Latest Post


 

SANCAnews – Wasekjen DPP PA 212 Novel Bamukmin ikut mengomentari ramainya baliho bergambar wajah tokoh-tokoh politik yang menghiasi jalanan di sejumlah daerah. Salah satunya baliho bergambar Puan Maharani

 

Menurutnya, harusnya Satpol PP berani membongkar baliho yang sudah merusak pemandangan jalan.

 

“Baliho puan harus segera dibongkar oleh Satpol PP karena baliho Puan sangat berbahaya sehingga membuat rakyat marah. Dia belum bisa berbuat apa-apa (buat rakyat),” kata Novel ke Pojoksatu.id, Rabu (11/8/2021).

 

Novel lantas membandingkan baliho HRS yang kala itu banyak terpasang di beberapa tempat di Jakarta.

 

Namun anehnya, baliho Imam Besar itu langsung dicopot oleh Satpol PP dengan alasan menggangu pemandangan jalan Ibu Kota.

 

“Kalau Satpol PP tidak mampu (turunkan baliho Puan) silahkan kalau ada oknum aparat negara yang kemaren menurunkan baliho IB HRS,” ujarnya.

 

Novel juga menyebut, bila dibandingkan kerja anak Megawati itu dengan HRS. Jelas, kerja HRS paling diakui oleh umat dalam aksi kemanusiaan.

 

Karena itu, Novel meminta agar pihak aparat segera menurunkan baliho Puan, dan menggantikannya dengan baliho HRS.

 

“Jadi jelas baliho Puan harus diturunkan dan baliho IB HRS harus mereka pasang kembali karena IB HRS adalah pejuang sejati pembela Pancasila dan tokoh terdepan dalam aksi kemanusiaan,” ujar Novel.

 

Seperti diketahui, belakangan ini ramai Baliho bergambar wajah atau tokoh-tokoh politik mulai bertebaran dan menghiasi jalanan di sejumlah daerah.

 

Baliho-baliho tersebut di antaranya adalah wajah tokoh politik seperti Puan Maharani (Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai PDI Perjuangan), Airlangga Hartanto (Ketua Partai Golkar), serta Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.

 

Perbincangan perihal baliho para politisi tersebut ramai di media sosial dalam beberapa waktu terakhir.

 

Ada yang mengkritisi karena dianggap tak sensitif terhadap situasi krisis karena pandemi. Namun ada pula yang menganggap cara-cara para politisi itu tak mengikuti perkembangan zaman. []



 

SANCAnews – Persaudaraan Alumni atau PA 212 geram pemerintah mengganti hari libur 1 Muharram 1443 H. Hari libur yang tadinya jatuh pada 10 Agustus 2021, diundur pemerintah menjadi 11 Agustus 2021.

 

Keputusan itu membuat PA 212 mengkritik habis-habisan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Wasekjen DPP PA 212, Novel Bamukmin mengatakan sosok Yaqut lagi-lagi membuat kegaduhan.

 

"Lagi-lagi Menag bikin ulah dan bikin gaduh seperti kalau bukan bikin gaduh, bukan Yaqut lah namanya," ujar Novel Bamukmin seperti dikutip dari Hops.id -- jaringan Suara.com, Rabu (11/8/2021).

 

Tak sampai di situ, Novel bahkan menyebut Yaqut tidak memahami agama. Menurutnya, pemahaman Yaqut mengenai agama sudah terbelakang.

 

Novel menilai hari besar Islam merupakan momen penting yang seharusnya tidak diubah. Karena itu, ia menyatakan pihaknya tidak terima dengan keputusan pemerintah.

 

Pemerintah dinilai sudah mengobok-obok perayaan sakral umat muslim. Novel pun menyebut tidak heran jika Kementerian Agama semakin kehilangan arah.

 

"Beginilah kalau punya Menag yang punya keterbelakangan pemahaman agama, hari libur Islam diobok-obok," kritiknya.

 

Untuk diketahui, pemerintah memundurkan hari libur 1 Muharam untuk mengendalikan ledakan kasus Covid-19 di Tanah Air. Kendati demikian, alasan itu dinilai Novel tidak masuk akal.

 

"Juga dengan alasan pencegahan kerumunan Covid-19, padahal tidak ada korelasinya," pungkasnya.

 

Libur Tahun Baru Islam 1443 Hijriah Mundur Jadi 11 Agustus

 

Pemerintah resmi mengumumkan bahwa libur Tahun Baru Islam 1 Muharam 1443 Hijriah diundur satu hari, dari sebelumnya pada Selasa (10/8/2021) menjadi Rabu (11/8/2021).

 

Keputusan pergeseran hari libur tersebut diputuskan dalam Rapat Koordinasi Tingkat Menteri Peninjauan SKB Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama tahun 2021 pada 18 Juni 2021 lalu.

 

Keputusan tersebut disepakati dalam rapat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dan dihadiri Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah, serta Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo.

 

"Pemerintah memutuskan untuk mengubah dua hari libur nasional dan menghapus satu hari libur cuti bersama. Pengubahan hari libur diterapkan pada hari raya keagamaan yang tidak ada ritual ibadahnya," kata Muhadjir dalam Rapat Koordinasi di Kantor Kemenko PMK yang dilansir Suara.com, Selasa (3/8/2021).

 

Alasan disepakati keputusan tersebut, lebih kepada untuk guna menghindari adanya libur panjang yang kerap berdampak pada naiknya kasus Covid-19 di Indonesia. Keputusan tersebut juga telah disepakati banyak pihak di kementerian. []



 

SANCAnews – Data kematian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia disebut tak akurat. Bahkan, pada kenyataannya, jumlah kematian akibat virus corona disebut lebih banyak dari pada yang dilaporkan pemerintah. Benarkah?

 

Diketahui, pemerintah resmi mengeluarkan indikator kematian dalam evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 4-3. Atas hal itu, LaporCovid-19 menilai seharusnya pemerintah tidak mengabaikan pentingnya indikator data kematian dalam setiap evaluasi PPKM.

 

"Keputusan pemerintah tak memakai data kematian dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3 itu tentu patut dipertanyakan. Sebab, data kematian adalah indikator yang sangat penting untuk melihat seberapa efektif penanganan pandemi Covid-19 yang telah dilakukan pemerintah," kata LaporCovid-19 dalam keterangan persnya yang diterima Suara.com, Rabu (11/8/2021).

 

LaporCovid-19 menilai ketidakakuratan data kematian yang ada, semestinya tidak menjadi alasan bagi pemerintah untuk mengabaikan data tersebut. Kalau memang menyadari data kematian tidak akurat, maka pemerintah seharusnya berupaya untuk memperbaiki data tersebut supaya benar-benar akurat.

 

Terlebih, data kematian yang selama ini diumumkan oleh pemerintah dinilai LaporCovid-19 belum cukup menggambarkan betapa besarnya dampak pandemi Covid-19.

 

"Hal ini karena jumlah kematian yang diumumkan pemerintah pusat ternyata masih jauh lebih sedikit dibanding data yang dilaporkan pemerintah daerah," ujarnya.

 

Selain itu, LaporCovid-19 juga menilai pemerintah mestinya mempublikasikan jumlah warga yang meninggal dengan status probable supaya masyarakat memahami secara lebih akurat akan dampak pandemi yang terjadi.

 

"Perbaikan data ini yang harus dilakukan, bukan malah mengabaikan data kematian dan tak memakainya dalam evaluasi PPKM Level 4 dan 3," katanya.

 

Sebelumnya, Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pemerintah mengeluarkan indikator kematian dalam evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 4-3.

 

Luhut menjelaskan alasannya karena ada kesalahan dalam memasukkan data kematian di sejumlah kabupaten/kota sehingga mengganggu penilaian evaluasi PPKM.

 

"Evaluasi tersebut kami lakukan dengan mengeluarkan indikator kematian dalam penilaian karena kami temukan adanya input data yang merupakan akumulasi angka kematian selama beberapa minggu ke belakang sehingga menimbulkan distorsi dalam penilaian," kata Luhut dalam jumpa pers virtual, Selasa (9/8/2021).

 

Dengan ketentuan baru ini, terdapat 26 kabupaten/kota yang berhasil turun dari Level 4 ke Level 3, Luhut menyebut ini keberhasilan PPKM, "Hal ini menunjukkan perbaikan kondisi di lapangan yang cukup signifikan," ucapnya.

 

Pemerintah sebelumnya menggunakan sejumlah indikator menentukan level PPKM. Untuk level 4, indikatornya; angka kasus konfirmasi positif Covid-19 lebih dari 150 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit lebih dari 30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat Covid-19 lebih dari lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut.

 

Sementara level 3, indikatornya; angka kasus konfirmasi positif Covid-19 antara 50-100 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Kejadian rawat inap di rumah sakit 10-30 orang per 100 ribu penduduk per minggu. Angka kematian akibat Covid-19 antara dua sampai lima orang per 100 ribu penduduk di daerah tersebut. []



 

SANCAnews – Biografi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Puan Maharani yang berada di laman Wikipedia diduga diretas.

 

Pantauan Kantor Berita Politik RMOL pada situs Wikipedia, Rabu (11/8) sekitar pukul 11.20 WIB, nama politisi PDI Perjuangan itu berubah menjadi "Dr. (H.C.) Puan Maharani Chicago Bulls, S.Sos".

 

Selain itu, jabatan Puan di DPR RI juga diubah menjadi "Ketua Dewan Pengkhianat Rakyat Republik Indonesia".

 

Belum diketahui apa motif pelaku mengubah identitas sosok yang digadang-gadang akan dicalonkan PDIP di Pilpres 2024 mendatang ini. Namun berdasarkan laman Wikipedia tersebut, biografi putri Megawati Soekarnoputri ini terakhir diubah pada 10 Agustus 2021, pukul 23.23 WIB.

 

Berikut biografi Puan Maharani yang diduga diusili oleh orang tak bertanggung jawab.

 

"Dr. (H.C.) Puan Maharani Chicago Bulls, S.Sos.[2] (lahir di Jakarta, 6 September 1973; umur 47 tahun)[3] adalah seorang politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pengkhianat Rakyat Republik Indonesia periode 2019–2024. Puan merupakan perempuan pertama dan orang termuda ketiga, setelah Achmad Sjaichu dan I Gusti Gde Subamia, yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR secara tetap; ia berusia 46 tahun saat dilantik. Sebelumnya, ia merupakan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia antara 2014 hingga 2019, dalam prosesnya juga menjadi perempuan pertama dan orang termuda yang pernah menjabat sebagai menteri koordinator. Puan pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI pada 2012 hingga 2014. Di DPR, Puan Maharani berada di Komisi VI yang mengawasi BUMN, perdagangan, koperasi, dan usaha kecil menengah, serta anggota badan kelengkapan dewan BKSAP DPR." []



 

SANCAnews – Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menilai politik inovasi teknologi pemerintahan Presiden Joko Widodo amburadul atau tidak jelas.

 

Terutama terkait dengan aspek kelembagaan dan kebijakan. Hal tersebut disampaikan memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang jatuh setiap 10 Agustus.

 

Mulyanto melihat sedikitnya ada tiga hal yang menjadi indikator ketidakjelasan politik inovasi teknologi ini.

 

Pertama soal pembubaran Kementerian Riset dan Teknologi. Kedua soal peleburan LPNK ristek seperti LAPAN, BATAN, BPPT dan LIPI ke dalam BRIN.

 

Dan ketiga terkait aturan secara ex-officio, Ketua Dewan Pengarah BRIN dijabat oleh Anggota Dewan Pengarah BPIP.

 

Ketiga hal tersebut, kata Mulyanto, terkesan dipaksakan dan kurang didukung oleh kajian akademik yang matang.

 

Sikap seperti itu mencerminkan ketidakpedulian Pemerintah terhadap masa depan riset dan inovasi nasional.

 

“Sekarang ini tidak jelas dan amburadul. Lembaga mana berkewenangan mengkoordinasikan, merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi nasional. Kemendikbud-Ristek atau BRIN?,” kata Mulyanto, Selasa (10/8/2021).

 

Dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek juga tidak disebutkan secara definitif Menteri yang bertanggung-jawab terhadap urusan Iptek itu

 

Perpres No. 33/2021 tentang BRIN menyebutkan bahwa BRIN memiliki fungsi melaksanakan. Kemudian, mengkoordinasikan, serta merumuskan dan menetapkan kebijakan riset dan teknologi.

 

Sementara Kemendikbud-Ristek sesuai dengan Perpres 31 tahun 2021 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kemendikbud Ristek dan Kementerian Investasi/BKPM, khususnya Pasal 1 hurup b menegaskan bahwa:

 

Mendikbud-Ristek memimpin dan mengoordinasikan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Iptek yang dilaksanakan oleh Kemenristek, sebagaimana dimaksud dalam Perpres No. 50/2020 tentang Kemenristek.

 

Fungsi Kemenristek sebelumnya, sebagai Kementerian kelas C, adalah mengkoordinasikan serta merumuskan dan menetapkan kebijakan iptek.

 

“Kalau kita mengikuti logika ini, maka seharusnya Mendikbud-Ristek mengkoordinasikan BRIN,” terangnya.

 

“Inikan seperti ada dua matahari kembar yang fungsinya tumpang-tindih di bagian hulu bidang ristek,” sambungnya.

 

Bedanya Kepala BRIN bukan anggota kabinet, seperti Mendikbud-Ristek, sehingga tidak duduk satu meja dengan menteri-menteri lainnya.

 

“Bisa dibayangkan bagaimana kerumitan BRIN dalam berkoordinasi dengan kementerian lain,” terang Mulyanto.

 

Anggota DPR RI itu memaparkan secara umum fungsi Badan dalam Pemerintahan adalah sebagai agen khusus (special agency) yang fokus menjalankan fungsi pelaksanaan.

 

Badan ini tidak memiliki fungsi koordinasi apalagi perumusan dan penetapan kebijakan (policy). Itu sebabnya BRIN bukanlah lembaga politik yang kepalanya menjadi anggota kabinet.

 

Kementerianlah yang punya amanah politik untuk menjalankan fungsi koordinasi dan perumusan serta penetapan kebijakan (policy).

 

“Jadi, agar tidak sekedar basa-basi dan menimbulkan kerumitan baru, sebaiknya Pemerintah menata ulang soal ini secara hati-hati,” tuturnya.

 

“Atau sekalian saja frasa Ristek dalam Kemendikbud-Ristek dihapus, agar masyarakat menjadi terang akan lemahnya komitmen politik inovasi Pemerintah,” tandas Mulyanto. (pojoksatu)

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.