, khususnya Ketua DPR Puan Maharani yang tidak pernah menukik pada sasaran pengawasan, melainkan hanya bersifat normatif dan terkesan cari aman sendiri.

 

Tak ketinggalan, pimpinan DPR juga dinilai bergeming dalam merespons isu tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK.

 

"Ketegasan Pimpinan DPR hanya tampak pada penolakan gagasan isolasi mandiri bagi anggota DPR di hotel berbintang. Ketegasan seperti ini seharusnya dilakukan terhadap setiap persoalan yang muncul," ujarnya.

 

Berangkat dari itu, Lucius berharap, di sisa tiga tahun masa baktinya, DPR 2019-2024 dapat menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

 

"Kita tidak ingin tiga tahun itu hanya akan diakhiri dengan cerita tentang produktivitas buruk yang terus berlanjut dari sekarang," kata Lucius.

 

Sebelumnya, dalam pidato Rapat Paripurna Penutupan Masa Persidangan Kelima Tahun Sidang 2020-2021, Ketua DPR RI, Puan Maharani mengatakan pelaksanaan fungsi legislasi DPR merupakan pekerjaan kolektif yang ditempuh melalui komitmen bersama antara pihaknya dan Pemerintah.

 

Karena itu, menurut dia, kinerja legislasi nasional harus menjadi perhatian bersama antara DPR dan Pemerintah.

 

Pada masa persidangan V, 6-15 Juli, pihaknya telah menyelesaikan pembahasan satu rancangan undang-undang (RUU), yakni RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

 

Terkait fungsi pengawasan untuk penanganan Covid-19, pihaknya mengaku telah membahas percepatan vaksinasi, penanganan pasien di rumah sakit maupun di Wisma Atlet, evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat dan dampaknya bagi perekonomian;

 

Selain itu, penimbunan oksigen dan harga obat Covid-19 yang terlalu mahal di beberapa wilayah; kebutuhan rumah sakit dan tenaga medis; serta persiapan Indonesia mengikuti Olimpiade Tokyo 2020. (lawjustice)



 

SANCAnews – Pandangan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri yang menyebut Sumatera Barat sudah berubah dinilai keliru.

 

Dalam webinar Bung Hatta Inspirasi Kemandirian Bangsa di kanal Youtube Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP, Kamis (12/8), Mega menyebut tokoh Sumbar saat ini tidak sepopuler pada zaman kemerdekaan.

 

"Dulu saya tahunya tokoh dari Sumatera Barat, kenapa menurut saya (sekarang) tidak sepopuler dulu atau memang tidak ada produknya?" kata Mega dalam webinar tersebut.

 

Namun demikian, hal berbeda disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon. Menurut Fadli Zon, orang minang beserta adat istiadatnya tidak pernah berubah.

 

"Yang sudah beda justru sikap beberapa tokoh pemerintah pusat terhadap Sumbar karena kurang paham sejarah dan budaya minang yang demokratis dan antifeodalisme," tandas Fadli Zon. (rmol)



 

SANCAnews – Aksi pembagian sembako Presiden Joko Widodo yang menimbulkan kerumunan massa di kawasan Grogol, Jakarta Barat patut diduga sebagai bentuk sabotase agar kasus Covid-19 di Jakarta kembali naik.

 

"Sudah waktunya Jokowi dituntut secara hukum melanggar peraturan pembatasan kerumunan. Tuduhan kriminal juga: menyabotase kebijakan Pemprov DKI Jakarta dan dengan sengaja berusaha membunuh rakyat," kata mantan anggota TGUPP DKI Jakarta, Marco Kusumawijaya dikutip redaksi dari akun Twitternya, Jumat (13/8).

 

Tentu tindakan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Perlu ada langkah tegas kepada presiden yang terbukti telah menimbulkan kerumunan di tengah upaya pemerintah melakukan pembatasan kegiatan masyarakat melalui PPKM Level 4.

 

Kalau elite dan rakyat masih membiarkan Jokowi berkelakuan bikin kerumunan menyabotase keadaan yang justru sedang membaik di Jakarta ini, maka akan jadi dosa kolektif. Praktis, ini akan jadi contoh buruk bagi masyarakat," sambungnya.

 

"Kalau mau teori jahat: Jokowi ini sengaja mengajak rakyat Jakarta tidak patuh prokes Pemprov DKI supaya naik lagi kasus. Kalau teori psikologi sederhana: atau dia sakit narsis atau IQ rendah," tandasnya.

 

Presiden Joko Widodo sebelumnya melakukan pembagian sembako di Terminal Grogol, Jakarta pada Selasa lalu (10/8). Saat itu, presiden memilih tidak turun dari mobil. Sementara warga diminta petugas untuk membuat antrean dan kemudian bantuan yang diambil petugas lewat kaca jendela mobil minibus diserahkan.

 

Mulanya antrean berjalan tertib dan warga berjaga jarak. Tapi setelah Jokowi meninggalkan lokasi, antrean menjadi tidak kondusif. Tidak hanya tampak kerumunan yang tanpa jarak, mereka juga berdesak-desakan untuk mendapat bingkisan presiden. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.