Latest Post


 

SANCAnews – Novel Baswedan angkat bicara terkait tindakan pimpinan KPK yang menolak menerima rekomendasi Ombudsman RI terkait adanya temuan maladmnistrasi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Menurut Novel, penolakan rekomendasi yang dilakukan Firli Bahuri Dkk adalah tindakan yang memalukan.

 

Novel sendiri merupakan satu dari 51 pegawai KPK yang diberhentikan karena dinyatakan tak lulus TWK sebagai syarat alih status menjadi ASN. Terkait tindakan itu, Novel menganggap seharusnya pimpinan KPK meminta maaf atas temuan skandal TWK oleh Ombudsman RI.

 

"Setidaknya responsnya minta maaf. Temuan dari Ombudsman itu serius, dan menggambarkan bahwa proses TWK adalah suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Novel dihubungi, Kamis (5\8\2021) malam.

 

Namun, Novel mengaku kaget atas adanya penolakan yang dilakukan Firli Cs terkait temuan maladmistrasi TWK. Terkait hal itu, Novel menganggap tindakan pimpinan KPK soal rekomendasi Ombudsman merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan.

 

"Luar biasa, ini memalukan, dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum," kata Novel.

 

Menurut Novel, dalam penyelesaian dugaan maladministrasi TWK seharusnya pimpinan KPK taat hukum dan jujur. Karena, kaidah itu penting yang mesti dimiliki para penegak hokum, "Sayangnya pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu," kata dia.

 

Sore tadi, Wakil Ketua KPK Ghufron menyatakan pihaknya keberatan dan menolak rekomendasi atas temuan maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI dalam alih status pegawai KPK menjadi PNS.

 

"Mengingat Tindakan Korektif yang harus dilakukan oleh terlapor didasarkan atas pemeriksaan yang melanggar hukum, melampui wewenangnya, melanggar kewajiban hukum untuk menghentikan dan tidak berdasarkan bukti serta tidak konsisten dan logis, oleh karena itu kami menyatakan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI," ucap Ghufron di KPK.

 

Setidaknya, kata Ghufron, ada sekitar 13 poin keberatan KPK atas temuan maladministrasi TWK oleh Ombudsman RI. Dimana salah satunya, KPK menilai bahwa Ombudsman RI dianggap tidak memiliki kewenangan untuk menerima laporan dari para pegawai KPK yang tidak lulus TWK.

 

Lantaran, para pelapor dianggap bukan sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan publik oleh Ombudsman RI.

 

Seperti diketahui, Ombudsman RI menemukan adanya tiga fokus dugaan maladministrasi TWK. Pertama, Pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

 

Kedua, proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Ketiga, dalam tahap penetapan hasil assessment wawancara kebangsaan.

 

"Tiga hal itu ditemukan potensi-potensi maladministrasi," kata Ketua Ombudsman RI dalam konferensi pers.

 

Maka itu, Ombudsman RI menyatakan ada empat poin tindakan korektif yang harus dilakukan oleh pimpinan KPK dan Sekretaris Jenderal KPK. Pertama, memberikan penjelasan konsekuensi Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bagi pegawai KPK yang tidak lulus menjadi PNS.

 

Kedua, Hasil TWK tersebut sepatutnya menjadi bahan masukan langkah perbaikan. Bukan, malah menjadi dasar pemberhentian 51 pegawai KPK.

 

"Terhadap pegawai KPK yang TMS (tidak memenuhi syarat), diberikan kesempatan untuk perbaiki dengan asumsi mereka benar tidak lulus di TMS. Melalui pendidikan kedinasan," tegas Anggota Ombudsman RI Robert.

 

Terakhir, Hakikat peralihan status menjadi ASN, dalam undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020, "75 pegawai dialihkan statusnya menjadi ASN sebelum 30 Oktober 2021," imbuhnya. (suara)



 

SANCAnews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) disarankan untuk diberikan Vaksin Nusantara buatan mantan Menkes Terawan Agus Putranto.

 

Hal itu disampaokan oleh Siti Fadilah, mantan Menkes di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. Menurutnya, pemberian vaksin Nusantara karena sangat mutasi virus Covid-19 yang sangat masif.

 

Pernyataan itu disampaikan Siti Fadilah setelah mendengar Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyala Mataliti dan Kepala Kantor Staf Presiden, Jenderal Moeldoko sudah mendapatkan suntikan Vaksin Nusantara.

 

“Para pemimpin lembaga negara sudah diberi Vaksin Nusantara, sebaiknya Presiden Jokowi juga segera diberikan Vaksin Nusantara. Sebagai kepala. negara dan kepala pemerintahan, pak Jokowi seharusnya segera menjadi prioritas,” kata Siti Fadilah dalam keterangannya dikutip dari Solopos.com, Kamis (5/8/2021) .

 

Siti Fadilah mengingatkan vaksin konvensional yang pernah diberikan kepada Presiden adalah produk awal yang kemungkinan besar sudah tidak bisa menghadapi berbagai virus corona yang bermutasi terus.


Sejumlah anggota DPR disuntik Vaksin Nusantara oleh Terawan Agus Putranto di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Kamis (22/4/2021). [dokumentasi]



Jangan Terlambat

 

“Jangan sampai terlambat. Karena sudah terlalu banyak kasus walaupun sudah divaksin Sinovac seperti Pak Jokowi, seseorang tetap bisa terpapar Covid-19 yang saat ini terus bermutasi. Seperti varian Delta yang sangat cepat menyebar diberbagai negara termasuk di Indonesia,” jelas Siti yang juga mantan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ini.

 

Vaksin Nusantara yang dipelopori oleh Dokter Terawan menurut Siti Fadilah sudah membuktikan keampuhannya sampai tahap uji klinis fase 2 dan akan segera masuk fase 3.

 

“Oleh karena itu, Presiden Jokowi sebagai orang nomor satu seharusnya segera dilindungi dengan vaksin nusantara untuk menutupi kelemahan vaksin konvensional,” ujarnya.

 

Dalam keadaan darurat saat ini, aspek manfaat menurutnya lebih penting dari semua syarat birokrasi penelitian seperti yang disyaratkan BPOM dan beberapa orang ahli.


Lab pembuatan Vaksin Nusantara di RSUP Kariadi [suara.com/Dafi Yusuf]


Lebih Cepat

 

“Dengan hasil uji klinis 1 dan 2 yang memuaskan, pemberian vaksin Nusantara kepada Presiden Jokowi tidak perlu menunggu sampai selesai fase 3. Karena varian Delta menyebar lebih cepat dan bisa menyasar siapa saja,” imbuhnya.

 

Menurut Siti Fadilah selain Presiden, semua pejabat tinggi mulai dari kalangan menteri, Panglima TNI, dan Kapolri harusnya segera menyusul menerima Vaksin Nusantara.

 

“Karena sebagai pembantu andalan Presiden, mereka tidak cukup terlindungi dari mutasi virus seperti Delta kalau hanya mengandalkan vaksin konvensional,” ujarnya. (suara)



 

SANCAnews – PB HMI pimpinan Abdul Muis Amiruddin bakal menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta. Mereka akan mulai berdemonstrasi selepas tengah hari.

 

"Besok jadi aksi, lokasi dipusatkan di Istana," kata Pejabat (Pj) Ketua Umum PB HMI Abdul Muis Amiruddin kepada wartawan, Kamis (5/8/2021).

 

Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Pemuda PB HMI pimpinan Abdul Muis Amiruddin, Rich Hilman Bimantika, menambahkan keterangan. Demonstrasi di Istana Negara akan dimulai dengan konvoi dari Sekretariat PB HMI, Jl Sultan Agung, Jakarta Selatan.

 

"Unjuk rasa kita start dari jam 13.30 WIB menuju Istana Merdeka dengan konvoi. Total peserta aksi belum bisa kami pastikan, baru akan dikalkulasi di lapangan," kata Hilman.

 

Untuk demonstrasi HMI di luar Jakarta, dia menyatakan aksi bakal digelar di daerah masing-masing, tidak perlu datang ke Jakarta.

 

Sebagaimana diketahui, rencana demonstrasi di masa PPKM Level 4 ini disorot publik lewat viralnya surat Instruksi PB HMI Nomor 144/A/Sek/12/1442. Instruksi itu dibantah oleh HMI kubu Ketua Umum Raihan Ariatama.

 

Dalam surat instruksi tersebut, HMI kubu Muis menyatakan bahwa jelang dua tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf Amin yang disambut krisis akibat COVID-19, pemerintahan Jokowi telah gagal dalam pemenuhan hak-hak warga Indonesia.

 

Mereka menyerukan aksi #AgustusMerdeka, isinya adalah kajian persoalan bangsa akibat kegagalan Jokowi-Ma'ruf, serta melakukan unjuk rasa serentak tanggal 6, 13, dan puncaknya pada 16 Agustus 2021. Belakangan, ada pula tagar #JokowiGameOver selain #AgustusMerdeka.

 

Soal demonstrasi, Muis sendiri sudah berjanji HMI akan menjaga protokol kesehatan pencegahan COVID-19. "Tentu yang pertama tetap menaati protokol kesehatan," kata Muis, Rabu (4/8) kemarin.

 

Apa yang mereka kritik?

 

Dalam pernyataan sikap tertanggal 2 Agustus 2021, HMI kubu Muis ini menyatakan kritik terhadap pelbagai urusan pemerintahan.

 

Pertama, kritik mereka ditujukan untuk penanganan COVID-19. Mereka menilai anggaran penanganan COVID-19 tidak transparan, kebijakan membuat rakyat panik, dan HMI menilai sertifikat vaksin akan membuat diskriminasi.

 

Kedua, HMI menilai terjadi pengkerdilan ruang sipil dan ancaman terhadap kebebasan akademik.

 

Mereka mengkritik PP Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat, pembentukan polisi siber, kritik terhadap ancaman kebebasan akademik yang dialami BEM UI setelah melancarkan pernyataan 'Jokowi The King of Lip Service', hingga kritik terhadap penangkapan kader HMI di Ambon.

 

Ketiga, HMI mempertanyakan semangat antikorupsi Jokowi. Mereka mengkritik pelemahan KPK, berkurangnya performa KPK dalam OTT, hingga gagalnya penangkapan Harun Masiku.

 

Keempat, mereka mengkritik pula UU Cipta Kerja. Menurut mereka UU Cipta Kerja bukan obat mujarab problem investasi, obat mujarabnya adalah perbaikan terhadap korupsi, birokrasi, pemerintahan, dan infrastruktur yang tidak memadai. Mereka juga menyoroti hak-hak pekerja outsourcing.

 

Kelima, HMI mengkritik pelanggaran HAM dan rasisme, hingga kekerasan terhadap jurnalis. Mereka juga menuntut penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu yang belum dilaksanakan Jokowi. HMI juga mengkritik rasisme dan kekerasan terhadap orang asli Papua (OAP).

 

"Maka dari itu, Kami pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin beserta kabinetnya dianggap gagal dalam berbagai hal terutama poin-poin yang telah kami maksudkan diatas," kata HMI pimpinan Muis dalam pernyataan sikapnya.

 

HMI Muis ini mendorong pemerintah untuk lebih bersimpati terhadap penderitaan rakyat saat pandemi COVID-19, mendorong pemerintah memperbaiki sistem penanganan COVID-19, dan meminta pemerintah menjamin kebebasan mengemukakan pendapat. Korupsi harus dimusnahkan. (detik)



 

SANCAnews – Channel youtube teropong istana mengabarkan informasi tak sedap. Dalam sebuah video yang diunggahnya menuliskan jika pengamat politik, Rocky Gerung meninggal dunia.

 

Dikutip VIVA dari situs turnbackhoax, Kamis, 5 Agustus 2021, channel youtube teropong istana menuliskan narasi sebagai berikut:

 

“INNALILLAHI WAINNAILAIHI ROJIUN., DO’A RAKYAT TERKABULKAN. AKIBAT SELALU MENYERANG JOKOWI, ROCKY GERUNG JADI BEGINI”

 

Penjelasan

 

Channel Youtube bernama teropong istana membagikan sebuah video berdurasi 8 menit 2 detik mengenai kondisi Rocky Gerung yang menurut narasi pada thumbnail video diindikasikan telah meninggal dunia.

 

Namun setelah video tersebut diputar, informasi yang disampaikan ialah terkait pendapat Rocky Gerung mengenai Indonesia yang masuk ke dalam daftar 20 negara dengan pengamanan siber terburuk di dunia serta terkait dengan Indonesia yang menyatakan diri untuk menolak resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dengan kebijakan Responsibility to Protect (R2P) pada saat dilaksanakannya sidang umum PBB tanggal 17 Maret 2021 lalu.

 

Dalam video berdurasi 8 menit 2 detik tersebutpun tidak memberikan satu informasi apapun terkait dengan kondisi Rocky Gerung yang diindikasikan telah meninggal dunia sebagaimana narasi yang tertera dalam thumbnail video.

 

Namun informasi yang disampaikan sepanjang durasi video hanyalah mengenai pendapat Rocky Gerung terkait Indonesia yang masuk ke dalam daftar 20 negara dengan pengamanan siber terburuk di dunia dan terkait dengan sikap Indonesia yang menolak resolusi PBB terkait dengan R2P.

 

Melansir dari seputartangsel.pikiran-rakyat.com, informasi terkait meninggalnya Rocky Gerung ialah informasi yang salah.

 

Bahkan melansir dari channel Youtube pribadinya, yaitu rockygerungofficial, pada tanggal 4 Agustus 2021, ia masih melakukan siaran langsung dengan jurnalis senior bernama Harsubeno Arif dengan judul “26 Juli 2021 Hari Prank Nasional” mulai pukul 11.30 siang.

 

Kesimpulan

 

Berdasarkan pada seluruh referensi, informasi terkait meninggalnya Rocky Gerung ialah informasi yang salah atau masuk ke dalam kategori konten yang dimanipulasi. []



 

SANCAnews – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pihaknya tidak akan mencabut Surat Keputusan Nomor 652 Tahun 2021. SK tersebut terkait keputusan Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri terkait langkah pembebastugasan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

 

Hal ini menyikapi hasil rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) agar KPK bisa lagi menugaskan 75 pegawai KPK yang dibebastugaskan.

 

“Pembebastugasan berdasarkan SK 652 sekali lagi sampai saat ini kami belum pernah mencabut,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, dilansir jawaposKamis (5/8).

 

Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menegaskan,  pembebastugasan merupakan ranah instansinya. Karena itu, lembaga antirasuah tidak akan kembali mempekerjakan pegawai berdasarkan rekomendasi Ombudsman.

 

Ghufron berpendapat, Ombudsman tidak bisa mencampuri sikap KPK yang membebastugaskan pegawai tidak memenuhi syarat TWK. Mengingat 75 pegawai KPK, kini dinonaktifkan dari jabatan maupun tugas-tugasnya.

 

Selain itu, Pimpinan KPK juga membantah tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang TWK. Menurutnya, rapat gabungan yang digelar pada 25 Mei 2021 merupakan tindaklanjut dari arahan Jokowi.

 

“Dengan ini terlapor menyatakan keberatan untuk melanjuti tindakan korektif yang dinyatakan Ombudsman kepada KPK,” ujar Ghufron.

 

Oleh karena itu, pihaknya akan memberikan surat tanggapan kepada Ombudsman pada Jumat (6/8) besok. Hal ini sebagai tindaklanjut dari rekomendasi Ombudsman kepada KPK.

 

“Kami akan menyerahkan surat keberatan ini sesegera mungkin besok, 6 Agustus 2021 pagi ke Ombudsman,” tegas Ghufron.

 

Sebelumnya dalam hasil temuan yang disampaikan Komisioner Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng menyampaikan, Pimpinan KPK telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo yang meminta agar tidak ada pemberhentian pegawai KPK melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat perailah status sebagai aparatur sipil negara (ASN).

 

Tetapi justru KPK malah menerbitkan SK 652 Tahun 2021. SK tersebut juga bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU KPK hasil revisi Nomor 19 Tahun 2019,  dimana jangan mempersulit pegawai KPK dalam peralihannya menjadi ASN.

 

“Atas terbitnya SK 652 KPK telah melakukan tindakan maladministrasi berupa tindakan tidak patut dalam menerbitkan SK. Karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, bentuk pengabaian KPK terhadap pernyataan presiden dan tidak diatur konsekuensi tersebut dalam aturan KPK,” ujar Robert dalam konferensi pers secara daring, Rabu (21/7). **


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.