Latest Post


 

SANCAnews – Kementerian Kesehatan (Kemekes) menanggapi perbedaan harga tes PCR India dan Indonesia yang terpaut cukup jauh. Kemenkes menegaskan penetapan harga tertinggi PCR di RI telah dikonsultasikan dengan berbagai pihak.

 

"Pada waktu penetapan SE PCR tentunya sudah dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak terkait termasuk auditor, jadi Kemkes tidak melakukan penetapan sendiri sama seperti penetapan HET(harga eceran tertinggi) obat," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada wartawan, Kamis (12/8/2021).

 

Siti Nadia menyebut pihaknya terbuka untuk menerima kritik dan saran. Dia juga membuka kemungkinan evaluasi harga PCR jika diperlukan.

 

"Prinsipnya kami terbuka untuk berbagai masukan juga bila perlu dilakukan evaluasi tentang harga PCR ini," kata Siti Nadia.

 

Dilansir dari India Today, Kamis (12/8), harga tes PCR di India makin lebih murah setelah pemerintah menurunkan harga tes untuk mendeteksi virus Corona itu. Harga tes PCR di India turun dari 800 rupee atau sekitar Rp 150 ribu menjadi 500 rupee atau Rp 96 ribu berdasarkan kurs hari ini.

 

Pemerintah melalui Kemenkes telah menetapkan tarif batas tertinggi untuk swab PCR mandiri sebesar Rp 900 ribu. Keputusan itu diambil setelah banyak pihak mengusulkan pemerintah menetapkan standar tarif karena harga selama ini yang terlalu mahal.

 

Terpaut jauhnya harga tes PCR di India dengan Indonesia ini pun disorot banyak pihak. Beberapa yang menyorot seperti pengacara kondang Hotman Paris hingga dr Tompi.

 

"Harga PCR atau swab harus semurah-murahnya!!! Negara harus hadir memastikan ini. Kenapa negara lain bisa lebih murah dari kita saat ini? Bukankah beli bayam 100 selalu lebih murah dari beli bayam 10. Ayolah Bisa! Mohon kendalinya Pak @Jokowi," tulis Tompi di akun Twitternya. (detik)



 

SANCAnews – Kompetisis penulisan artikel tingkat nasional dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021 yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI disoal. Ini lantaran tema penilisa artikel yang dinilai menyudutkan Islam.

 

Bagi Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, dua tema “Hormat Bendera Menurut Hukum Islam” dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam” justru menunjukkan bahwa badan yang dipimpin Yudian Wahyudi itu dangkal memahami Islam.

 

“Tema lomba BPIP ini menunjukkan betapa dangkalnya BPIP memahami Islam dan Pancasila,” ujarnya lewat akun Twitter pribadi, Jumat (13/8).

 

Bahkan mantan Wakil Ketua DPR RI ini menyebut tema itu sebagai produk Islamphobia akut dan cenderung menuduh Islam mempermasalahkan hormat bendera dan lagu kebangsaan Indonesia Raya.

 

Untuk itu, Fadli Zon meminta Yudian cs untuk segera mengubah tema yang justru bisa memecah belah bangsa Indonesia tersebut, “Segeralah ganti tema agar tidak memecah belah bangsa,” tutupnya. (rmol)



 

SANCAnews – Pakar Sosiologi Bencana dari Nanyang Technological University atau NTU Singapura, Sulfikar Amir mengaku heran dengan langkah Presiden Joko Widodo yang membagikan bansos secara langsung di terminal Grogol.

 

Menurutnya pembagian bansos langsung yang diberikan Jokowi menunjukan ketidakmampuan pemerintah dalam hal penyaluran untuk masyarakat terdampak Covid-19.

 

"Kenapa dia harus turun tangan, hanya untuk menunjukkan bahwa dia sendiri itu tidak mampu mengurusi itu," kata Sulfikar saat dihubungi Suara.com, Kamis (12/8/2021).

 

Pembagian bansos tersebut diketahui menimbulkan kerumunan. Sulfikar menilai langkah Jokowi yang membagikan langsung itu cukup memalukan. Bahkan pembagian bansos tersebut tidak teratur.

 

"Jadi menurut saya ini cukup memalukan sebagai sesorang presiden yang turun tangan dan kemudian ternyata hasilnya juga lebih berantakan sih. Artinya ini refleksi dari bagaimana buruknya pengelolaan bantuan sosial di negeri ini," ujar dia

 

Seharusnya lanjut Sulfikar, pembagian bansos dapat dikelola dengan lebih baik melalui kementerian terkait. Sehingga Jokowi sebagai kepala negara tak perlu membagikan secara langsung bansos kepada masyarakat.

 

"Karena ini kan sesuatu yang sebenarnya bisa dikelola dengan lebih baik ya, ada kementerian khusus, ada menterinya ada pegawainya, ada birokrat nya ada ASN yang lain sebagainya. Jadi tidak ada alasan untuk tidak bisa mengelola itu dengan baik," tutur dia.

 

Tak hanya itu, dia menyebut aksi bagi-bagi bansos bukan kali pertama dilakukan Jokowi, melainkan sudah pernah dilakukan sebelumnya.

 

"Walaupun tahun lalu lebih kasar lagi karena bansosnya dibuang dari kaca mobil. Jadi sekarang mungkin agak lebih teratur, jadi mobil gede yang berhenti lagi bagi-bagikan, tapi begitu presiden pergi antriannya berantakan," katanya.

 

Lebih lanjut, Sulfikar tak mengerti dengan logika Jokowi yang membagikan bansos ke masyarakat secara langsung.

 

"Padahal kan dia Presiden, orang paling berkuasa di republik ini. Dia bisa menyuruh siapa untuk melakukan itu dengan baik," ucapnya.

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat mendatangi terminal Grogol, Jakarta Barat untuk membagi-bagikan sembako kepada masyarakat, Selasa (10/8) kemarin.

 

Pantauan Suara.com di lokasi, Jokowi tiba sekitar pukul 16.12 WIB. Namun saat tiba, ia tidak turun dari mobil.

 

Masyarakat pun hanya bisa melihat dari jauh sambil meneriaki memanggil-manggil namanya. Dari dalam mobil Jokowi melambaikan tangan kepada para warga yang berkumpul.

 

Sekitar 5 menit kemudian Jokowi langsung meninggalkan lokasi. Saat Jokowi tiba, pembagian sembako sebenarnya berjalan kondusif.

 

Mereka mengantre dengan menjaga jarak. Namun setelah mantan Gubernur DKI Jakarta itu meninggalkan lokasi, situasi tidak kondusif.

 

Terlihat mereka terlibat saling dorong, sampai ada beberapa warga yang terlihat terjepit di antara kerumunan massa. Alhasil protokol kesehatan jaga jarak pun terabaikan.

 

Petugas yang terdiri dari TNI, Polri, dan Paspampres berusaha untuk menertibkan warga. Mereka sesekali berteriak untuk menenangkan.

 

Namun tidak berhasil, karena situasi tidak kondusif, tim yang bertugas menghentikan pembagian sembako. Warga pun tampak kecewa. (suara)




SANCAnews – Sesuai perintah Pengadilan Negeri Depok, aktivis Syahganda Nainggolan telah dikeluarkan dari rumah tahanan Bareskrim Mabes Polri, Kamis tengah malam (12/8). Namun ia belum bisa kembali ke rumahnya.

 

Untuk sementara, sampai besok pagi, Syahganda menginap di klinik di lingkungan Bareskrim Mabes Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.

 

Informasi ini diperoleh Redaksi Kantor Berita Politik RMOL dari sahabatnya, Hendry Harmen, yang bersama sejumlah pengacara mendatangi Bareskrim Mabes Polri.

 

“Setelah kami keluar Bareskrim, kami menerima informasi bahwa SN (Syahganda Nainggolan) telah dikeluarkan dari sel dan ditempatkan di klinik supaya dianggap sudah tidak ditahan,” ujar Hendry Harmen beberapa saat lalu.

 

“Berita acara pengeluaran sedang dibuat untuk ditandatangani besok pagi,” ujar Hendry Harmen lagi.

 

Hendry Harmen juga menjelaskan, insya Allah Syahganda Nainggolan bisa meninggalkan komplek Mabes Polri Jumat pagi (13/8) sekitar pukul 10.00 WIB.

 

“Besok (Jumat pagi) ada petugas dari PN Depok yang sudah berjanji akan menjemput ke Bareskrim, karena permintaan dari Bareskrim,” demikian Hendry Harmen.

 

Perintah PN Depok agar Bareskrim Mabes Polri mengeluarkan Syahganda Nainggolan dari ruang tahanan dituliskan dalam surat bernomor  W11.U21/3579/HK.01/VIII/2021 yang ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri Depok, Syamsul Arief, hari Kamis (12/8).

 

“Bahwa mengingat masa penahanan terdakwa atas nama Syahganda Nainggolan sudah berlangsung selama 10 (sepuluh) bulan sama dengan putusan Pengadilan Tinggi dan putusan Pengadilan Negeri yang jatuh pada tanggal 10 Agustus 2021, maka oleh karena lama Terdakwa ditahan telah sesuai sedangkan pemeriksaan terhadap perkara kasasi masih berlangsung di Mahkamah Agung RI, maka terhadap Terdakwa tersebut dapat dikeluarkan dari tahanan demi hukum,” tulis PN Negeri Depok dalam surat yang ditujukan kepada Bareskrim Mabes Polri cq. Kepala Rutan Mabes Polri.

 

Dalam surat itu, PN Depok mengatakan, perintah mengeluarkan Syahganda telah sesuai dengan aturan di dalam Buku II Mahkamah Agung RI tentang Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidaha Khusus Poin 16 Status Tahanan 16.5.

 

Sejumlah pengacara Syahganda seperti  Abdullah Alkatiri dan Ahmad Yani mendatangi Bareskrim Mabes Polri untuk menjemput Syahganda Nainggolan.

 

Namun sampai hari Kamis hampir berakhir, belum ada tanda-tanda Syahganda akan dikeluarkan. Informasi Syahganda telah dikeluarkan diperoleh tak lama setelah rombongan pengacara meninggalkan Mabes Polri.

 

Syahganda Nainggolan dan sejumlah aktivis ditangkap polisi pada bulan Oktober 2020. Ia dituduh menyampaikan pernyataan berisi kebencian yang dapat menimbulkan kerusuhan di tengah masyarakat di tengah protes terhadap UU Ciptakerja.

 

Pada akhir April lalu, Majelis Hakim yang menyidangkan kasus ini di PN Depok menjatuhkan hukuman penjara selama 10 bulan untuknya.

 

Tidak puas dengan vonis hakim PN Depok, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding. Pengadilan Tinggi Bandung menolak banding itu. Masih tidak puas, JPU mengajukan kasasi ke MA. []

 



 

SANCAnews – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, menyoroti soal kondisi Sumatera Barat (Sumbar). Sebelumnya, Ketua DPP Puan Maharani pun pernah menyoroti soal Sumbar.

 

Dalam peringatan HUT Ke-119 Proklamator RI Mohammad Hatta, Megawati bercerita Sumbar sekarang tak seperti yang dulu. Awalnya, Megawati bercerita soal ketokohan di Sumbar.

 

"Dulu saya tahu banyak sekali tokoh dari Sumbar. Kenapa menurut saya sekarang kok kayanya tidak sepopuler dulu kah atau emang tidak ada produknya?" kata Megawati dalam acara yang digelar oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, Kamis (12/8/2021).

 

Lalu, Megawati menyebut ketokohan Muhammad Hatta, yang merupakan Proklamator Republik Indonesia bersama dengan Sukarno. Selain itu, Sumbar disebut sebagai wilayah dengan gotong royong yang kental.

 

"Coba bayangkan tadi sudah ditampilkan siapa Bung Hatta dari masa kecil, saya pernah ke Bukittinggi, makanya sampai saya dapat gelar. Jadi dulu waktu saya kalau ke Sumbar saya melihat saya dapat merasakan sebuah apa ya, naluri kegotong-royongan gitu, karena tentu sangat kental tradisi keIslamannya," ujarnya.

 

"Tapi juga ada saat bersamaan juga menempatkan peran tokoh adat yang disebut ninik mamak, alim ulama, kaum cadiak pandai (intelektual) ke semuanya merupakan kepemimpinan yang khas yang disebut Minangkabau bukannya istilah tapi seperti panggilan," lanjut Megawati.

 

Megawati kini merasa aneh dengan kondisi Sumbar. Bakan dia disebut sering di-bully atau perundungan soal Sumbar. Tak hanya dia, Puan yang merupakan anaknya, juga mendapat.

 

"Kok malah ke sini saya mulai berpikir, saya sering berdiskusi karena di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), saya sebagai ketua dewan pengarah. Itu ada Buya Syafi'i, saya suka bertanya kepada beliau kenapa Sumbar yang dulu pernah saya kenal sepertinya sekarang sudah mulai berbeda," ujarnya.

 

"Satu waktu pernah saya, Mba Puan dibully, saya sampai bingung kenapa saya dibully ya, padahal dari yang saya mendapatkan sebuah pengertian itu kan ada Bundo Kandung. Jadi itu yang maksud saya... apakah itu sudah tidak berjalan lagi," lanjut Megawati.

 

Puan Maharani pernah menuai kontroversi soal Sumbar. Kejadian itu terjadi dalam masa Pilkada Sumbar 2021.

 

Pada 2 September 2021, Puan mengumumkan dukungan terhadap Mulyadi dan Ali Mukhni. Dua orang itu bukanlah kader PDIP, Mulyadi adalah politikus Partai Demokrat. Sedangkan Ali Mukhni adalah Bupati Padang Pariaman.

 

"Rekomendasi diberikan kepada Insinyur Mulyadi dan Drs H Ali Mukhni. Merdeka!" kata Puan, Rabu (2/9/2020).

 

Namun, pernyataan puan tak berhenti sampai di situ. Puan menyinggung soal Sumbar dan negara Pancasila.

 

"Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung Negara Pancasila," kata Puan.

 

Penyataan puan soal Sumbar berhenti. Tidak ada penjelasan atau penyataan lanjutan oleh Puan.

 

Dalam pilkada itu, Mulyadi akan berhadapan dengan cagub Gerindra, Nasrul Abit, dan cagub PKS, Mahyeldi. Karena kejadian itu, Mulyadi mengembalikan dukungan dari PDIP. Selanjutnya, Pilgub Sumbar dimenangkan oleh Mahyeldi yang berpasangan dengan Audy Joinaldy.

 

Usai pernyataan itu, Puan mendapat kritikan. Salah satunya oleh anggota DPD RI asal Sumbar Alirman Sori. Dia bertanya balik kepada Puan.

 

"Malah saya balik bertanya apa dasarnya Puan Maharani menyebut semoga Sumbar menjadi pendukung Pancasila," kata Alirman kepada wartawan, Rabu (2/9/2020). (detik)



SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.