Latest Post


 

SANCAnews – Dugaan penggunaan uang negara hanya untuk membiayai pengelolaan akun media sosial Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati adalah tindakan memalukan.

 

Dugaan yang diungkap aktivis Adamsyah Wahab atau Don Adam ini pun membuat begawan ekonomi, Rizal Ramli terheran-heran.

 

"Mosok sih? Jangan ngada-ngada lho," sindir Rizal Ramli disertai emoticon tersenyum di akun Twitternya, Sabtu (31/7).

 

Bukan tanpa sebab, bila hal tersebut benar, maka akan menambah catatan merah menteri keuangan berpredikat terbaik dunia ini.

 

RR, sapaan mantan Menko Ekuin era Presiden Gus Dur ini lantas menguliti beragam catatan merah yang sudah ditorehkan Sri Mulyani.

 

Salah satunya soal utang negara. Tercatat, utang pemerintah hingga 30 Juni 2021 mencapai Rp 6.554,56 triliun dengan komposisi surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.711,79 triliun dan pinjaman dalam serta luar negeri sebesar Rp 842,76 triliun.

 

"Sudah ngutang bunga super mahal, nguntit uang negara untuk urusan pribadi, impor bronton ndak bayar pajak pulak," sindir RR.

 

"Standar Eropa, Jepang udah abis nih, malu-maluin aja," tandas Rizal Ramli.

 

Dugaan akun media sosial pribadi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikelola dengan menggunakan uang negara diungkap aktivis Pro Demokrasi (ProDEM), Adamsyah Wahab atau Don Adam, melalui unggahan di akun Twitter pribadinya, Sabtu (31/7).

 

Pada unggahannya, Don Adam turut menyertakan dua tangkapan layar berisi lowongan sebagai kontributor konten akun medsos Sri Mulyani. Lowongan tersebut diperuntukkan bagi pegawai Kemenkeu di seluruh unit eselon 1.

 

"Biro KLI (Komunikasi dan Layanan Informasi) akan menyiapkan surat tugas atau SK Tim sebagai dasar penugasan dengan periode pelaksanaan tugas hingga 31 Desember 2021," demikian bunyi lowongan yang dibagikan Don Adam.

 

"Akun media sosial pribadi Menkeu Sri Mulyani dikelola dengan uang APBN lewat belanja Biro KLI Kemenkeu, dan sekarang melalukan rekrutmen untuk bisa memiliki cyber troopers alias cyber army alias buzzeRp," tambah Don Adam. (rmol)



 

SANCAnews – Politikus PDIP, Effendi Simbolon mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi COVID-19.

 

Effendi menilai bahwa Presiden Jokowi sebenarnya telah menyalahi apa yang tercantum dalam konstitusi.

 

Jika merujuk ke Undang-Undang (UU), kata Effendi, Indonesia seharusnya masuk fase lockdown.

 

“Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM,” katanya pada Sabtu, 31 Juli 2021, dilansir dari Detik News.

 

Effendi menduga bahwa di awal pandemi, Pemerintah mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi.

 

Namun, ia menilai bahwa pada akhirnya, ongkos Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) justru lebih mahal.

 

Effendi mengungkapkan bahwa onglos PSBB di tahun 2020 itu bahkan lebih dari Rp1000 triliun.

 

“Presiden tidak patuh konstitusi. Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu,” kata Effendi.

 

“Sebulan Rp 1 juta aja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan aja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas kemana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” lanjutnya.

 

Effendi lantas menyinggung bahwa sudah banyak negara lain yang sukses mengatasi pandemi Covid-19 dengan menerapkan lockdown.

 

Menurutnya, penularan virus Corona itu bisa dicegah jika semua orang tetap berada di rumah.

 

“PPKM ini dasarnya apa? Rujukannya apa? Arahan Presiden? Mana boleh. Akhirnya panik nggak karuan, uang hilang, habis Rp1.000 triliun lebih,” tukas Effendi.

 

“Erick Thohir belanja, Menkes belanja. Dengan hasil 0. Minus malah. Ini herd immunity karena iman aja,” tambahnya.

 

Adapun sebelumnya, Jokowi mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat lockdown sebab semi-lockdown saja sudah membuat rakyat menjerit. []



 

SANCAnews – Kritik atas pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut rakyat menjerit dengan diterapkannya PPKM Darurat, juga disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.

 

Menurutnya, Jokowi hanya membawa-bawa nama rakyat untuk mempertegas opsi kebijakan penanganan Covid-19 yang sebenarnya tidak optimal dilakukan.

 

Jeritan masyarakat dalam melonggarkan pelaksanaan PPKM Darurat, justru dinilai Gde Siriana, memperjelas adanya persoalan dalam pemberian bantuan sosial (bansos), khususnya bantuan kebutuhan pokok (sembako).

 

"Ya rakyat menjeritlah, bansos makanannya belum diterima oleh semua masyarakat saat PPKM Darurat," ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7).

 

Selain lambatnya penyerahan Basos sembako, Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini juga tidak melihat inisiatif pemerintah memberikan bantuan tunai secara cepat ke rekening-rekening masyarakat kurang mampu.

 

"Yang itu sudah barang tentu bisa digunakan untuk konsumsi pasca PPKM.

 

Karena itu, Gde Siriana menyayangkan pemerintah tidak bergerak dengan seharusnya dalam merespon dampak pandemi yang masih mengkahwatirkan saat ini, sehingga akhirnya masyarakat banyak yang tidak empati kepada kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.

 

"Jadi rakyat percaya dari awal jika dilakukan cepat (penyaluran bansos). Rakyat tidak akan menjerit kalau semua bantalan sosial disediakan sebelum PPKM. Apalagi jika paket sembako nya manusiawi," tandasnya.

 

Jokowi menyinggung perihal jeritan masyarakat saat PPKM Darurat yang berlangsung 3-20 Juli saat memberikan sambutan di acara Pemberian Banpres Produktif Usaha Mikro, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (30/7).

 

Dalam kesempatan tersebut Jokowi menyatakan bahwa saat dilaksanakannya PPKM Darurat masyarakat sudah menjerit, solusi penanganan Covid-19 dengan cara lockdown tidak tepat.

 

"Kalau lockdown bisa kita bayangkan! Dan belum bisa menjamin juga masalah (penyebaran virus corona) selesai," ujar Jokowi.

 

Atas alasan itu, Jokowi menganggap PPKM Darurat sebagai strategi semi-lockdown. (suara)


ilustrasi masjid


 

SANCAnews – Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono melarang masjid dan musala menyiarkan berita duka melalui pengeras suara dan dialihkan ke platform atau aplikasi percakapan instan.

 

Imbauan Bupati Ngawi itu tertuang dalam surat yang bernomor 100/07.106/404. 011/2021.

 

Instruksinya supaya camat menyampaikan kepada Lurah/Kepala Desa dan RT agar berita kematian tidak disiarkan melalui pengeras suara baik di masjid maupun musala.

 

"Sehingga warga yang sedang sakit dan isolasi mandiri tidak khawatir berlebihan," tulis surat Bupati Ngawi tersebut melansir timesindonesia.co.id -- jejaring suara.com, Jumat (30/7/2021).

 

Sebagai gantinya, Bupati Ngawi mengimbau agar berita duka disampaikan secara gethok tular melalui handphone atau telepon seluler.

 

Dikeluarkannya surat tersebut, ditengarai dengan semakin tingginya angka kasus kematian Covid-19 di Kabupaten Ngawi. Selain itu juga sebagai upaya untuk menjaga kesehatan imun warga Kabupaten Ngawi, tulis surat tersebut.

 

Sekretaris Desa Sukowiyono, Suharno menuturkan, di wilayahnya saat ini tidak lagi menyiarkan berita kematian atau duka melalui pengeras suara di masjid dan musala. Warga memilih menggunakan media sosial untuk mengabarkan berita duka.

 

"Berita kematian di Desa Sukowiyono tidak lagi disiarkan melalui pengeras suara. Warga sekarang pakai WA Status untuk mengabarkan berita duka, malah lebih cepat tersiar pakai itu," katanya, Jumat (30/7/2021).

 

Surat bupati tersebut, lanjut di, langsung disampaikan kepada kepala dusun dan pengurus RT. "Sekarang sudah berjalan sesuai imbauan bupati," katanya.

 

Sebelumnya Bupati Ngawi telah mengeluarkan surat terkait imbauan penyampaian berita duka di lingkungan. Surat yang ditujukan bagi Camat se Kabupaten Ngawi itu dikeluarkan pada Rabu (28/7/21) kemarin. (suara)


Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono melarang masjid dan musala menyiarkan berita duka melalui pengeras suara.
[Foto: timesindonesia.co.id]



 

SANCAnews – Rakyat Indonesia menjerit bukan saja karena kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam menekan laju pandemi Covid-19.

 

Tetapi, kata mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu, rakyat menjerit karena mereka kebutuhan pokok mereka tidak dijamin pemerintah saat PPKM diberlakukan.

 

"Rakyat menjerit bukan karena PPKM tapi karena kebutuhannya tidak dijamin," cuit Said Didu di akun Twitternya, Jumat (30/7).

 

Said Didu mengatakan, PPKM memang beda dengan lockdown. Di mana, lockdown dapat diterapkan dengan jaminan kebutuhan rakyat dipenuhi negara.

 

"Kalau lockdown (karantina rumah) maka rakyat diminta tinggal di rumah dan seluruh kebutuhannya ditanggung negara," jelasnya.

 

Sementara, lanjut dia, PPKM yang diberlakukan pemerintah tidak memberikan jaminan kebutuhan pokok. Hal ini menjadi sebab jeritan rakyat, saat mereka butuh makan tapi negara tidak menghendaki mereka keluar rumah.

 

"Kalau PPKM, rakyat diminta tinggal di rumah tapi kebutuhannya cari sendiri," cetusnya.

 

Presiden Joko Widodo mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM Darurat dibuka.

 

tas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.

 

“PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7).

 

Presiden dua periode ini menambahkan pemerintah dengan terpaksa menerapkan PPKM Darurat untuk menekan lonjakan kasus Covid-19. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.