Latest Post



SANCAnews – Perubahan warna pesawar kepresidenen RI-1 menjadi perdebatan. Awalnya pesawat itu dibeli di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan warna biru dan putih.

 

Kemudian beredar kabar, kini pesawat Kepresidenan berubah warna dengan merah dan putih. Hal itu pun lantas menjadi pembicaraan publik dan para tokoh politik. Apakah ada simbol kekuasaan?

 

Jika dulu di era era Susilo Bambang Yudhoyono pesawat kepresidenan berwarna biru seperti warna bendera Partai Demokrat. Kini pesawat yang selalu mengantarkan presiden itu berubah warna menjadi merah seperti warna bendera partai dari PDIP.

 

Istana Membenarkan

 

Pihak Istana Kepresidenan membenarkan telah melakukan pengecatan ulang pada Pesawat Kepresiden-1 atau Pesawat BBJ 2.

 

Hal ini menyusul adanya cuitan Pengamat penerbangan Alvin Lie yang mengungkap bahwa pesawat kepresidenan diubah warnanya kini menjadi merah putih.

 

"Benar, Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau Pesawat BBJ 2 telah dilakukan pengecatan ulang," ujar Kepala Staf Kepresidenan Heru Budi Hartono saat dikonfirmasi, Selasa (3/8/2021).

 

Heru menuturkan pengecatan Pesawat BBJ 2 telah direncanakan sejak tahun 2019, terkait dengan perayaan HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia di tahun 2020. Adapun proses pengecatan sendiri kata Heru, merupakan pekerjaan satu paket dengan Heli Super Puma dan Pesawat RJ.

 

"Namun, pada tahun 2019 pesawat BBJ 2 belum memasuki jadwal perawatan rutin sehingga yang dilaksanakan pengecatan terlebih dahulu untuk Heli Super Puma dan pesawat RJ," ucap dia

 

Heru menuturkan perawatan rutin memiliki interval waktu yang sudah ditetapkan dan harus dipatuhi. Sehingga jadwal perawatan ini harus dilaksanakan tepat waktu.

 

Lebih lanjut, Heru menuturkan perawatan rutin Pesawat BBJ 2 jatuh pada tahun 2021 merupakan perawatan Check C sesuai rekomendasi pabrik. Sehingga tahun 2021, Istana Kepresidenan melakukan perawatan dan pengecatan warna putih sesuai rencana sebelumnya.

 

"Maka tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan yang bernuansa Merah Putih sebagaimana telah direncanakan sebelumnya. Waktunya pun lebih efisien, karena dilakukan bersamaan dengan proses perawatan," katanya.

 

Partai Demokrat

 

Menyadur dari Terkini.id, Wasekjen DPP Partai Demokrat, Irwan membalas tudingan yang dilayangkan politikus PDIP Arteria Dahlan yang menyalahkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lantaran memilih warna biru untuk pesawat kepresidenan RI sehingga pesawat tersebut dicat ulang dengan warna merah putih.

 

Irwan lantas membeberkan bahwa dulunya PDIP yang mengkritik Ketua Majelis Tinggi Demokrat SBY saat beli pesawat presiden. Namun, sekarang malah mendukung pergantian warna pesawat kepresidenan tersebut.

 

Menurut Irwan, Partai Demokrat sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan warna yang dipilih untuk pesawat RI-1 itu.

 

Akan tetapi, kata Irwan, Istana harus bisa menjelaskan secara gambalng dan terbuka terkait latar belakang dan tujuan pengecatan ulang tersebut.

 

“Tidak ada yang protes kok apalagi terkait masalah warna. Silakan saja bagi penguasa mau cat warna apa yang penting dijelaskan dengan terbuka latar belakang dan tujuan pengecatan dan perubahan warnanya,” ujar Irwan, Rabu (4/8/2021).

 

Ia pun menilai bahwa Arteria Dahlan telah keliru besar apabila menyalahkan SBY soal warna pesawat.

 

Menurut Irwan, bangsa Indonesia harusnya berterimakasih karena SBY bisa membeli pesawat kepresidenan setelah 69 tahun Indonesia tidak memilikinya.

 

Irwan juga membeberkan, saat pembelian pesawat kepresidenan tahun 2014 silam PDIP sempat menolak keras usulan tersebut.

 

Tak tanggung-tanggung, lanjut Irwan, partai berlogo kepala banteng itu bahkan mengusulkan agar pesawat udara itu dijual.

 

Oleh karenanya, kader Demokrat ini mengaku heran lantaran tiba-tiba para politisi PDIP muncul dan ikut bicara soal pesawat kepresidenan yang dibeli do era SBY tersebut.

 

“Arteria nggak paham itu. Ajaran Soekarno untuk Jasmerah pun dia lupa. PDIP dulu malah tolak keras pembelian pesawat kepresidenan ini bahkan saat Jokowi jadi presiden di 2014 mereka usulkan agar dijual. Ini kok aneh bin lucu tiba-tiba bicara pesawat kepresidenan,” ujarnya.

 

Sebelumnya, Politikus PDIP Arteria Dahlan membela pemerintah atas polemik pengecatan ulang pesawat kepresidenan yang dilakukan Kementerian Sekretariat Kabinet (Setkab).

 

Anggota Komisi III DPR itu menegaskan bahwa seharusnya tak ada yang salah dengan pengecatan pesawat kepresidenan menjadi warna merah putih.

 

Kader PDIP itu pun justru menilai Ketua Majelis Tinggi Demokrat yakni SBY yang harusnya dipersalahkan lantaran saat menjabat presiden dia memesan pesawat kepresidenan itu dengan warna biru.

 

“Warna bendera negara kita kan merah putih, bukan warna biru. Justru kita bertanya, kok dulu tak sejak awal pesawat itu diwarnai merah putih? Lalu apa yang salah dengan warna pesawat kepresidenan jika diubah menjadi merah putih sesuai warna bendera negara kita?,” ujarnya.

 

Menghabiskan Rp 2 Miliar

 

Pengamat penerbangan Alvin Lie mengungkap bahwa pesawat kepresidenan diubah warnanya kini menjadi merah putih.

 

Hal itu ia ungkapkan lewat laman Twitter pribadinya. Mantan anggota Ombudsman RI itu bahkan mengkritisi biaya cat ulang pesawat kepresidenan itu.

 

Pria bernama lengkap Alvin Lie Ling Piao itu bahkan menyebut hal itu sebagai bentuk foya-foya.

 

Melalui aku Twitter pribadinya, Alvin Lie menyebut, biaya cat ulang pesawat setara jenis B737-800 berkisar antara USD 100 ribu hingga 150 ribu. Nilai itu setara dengan Rp 1,4 miliar sampai dengan Rp 2,1 miliar.

 

Dalam cuitannya itu, Alvin Lie juga mengunggah sebuah gambar pesawat dengan latar warna merah dan putih. Di sirip belakang tertempel gambar mirip bendera Indonesia merah putih.

 

Kemudian di bagian atas badan pesawat tertulis jelas tulisan "Republik Indonesia".

 

Diketahui, jika dibandingkan dengan warna pesawat Kepresidenan RI selama ini, warna dominan adalah biru langit dan putih.

 

"Hari ini masih aja foya-foya ubah warna pesawat Kepresidenan," tulis Alvin Lie di Twitter sebagaimana dipantau Suara.com, Selasa (3/8/2021) pagi.

 

Tak lupa dalam cuitannya itu, Alvin Lie juga mentag atau menandai akun resmi Kemensetneg RI, Setkab hingga akun Twitter Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

 

Sejak diunggap pada Selasa (2/8/2021) hingga Rabu (3/8/2021) pukul 8.57 WIB, cuitan Alvin Lie itu telah diretweet sebanyak 849 kali dan mendapat tanda suka sebanyak 2.198.

 

Cuitan itu juga mendapat banyak respon dari para netizen.

 

"Malah bagusan yang sekarang" tulis akun Ridwan Hanif.

 

"Sebenarnya ini pesawat kalau dicat tiap tahun pun kalau warnanya sama kita gak bakal tahu loh," timpal akun Sabur Rahim.

 

"Gak ridho warnanya biru langit, harus merah," cuit Gagan Gandara.

 

Pesawat Kepresidenan yang ditumpangi Presiden Joko Widodo dan rombongan mendarat di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, Kamis (24/5). (suara)



 

SANCAnews – Sosok politisi PDIP, Puan Maharani tengah menjadi perbincangan setelah baliho yang menampakkan gambarnya bertebaran di sejumlah daerah.

 

Belakangan, masifnya baliho berukuran besar itu diduga dipasang atas perintah partai. Namun hal itu langsung dibantah oleh politisi senior PDIP, Hendrawan Supratikno.

 

Hendrawan yang juga anggota Komisi XI DPR RI ini menegaskan bahwa baliho dipasang atas inisiatif sesama anggota DPR RI.

 

"Enggak ada perintah (partai), ini ide-ide kami (fraksi PDIP di DPR RI) kok," ujar Hendrawan saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL melalui sambungan telepon, Rabu siang (4/8).

 

Dijelaskan Hendrawan, awalnya usulan itu muncul dalam pembicaraan sesama anggota fraksi. Kemudian, disampaikan kepada pimpinan Fraksi PDIP yang diketuai Utut Adianto.

 

"Awalnya merupakan masukan dari anggota fraksi, nah masukan ini diusulkan kepada pimpinan fraksi, disetujui. Kemudian disampaikan kepada Ketua DPP Bidang Pemenangan Pemilu Pak Bambang Wuryanto, oke katanya," sambungnya.

 

Setelah disetujui DPP, kata senior PDIP ini, kemudian dibahas kembali secara kolegial di fraksi. Hasilnya adalah semua anggota fraksi sepakat untuk memasang baliho Puan Maharani yang menjabat sebagai Ketua DPR RI.

 

"Ya sudah ada rapat fraksi kemudian disetujui dan semua sepakat, jadi ini adalah spontanitas kolektif oleh anggota," tandasnya. []


 

SANCAnews – Penjelasan Politisi Senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengenai baliho Puan Maharani yang tersebar di berbagai daerah, bukan suatu yang kebetulan.

 

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap demikian. Karena ia menilai, Hendrawan hanya mengklaim Baliho Puan yang dipasang di jalan-jalan protokol atas inisiatif fraksi PDIP di DPR RI.

 

"Gerakan pasang baliho Puan terjadi dimana-mana. Serentak pada waktu bersamaan. Apa itu kebetulan?" ucap Adi Prayitno kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/8).

 

Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini meyakini, pemasangan baliho Ketua DPR RI itu ada yang mengkondisikan.

 

Karena, ia melihat pemasangan baliho secara serentak ini adalah penegasan dari struktural dan juga elit politik PDIP atas sikap politik menjelang Pilpres 2024.

 

Dimana, para elit partai banteng moncong putih itu ingin menegaskan bahwa Puan Maharani adalah capres 2024 yang bakal diusung PDIP, dan bukan Ganjar Pranowo yang belakangan moncer elektabilitasnya di sejumlah lembaga survei.

 

"Kalau kebetulan pasti hanya di beberapa titik dan disain balihonya beda-beda. Ini kan terlihat seragam model disain balihonya," tandas Adi. []



 

SANCAnews – Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tidak mudah menjelaskan PPKM berlevel yang sangat teknikal ke masyarakat.

 

Menurut Sukamta pernyataan itu menunjukkan bahwa pergantian istilah kebijakan memang hanya membingungkan.

 

Bukan hanya bagi masyarakat, bahkan kata Sukamta pemerintah selaku pembuat kebijakan saja dibuat kesulitan sendiri untuk menjelaskannya ke masyarakat.

 

Sukamta menilai kebingungan pemerintah akan istilah kebijakan yang kerap berubah itu lantaran sedari awal pemerintah tidak menggunakan atau terkesan menghindari panduan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

 

Padahal berdasarkan ketentuan perundangan itu dikatakan Sukamta ada dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

 

"Ini kesannya pemerintah ubah-ubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan karantina yang diatur di UU, karena tidak mau membayar kompensasi ke warga. Di sisi lain pemerintah selalu bimbang antara kepentingan ekonomi dengan kesehatan, akhirnya banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi," kata Sukamta kepada wartawan, Rabu (4/8/2021).

 

Karena itu Sukamta berharap pemerintah dapat membuat kebijakan berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan. Ia meyakini jika mengikuti panduan berdasarkan undang-undang hasil penanganan pandemi akan lebih baik.

 

"Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi," ujarnya.

 

Sementara itu terkait kebijakan yang selalu berubah-ubah istilah, Sukamta memandang bahwa hal itu mungkin saja hanya dilakukan Indonesia di tengah situasi darurat pandemi. Tak ayal kebijakan serupa dengan nama berbeda itu dirisaukan keberhasilannya.

 

"Mungkin hanya di Indonesia sering berganti istilah, dari PSBB, kemudian wacana new normal, kemudian berubah PPKM, ada PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM berlevel. Pantas kalau beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas yang terlihat dari berganti-gantinya istilah," tutur Sukamta. (suara)



 

SANCAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, terus mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) dalam melakukan perbaikan data penerima bantuan sosial (bansos). Hal ini diharapkan, Kemensos terus memperbaiki kualitas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) hingga tuntas dan mempertahankan akurasi datanya dengan melakukan pengkinian berkala setiap bulan.

 

“KPK juga mendorong ke depan agar mengoptimalkan penggunaan DTKS sebagai sumber data untuk semua program bantuan pemerintah yang dikhususkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati dalam keterangannya, Rabu (4/8).

 

Ipi menjelaskan, berdasarkan kajian cepat KPK merekomendasikan Kemensos untuk melakukan perbaikan DTKS. Perbaikan sekurangnya meliputi aspek administratif, yaitu memastikan data tersebut padan dengan data kependudukan (NIK), dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan mendorong pemutakhiran data oleh pemda dan memadankan dengan data lembaga lain terkait status pekerjaan seperti ASN, TNI/Polri.

 

Ipi menuturkan, KPK juga menekankan perlunya perbaikan tata kelola data di Kemensos dengan mengintegrasikan tiga sumber data internal Kemensos yang dikelola secara terpisah dan tidak terintegrasi.

 

Selain itu, KPK juga menekankan pada akurasi data penerima bansos untuk memastikan data tidak fiktif dan tidak ganda, sehingga update oleh pemda mendesak segera dilakukan.

 

“KPK mendorong dilakukannya berbagi pakai data dengan kementerian/lembaga penyelenggara bansos lainnya,” papar Ipi.

 

Terkait akurasi data, lanjut Ipi, KPK meminta Kemensos segera menyelesaikan parameter yang menjadi kriteria penerima bansos. Parameter yang disusun agar dibuat sederhana, sehingga mudah dipahami dan menjadi standar bagi daerah untuk menentukan ukuran masyarakat miskin dan rentan miskin yang berhak menerima bantuan.

 

“Demikian juga terkait rencana Kemensos untuk menerapkan mekanisme sanggah, diharapkan dapat meningkatkan akurasi data masyarakat yang memenuhi kriteria penerima bantuan dan tidak,” ungkap Ipi.

 

Sementara itu, dalam pemaparan yang disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kepada KPK terkait perkembangan perbaikan data yang dilakukan, Risma menyampaikan pihaknya telah menghapus total 52,5 juta data penerima bansos yang terdapat dalam DTKS karena tidak padan nomor induk kependudukan (NIK), data ganda, dan tidak dapat diperbaiki daerah.

 

“Sehingga, per 31 Mei 2021 Kemensos mencatat total 140,4 juta DTKS,” ucap Risma.

 

Perbaikan data tersebut dilakukan menindaklanjuti rekomendasi KPK untuk mengintegrasikan data internal yang dikelola oleh dua Direktorat Jenderal dan Pusdatin Kemensos. Menurut Risma, data Kemensos sebelumnya tercatat total 193 juta penerima manfaat yang terdiri dari empat data, yaitu DTKS, penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), dan Program Keluarga Harapan (PKH).

 

Dia mengutarakan, perbaikan dilakukan secara bertahap dengan melakukan pemadanan dengan data kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, verifikasi dan validasi dengan daerah, serta perbaikan data yang mengakomodasi penambahan usulan baru maupun pengurangan karena dinyatakan tidak layak.

 

“Kemensos juga melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki data. Salah satunya dengan melakukan pendampingan intensif kepada pemerintah daerah,” urai Risma.

 

Hingga April 2021, lanjut Risma, tercatat terdapat 385 dari 514 pemda telah melakukan pengkinian data di atas 75 persen, dan sebanyak 17 pemda tercatat belum menyampaikan perbaikan data.

 

“Selebihnya, sudah menyampaikan perbaikan data pada kisaran 25 hingga 75 persen,” pungkas Risma. (jawapos)

 


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.