Latest Post


 

SANCAnews – Penjelasan Politisi Senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengenai baliho Puan Maharani yang tersebar di berbagai daerah, bukan suatu yang kebetulan.

 

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menganggap demikian. Karena ia menilai, Hendrawan hanya mengklaim Baliho Puan yang dipasang di jalan-jalan protokol atas inisiatif fraksi PDIP di DPR RI.

 

"Gerakan pasang baliho Puan terjadi dimana-mana. Serentak pada waktu bersamaan. Apa itu kebetulan?" ucap Adi Prayitno kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (4/8).

 

Pengajar di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini meyakini, pemasangan baliho Ketua DPR RI itu ada yang mengkondisikan.

 

Karena, ia melihat pemasangan baliho secara serentak ini adalah penegasan dari struktural dan juga elit politik PDIP atas sikap politik menjelang Pilpres 2024.

 

Dimana, para elit partai banteng moncong putih itu ingin menegaskan bahwa Puan Maharani adalah capres 2024 yang bakal diusung PDIP, dan bukan Ganjar Pranowo yang belakangan moncer elektabilitasnya di sejumlah lembaga survei.

 

"Kalau kebetulan pasti hanya di beberapa titik dan disain balihonya beda-beda. Ini kan terlihat seragam model disain balihonya," tandas Adi. []



 

SANCAnews – Wakil Ketua Fraksi PKS Sukamta menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tidak mudah menjelaskan PPKM berlevel yang sangat teknikal ke masyarakat.

 

Menurut Sukamta pernyataan itu menunjukkan bahwa pergantian istilah kebijakan memang hanya membingungkan.

 

Bukan hanya bagi masyarakat, bahkan kata Sukamta pemerintah selaku pembuat kebijakan saja dibuat kesulitan sendiri untuk menjelaskannya ke masyarakat.

 

Sukamta menilai kebingungan pemerintah akan istilah kebijakan yang kerap berubah itu lantaran sedari awal pemerintah tidak menggunakan atau terkesan menghindari panduan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

 

Padahal berdasarkan ketentuan perundangan itu dikatakan Sukamta ada dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

 

"Ini kesannya pemerintah ubah-ubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan karantina yang diatur di UU, karena tidak mau membayar kompensasi ke warga. Di sisi lain pemerintah selalu bimbang antara kepentingan ekonomi dengan kesehatan, akhirnya banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi," kata Sukamta kepada wartawan, Rabu (4/8/2021).

 

Karena itu Sukamta berharap pemerintah dapat membuat kebijakan berdasarkan UU Kekarantinaan Kesehatan. Ia meyakini jika mengikuti panduan berdasarkan undang-undang hasil penanganan pandemi akan lebih baik.

 

"Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi," ujarnya.

 

Sementara itu terkait kebijakan yang selalu berubah-ubah istilah, Sukamta memandang bahwa hal itu mungkin saja hanya dilakukan Indonesia di tengah situasi darurat pandemi. Tak ayal kebijakan serupa dengan nama berbeda itu dirisaukan keberhasilannya.

 

"Mungkin hanya di Indonesia sering berganti istilah, dari PSBB, kemudian wacana new normal, kemudian berubah PPKM, ada PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM berlevel. Pantas kalau beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas yang terlihat dari berganti-gantinya istilah," tutur Sukamta. (suara)



 

SANCAnews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, terus mendorong Kementerian Sosial (Kemensos) dalam melakukan perbaikan data penerima bantuan sosial (bansos). Hal ini diharapkan, Kemensos terus memperbaiki kualitas Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) hingga tuntas dan mempertahankan akurasi datanya dengan melakukan pengkinian berkala setiap bulan.

 

“KPK juga mendorong ke depan agar mengoptimalkan penggunaan DTKS sebagai sumber data untuk semua program bantuan pemerintah yang dikhususkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati dalam keterangannya, Rabu (4/8).

 

Ipi menjelaskan, berdasarkan kajian cepat KPK merekomendasikan Kemensos untuk melakukan perbaikan DTKS. Perbaikan sekurangnya meliputi aspek administratif, yaitu memastikan data tersebut padan dengan data kependudukan (NIK), dan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan mendorong pemutakhiran data oleh pemda dan memadankan dengan data lembaga lain terkait status pekerjaan seperti ASN, TNI/Polri.

 

Ipi menuturkan, KPK juga menekankan perlunya perbaikan tata kelola data di Kemensos dengan mengintegrasikan tiga sumber data internal Kemensos yang dikelola secara terpisah dan tidak terintegrasi.

 

Selain itu, KPK juga menekankan pada akurasi data penerima bansos untuk memastikan data tidak fiktif dan tidak ganda, sehingga update oleh pemda mendesak segera dilakukan.

 

“KPK mendorong dilakukannya berbagi pakai data dengan kementerian/lembaga penyelenggara bansos lainnya,” papar Ipi.

 

Terkait akurasi data, lanjut Ipi, KPK meminta Kemensos segera menyelesaikan parameter yang menjadi kriteria penerima bansos. Parameter yang disusun agar dibuat sederhana, sehingga mudah dipahami dan menjadi standar bagi daerah untuk menentukan ukuran masyarakat miskin dan rentan miskin yang berhak menerima bantuan.

 

“Demikian juga terkait rencana Kemensos untuk menerapkan mekanisme sanggah, diharapkan dapat meningkatkan akurasi data masyarakat yang memenuhi kriteria penerima bantuan dan tidak,” ungkap Ipi.

 

Sementara itu, dalam pemaparan yang disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kepada KPK terkait perkembangan perbaikan data yang dilakukan, Risma menyampaikan pihaknya telah menghapus total 52,5 juta data penerima bansos yang terdapat dalam DTKS karena tidak padan nomor induk kependudukan (NIK), data ganda, dan tidak dapat diperbaiki daerah.

 

“Sehingga, per 31 Mei 2021 Kemensos mencatat total 140,4 juta DTKS,” ucap Risma.

 

Perbaikan data tersebut dilakukan menindaklanjuti rekomendasi KPK untuk mengintegrasikan data internal yang dikelola oleh dua Direktorat Jenderal dan Pusdatin Kemensos. Menurut Risma, data Kemensos sebelumnya tercatat total 193 juta penerima manfaat yang terdiri dari empat data, yaitu DTKS, penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), dan Program Keluarga Harapan (PKH).

 

Dia mengutarakan, perbaikan dilakukan secara bertahap dengan melakukan pemadanan dengan data kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, verifikasi dan validasi dengan daerah, serta perbaikan data yang mengakomodasi penambahan usulan baru maupun pengurangan karena dinyatakan tidak layak.

 

“Kemensos juga melakukan sejumlah langkah untuk memperbaiki data. Salah satunya dengan melakukan pendampingan intensif kepada pemerintah daerah,” urai Risma.

 

Hingga April 2021, lanjut Risma, tercatat terdapat 385 dari 514 pemda telah melakukan pengkinian data di atas 75 persen, dan sebanyak 17 pemda tercatat belum menyampaikan perbaikan data.

 

“Selebihnya, sudah menyampaikan perbaikan data pada kisaran 25 hingga 75 persen,” pungkas Risma. (jawapos)

 



 

SANCAnews – Video seorang pria mengamuk saat penyekatan PPKM berlangsung viral di media sosial. Diketahui peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur pada tanggal 2 Agustus lalu.

 

Video tersebut diunggah ulang oleh akun instagram @inijawatimur. Dalam video pertama terlihat seorang pemuda yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm dan masker tengah diberhentikan oleh petugas penyekatan.

 

Awalnya pemuda tersebut sempat terlihat adu mulut dengan beberapa petugas, sebelum akhirnya disuruh meminggirkan motornya. Tak berselang lama Ia ternyata mengamuk.

 

"Ngamuk ndobrak portal PPKM di daerah Candi Sidoarjo. Kejadian tanggal 2 Agustus. Sampean wis pegel a cak? Podo ," tulis caption pada unggahan tersebut.

 

Setelah memarkirkan motor, pemuda tersebut tiba-tiba mengamuk dan meninggalkan sepeda motornya.

 

Sementara pada video kedua, terlihat pemuda tersebut sudah diamankan oleh sejumlah petugas. Si perekam juga sempat menyorot portal penyekatan yang sudah porak poranda. Diduga hal itu disebabkan oleh pemuda tersebut.

 

Unggahan tersebut pun mendapat respon dari warganet.

 

"liyane sik iso ngempet,,,wong kui wes kadong sumpek paling....," ujar @gunadi.01.

 

"Sing keplek iku sing nggae peraturan, PPKM = JALAN DITUTUP.. mbok yo mikir nggae uteg, apa hubungannya jalan sama pandemi?? Ga mikir tah nek jalan ditutup itu tambah nggarai susah orang.. Belum lagi pedagang yg jualan di ruas jalan itu..," jelas @19.bintang.

 

"Lagian program gagal ae di bolan boleni," kata @huda_wara_wiri.

 

"Asline kabeh Nyawang Barier mentolo Nyaduk ae.. Cuman Ngempet.. Coba 2 ulan maneh diperpanjang.. InshaAllah Gak Ono sing Iso Ngempet..," ujar @rainbowfebrian.

 

"ojok nyalahno petugas kabeh iki serba repot kabeh ...dilaksanakno salah gk dilaksanakno y salah...jal pikiren nak wes ono kedadean sopo seng disalahno pemerintah ta ....y jlsa salah awakmu makane iku taati peraturane sek..sabar ..ogak indonesia tok cah...sak jagat ndunyo," kata @sucopto72. (suara)




 

SANCAnews – Perubahan warna pesawat kepresidenan menjadi berwarna merah dinilai tidak memiliki urgensi. Apalagi proses pengecatan ditaksir menghabiskan dana hingga 100 ribu dolar AS.

 

Begitu kata pakar penerbangan, Alvin Lie menanggapi diubahnya warga pesawat Kepresidenan menjelang Dirgahayu Indonesia ke-76.

 

Alvin Lie mengurai bahwa ada dua metode pengecatan ulang pesawat B737-800 penerbangan sipil. Yaitu, dengan cara sanding dan stripping.

 

Sanding dilakukan dengan cara cat lama diamplas hingga hilang warnanya, tinggal primer dasar kemudian dicat dengan warna dan pola baru.

 

Sedangkan stripping dengan cara cat lama dikupas total hingga ke kulit pesawat atau bare metal, kemudian dicat ulang.

 

"Yang lazim dilakukan adalah metode sanding. Biaya berkisar 100 ribu dolar AS per pesawat," beber Alvin Lie kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (3/8).

 

Mantan anggota Ombudsman RI ini menilai, cat ulang dan ubah warna pesawat bukanlah kebutuhan yang mendesak. Apalagi, pesawat kepresidenan usianya baru tujuh tahun dan jarang dipakai.

 

"Perawatan bagus, penampilan juga masih layak. Tidak ada urgensi dicat ulang atau ubah warna," pungkas Alvin.

 

Adapun penampakan pesawat baru sempat diunggah di akun Instagram @adhimas_aviation dengan caption "New Livery For A-001! A-001 Blasting Out From CGK Bound To Pelabuhan Ratu For Test Fight”.

 

Keterangan dalam foto tersebut juga menuliskan Indonesian Government A-001 Boeing 737-8U3 (BBJ2).

 

Di satu sisi, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono membenarkan telah dilakukan pengecatan ulang di pesawat kepresiden yang sebelumnya berwarna putih dan biru.

 

"Benar, Pesawat Kepresidenan Indonesia-1 atau pesawat BBJ 2 telah dilakukan pengecatan ulang," ujarnya kepada wartawan.

 

“Tahun ini dilaksanakan perawatan sekaligus pengecatan yang bernuansa Merah Putih sebagaimana telah direncanakan sebelumnya," sambung Heru. []


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.