Latest Post


 

SANCAnews – Respon keberatan yang disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI adalah sikap saling menghormati antar Lembaga Negara. Karena keberatan yang KPK disampaikan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku.

 

Berdasarkan Peraturan Ombudsman nomor 48/2020 pasal 25 ayat 26 poin B, apa yang disampaikan KPK, menunjukkan bahwa KPK  tetap pada jati dirinya yang independen dan tetap pula bersikap sesuai koridor hukum. Hal ini penting dan harus digarisbawahi karena begitulah harusnya citra diri insan KPK.

 

Demikian disampaikan peneliti dari Lembaga Studi Anti Korupsi (L-SAK) Ahmad  Aron H, dalam keterangan kepada Redaksi Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu pagi (7/8).

 

“KPK telah bersikap benar berdasarkan pada sistem dan aturan yang benar. Konsistensi ini perlu dipahami publik. Sebab bagi siapapun yang merasa benar tanpa sistem dan aturan, itu namanya ngotot. Ngotot merasa paling benar sendiri bahkan mencap yang lain pasti salah, malah nyata mirip paradigma kelompok yang sukanya mencipta keresahan di masyarakat,” urainya.

 

Ditambahkannya, respon KPK juga merupakan sikap bijak atas upaya pihak tertentu menciptakan problem tumpang tindih kewenangan antar lembaga negara.

 

“Otak-atik opini semau sendiri dan adu-adu lembaga negara lewat kelompoknya sendiri hanyalah drama berseri-seri dari 75 orang TMS yang selesai sampai di sini,” tegasnya.

 

Ahmad Aron menyinggung kembali inkonsistensi sikap yang diperlihatkan kubu Novel Baswedan yang sempat menolak UU 19/2019. Kelompok ini menjadikan gedung KPK sebagai posko ketika membuat alat peraga unjuk rasa. Mereka juga turun ke jalan menolak UU 19/2019 dan menyatakan akan mengundurkan diri dari KPK.

 

“Tapi setelah itu, ketika UU tersebut berlaku, mereka bertahan di KPK. Sekarang, statusnya sudah tidak memenuhi syarat utk menjadi ASN, terus merengek rengek minta supaya diluluskan. Ini drama yang semakin tidak menarik,” kata Ahmad Aron lagi.

 

Dia menilai, drama yang dimainkan Novel Baswedan Cs ini sudah tidak menarik. Apalagi sudah mengarah pada upaya mengadu domba lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.

 

“Padahal kalau ada malu, begitu tidak lulus ya langsung keluar dari KPK.  Ayo ngaca, kalau buruk muka cermin dibelah, itu yang memalukan,” demikian Ahmad Aron. []

 



SANCAnews – Ada dua agenda penting yang dibawa Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri saat menyindir tongkat komando penanganan pandemi Covid-19 yang tak kunjung dipegang Presiden Joko Widodo.

 

Menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Indonesia, Ray Rangkuti, pernyataan Mega tersebut bertujuan mengkritik lambannya kinerja pemerintah dalam mengatasi Covid-19.

 

Agenda lain, Megawati juga ingin menaikkan citra putrinya, Puan Maharani yang digadang-gadang akan bertarung di 2024.

 

"Tentu saja, kejengkelan itu tidak semata soal citra PDIP, tapi juga citra Puan. Puan butuh popularitas dan kenaikan elektabilitas. Itu bisa diraih, selain dari baliho, juga dari citra kinerja pemerintah yang sekarang," kata Ray Rangkuti kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (7/8).

 

Meski begitu, pengamat politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berpandangan bahwa sindiran Megawati ke Jokowi dan Ganjar Pranowo yang diikuti beberapa kader PDIP ibarat kamuflase untuk menunjukkan Partai Banteng tidak selamanya pro pemerintah.

 

"Kejengkelan (PDIP) ini tetap dalam koridor terkelola, tak akan menjadi gunjangan politik. Ini hanya sekadar kritik kecil untuk mencitrakan PDIP tak selalu sama dengan pemerintah," demikian Ray Rangkuti. []



 

SANCAnews – Banyak pihak menilai, saat ini hubungan PDIP dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah renggang. Kendati sekalipun PDIP tidak lain adalah parpol pengusung utama Jokowi selama dua periode ini.

 

Hal itu ditandai dengan kader PDIP yang beramai-ramai ‘menyerang’ Pemerintahan Jokowi. Anak buah Megawati Soekarnoputri itu pun terang-terangan menunjukn hidung Jokowi.

 

Utamanya terkait penanganan pandemi Covid-19 seperti yang disuarakan Pauan Maharani, Effendi Simbolon, sampai Masinton Pasaribu.

 

Di sisi lain, di periode kepemimpinannya, Jokowi dinilai lebih nyawan dengan Partai Golkar ketimbang PDIP.

 

Itu setidaknya dengan diberikannya posisi strategis kepada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.

 

Demikian ulasan yang disampaikan Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie dikutip dari RMOL (jaringan PojokSatu.id), Jumat (6/8/2021).

 

“Sampai kini, Golkar mengendalikan sejumlah proyek besar, misalkan Kartu Prakerja, sampai Airlangga diangkat jadi Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional,” tuturnya.

 

Dalam program ini, pemerintah juga menggelontor anggaran yang tidak main-main besarnya.

 

Untuk penyelenggaraan pelatihan Kartu Prakerja saja, ditetapkan sebesar Rp5,6 triliun.

 

Bagi pendaftar Kartu Prakerja yang dinyatakan lolos seleksi, pemerintah memberikan dana sebesar Rp3.550.000.

 

“Yang dialokasikan untuk membayar biaya pelatihan (kursus online) dan insentif bagi pesertanya,” paparnya.

 

Di sisi lain, jabatan sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kata Jerry, merupakan jabatan prestisius.

 

Ditambah, Airlangga Hartarto juga merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

 

Dari semua itu, menurut Jerry, secara tidak sadar Jokowi lebih dekat dengan Golkar keimbang PDI Perjuangan.

 

Atas dasar itu, Jerry menggambarkan Airlangga Hartarto bak sebuah pepatah, air tenang tapi menghanyutkan.

 

“Saya lihat ada indikasi Jokowi merapat ke Golkar, seperti berada dalam comfortable zone (zona nyaman),” ungkapnya.

 

“Siapa tahu dirinya dan Airlangga punya deal-deal politik untuk mengamankan keluarga Jokowi seperti Gibran Rakabuming dan anak mantunya Bobby Nasution,” tandas Jerry. []



 

SANCAnews – Bantuan obat-obatan dari Presiden Jokowi untuk membantu penanganan COVID-19 sampai di Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

 

Bantuan berupa obat-obatan itu merupakan realisasi dari percakapan telepon antara Jokowi dengan Gubernur Sumbar Mahyeldi.

 

Mahyeldi menjemput bantuan itu di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), pada Jumat (6/8) sore. Mahyeldi mengaku kaget dan merasa seperti mimpi.

 

"Saya saja kaget Pak Jokowi menelfon, itu berasa mimpi oleh saya, memang Jokowi suka membuat kejutan-kejutan," kata Mahyeldi kepada wartawan.

 

Paket dari Jokowi tersebut dikirim menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 148. Tiba di Bandara Minangkabau sekitar pukul 15:30 WIB, dan langsung diterima Mahyeldi di Gedung VIP BIM. Terdapat tiga kotak paket bertuliskan dari RI 1.

 

"Mudah-mudahan dengan bantuan ini Covid-19 segera reda," kata Mahyeldi.

 

Mahyeldi mengatakan bantuan itu diperoleh atas keluh kesahnya terkait penanganan COVID-19 di Sumbar. Mahyeldi menjelaskan kendala yang dihadapi dalam penanganan COVID di Sumbar.

 

"Kemarin presiden menelepon kami dan kami menjelaskan apa kendala yang dihadapi oleh Sumbar sekarang ini. Saya berbicara untuk memohon bantuannya, sehingga diberi bantuan," ujarnya.

 

Menurut Mahyeldi, Sumbar menerima bantuan itu karena sikap Jokowi yang sensitif dan perhatian. Terutama bagi daerah yang cukup berkesan di mata dia.

 

"Jokowi itu kan orangnya sensitif ya, atau perhatian kepada daerah dan Padang cukup berbekas oleh beliau," ucapnya.

 

"Bantuan ini merupakan jawaban atas doa banyak pihak selama ini," tambah dia.

 

Selain obat-obatan, Mahyeldi mengatakan Jokowi juga sempat menjanjikan bakal mengirim konsentrator oksigen dan tambahan vaksin. Konsentrator oksigen rencananya akan tiba pada Sabtu (7/8), sedangkan tambahan vaksin menyusul minggu depan.

 

"Oksigen konsentrator besok akan datang, dan vaksin pada pekan depan," jelas Mahyeldi, seperti dilansir Detik.com.

 

Jokowi Telepon Mahyeldi

 

Sebelumnya, Presiden Jokowi menelepon Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi. Kepala negara mengabarkan akan memasok bantuan ke Ranah Minang untuk membantu penanganan COVID-19.

 

Jokowi menelepon Mahyeldi pada Kamis (5/8/2021) sore. Disebutkan, Jokowi menanyakan kondisi penanganan COVID-19 di Sumbar.

 

"Tadi Presiden menelepon sekitar pukul 15.20 WIB menanyakan perkembangan penanganan COVID-19 di Sumbar. Kita melaporkan kondisi terkini dan Presiden langsung menanggapi dengan memberikan bantuan," kata Mahyeldi kepada wartawan


Mahyeldi menyatakan ada tiga jenis bantuan yang akan dikirim, yakni 100 buah konsentrator oksigen, obat-obatan, dan tambahan vaksin.

 

"Bantuan akan sampai dalam satu atau dua hari ke depan. Untuk konsentrator oksigen dan obat-obatan direncanakan dikirim satu dua hari ini insyaallah sampai Sumatera Barat. Sementara untuk vaksin, akan dikirim dalam waktu satu pekan ke depan," kata Mahyeldi. **



 

SANCAnews – Citra rezim yang buruk dianggap menjadi alasan yang tepat untuk PDI Perjuangan segera meninggalkan Joko Widodo dan berjuang untuk menyelamatkan negara.

 

Begitu analisa yang disampaikan analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menanggapi sikap PDIP yang saat ini terlihat sedang mencoba jaga jarak dari Jokowi.

 

"Jika jaga jarak ini menguntungkan PDIP maka hal yang mungkin PDIP akan meninggalkan Jokowi," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (6/8).

 

Akan tetapi kata Ubedilah, jika Jokowi merubah sikapnya dan memenuhi keinginan PDIP dengan mereshuffle Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) and the gank, mungkin PDIP akan kembali berpikir untuk sedikit tarik ulur dengan Jokowi dan tidak meninggalkan Jokowi sepenuhnya.

 

Karena masih kata Ubedilah, secara politik kebijakan Jokowi menangani pandemi keliru sejak awal. Karena, mengabaikan perintah UU 6/2018 Pasal 53 dan Pasal 55.

 

"Tentu saja Jokowi berpotensi diberhentikan dari kedudukannya sebagai Presiden di tengah jalan. PDIP nampak semacam jaga-jaga untuk mengantisipasi kemungkinan itu terjadi," kata Ubedilah.

 

Di sisi lain sambung Ubedilah, Jokowi saat ini secara citra politik sangat buruk dan hal tersebut merugikan PDIP menuju 2024.

 

"Karenanya PDIP nampaknya ingin memberi garis pembatas yang jelas dengan Jokowi. Dengan cara itu PDIP ingin memulihkan citranya yang kini juga makin buruk," jelas Ubedilah.

 

Bahkan kata Ubedilah, secara umum citra rezim saat ini sangat buruk dan mewarisi problem yang sangat membahayakan masa depan negara.

 

Oleh karenanya, PDIP disarankan untuk segera meninggalkan Jokowi dan segera mengambil peran untuk menyelamatkan negara.

 

"Jika itu tidak dilakukan PDIP maka memungkinkan peran itu diambil oleh kekuatan kekuatan oposisi dan PDIP akan mengalami nasib tragis pada kontestasi politik berikutnya ditinggalkan rakyat," pungkas Ubedilah. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.