Latest Post


 

SANCAnews – Usulan mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu agar pemerintah membuat surat wasiat terkait utang negara dinilai kurang tepat.

 

Ekonom senior, DR. Rizal Ramli menilai surat wasiat tidak tepat dibuat lantaran apa yang ditinggalkan pemerintah sebagai utang.

 

"Mas Said Didu, surat wasiat isinya apa? Wong cuman ninggalin bejibun masalah doang?” ujar Rizal, Jumat (30/7).

 

Menurutnya, akan lebih bijak jika yang diusulkan adalah surat permintaan maaf dari pemerintah karena telah meninggalkan banyak utang. Di satu sisi pemerintah juga harus menerima konsekuensi atas ketidakmampuan mengelola uang dengan mengundurkan diri.

 

“Lebih bijak, jika bikin surat minta maaf dan mengundurkan diri, gitu aja ribet," tandasnya sambil menyertakan simbol tawa.

 

Mantan Sekretaris Menteri BUMN, Said Didu tak main-main meminta agar pemerintah dan pengusaha untuk segera membuat “surat wasiat”.

 

Pasalnya, kata dia, berdasarkan data yang dilaporkan Bank Indonesia atau BI bahwa junlah utang Indonesia di sektor publik, yakni pemerintah, BUMN, dan BI per Juni 2021 capai Rp 12.474 triliun.

 

“Sesuai data Bank Indonesia bahwa jumlah utang sektor publik (pemerintah + BUMN + BI) Juni 2021 sudah mencapat Rp 12.474 triliun, sepertinya sudah saatnya pemerintah/penguasa membuat “surat wasiat”,” kata Said dalam cuitannya di Twitter, Kamis (29/7). (rmol)



 

SANCAnews – Pengamat politik Rocky Gerung baru-baru ini membeberkan alasan banyak WNA alias warga negara asing yang tiba-tiba hengkang dari Indonesia.

 

Ia menyebut bahaa WNA sebenarnya memiliki akses terhadap informasi soal keadaan yang terjadi pada kelompok grass root di Indonesia.

 

“Mereka sebetulnya punya akses terhadap keadaan di bawah (grass root) karena relasi dengan LSM, relasi dengan tokoh-tokoh oposisi,” jelas Rocky Gerung dalam tayangan di kanal YouTube-nya, seperti dikutip terkini.id pada Jumat, 30 Juli 2021.

 

“Jadi, mereka paham bahwa Pak Jokowi lagi guncang tapi memang enggak bisa diperlihatkan.”

 

Rocky Gerung lantas mengingatkan pihak Istana untuk menghentikan sikap denial kepada publik, khususnya dalam situasi seperti saat ini.

 

Menurutnya, sikap denial yang dipertontonkan oleh Istana justru menunjukkan adanya sebuah masalah besar sekaligus adanya kecemasan dari internal kabinet.

 

“Semakin Istana membantah (denial), semakin terlihat bahwa ada problem besar, tapi ini berlangsung dua lapis kecemasan. Kecemasan kesehatan dan kecemasan politis,” sambungnya.

 

“Bagian-bagian ini kan gak bisa sekadar diucapkan oleh mereka yang sok-sok habis ketemu Presiden. Presiden bilang aman, jadi semuanya bohong.”

 

Rocky Gerung juga menilai pernyataan Pemerintah yang menyebut bahwa situasi Indonesia dalam keadaan aman merupakan kamuflase belaka.

 

Ia mencoba membuktikan hal tersebut dengan pengamatannya terkait isu banyaknya WNA yang memutuskan untuk pergi dari Indonesia dan kembali ke negara asalnya.

 

“Kebohongan itu terlihat akhir-akhir ini. Semuanya eksodus, ramai-ramai orang pulang keluar dari Indonesia.”

 

Rocky Gerung mengungkapkan bahwa kemampuan pihak asing untuk mendeteksi keadaan di Indonesia menjadi salah satu sebab hengkangnya sejumlah WNA.

 

Ia lalu menekankan, China yang selama ini selalu mengirimkan TKA-nya ke wilayah Indonesia justru merupakan salah satu negara yang WNA-nya ramai-ramai hengkang karena kemungkinan memiliki intelijen yang tersebar di berbagai penjuru Tanah Air.

 

“Jadi, terlihat bahwa kemampuan asing untuk mendeteksi keadaan itu yang menyebabkan mereka pergi. China apalagi, mungkin mereka udah nyebar intelnya ke mana-mana dan melihat potensi krisis rasial."

 

Hengkangnya sejumlah WNA dari Indonesia disebut Rocky Gerung sebagai salah satu tanda-tanda berakhirnya masa kekuasaan rezim Presiden Jokowi.

 

Rocky Gerung juga kembali menyindir kalangan buzzer Istana yang tidak terlatih untuk mengamati sebuah isu dari bawah permukaan.

 

“Jadi, saya melihat ini satu faktor yang mempercepat ‘the end game’. Kita sebetulnya kalau mau menganalisis, kita tau faktor-faktor strategis, faktor-faktor komplementer, dan faktor-faktor yang sebetulnya under current, yang di bawah permukaan,” ujarnya.

 

“Ini buzzer gak ngerti tuh, pejabat-pejabat Istana yang sok-sok jadi juru bicara juga enggak ngerti karena mereka gak terlatih untuk lihat under current politics-nya apa,” tandas Rocky Gerung. (terkini)




SANCAnews – Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengaku menjadi sosok yang mendirikan BMKG, BNPB, BNN, hingga KPK. Hal ini diungkapkan saat menghadiri Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) BMKG 2021 secara virtual.

 

Megawati menjelaskan dirinya tidak bermaksud menyombongkan diri. Namun, ia mengklaim menjadi sosok yang membuat BMKG, BNPB, BNN, KPK, hingga sejumlah lembaga lainnya.

 

"Saya yang membuat BMKG, BNPB. Bukan bermaksud untuk menyombongkan diri. BNN, KPK, masih banyak lagi dan lain sebagainya," kata Megawati dalam akun YouTube infoBMKG seperti dikutip Suara.com, Jumat (30/7/2021).

 

Lantas benarkah Megawati yang membuat BMKG, BNPB, BNN, dan KPK?

 

Suara.com telah mencari berbagai info mengenai sejarah pembentukan lembaga-lembaga tersebut. Berikut faktanya:

 

1. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

 

Berdasarkan laman bmkg.go.id, BMKG memiliki sejarah panjang di Indonesia. Pengamatan meteorologi dan geofisika di Tanah Air sendiri telah dimulai pada tahun 1841.

 

Awalnya, pengamatan dilakukan secara perorangan oleh Kepala Rumah Sakit di Bogor, Dr. Onnen. Pada tahun 1866, kegiatan pengamatan perorangan diresmikan menjadi instansi pemerintah oleh Pemerintah Hindia, dengan nama Magnetisch en Meteorologisch Observatorium atau Observatorium Magnetik dan Meteorologi dipimpin oleh Dr. Bergsma.

 

Nama lembaga ini terus mengalami perubahan dari masa ke masa. Pada tahun 1945, nama diubah menjadi Jawatan Meteorologi dan Geofisika setelah Indonesia merdeka.

 

Terus mengalami perubahan nama, pada tahun 1980 statusnya dinaikkan menjadi suatu instansi setingkat eselon I dengan nama Badan Meteorologi dan Geofisika. Nama itu dipertahankan hingga pemerintahan Megawati Soekarnoputri.

 

Barulah saat Pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2008, nama itu diubah menjadi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hingga sekarang. SBY yang mengesahkan undang-undang mengenai BMKG.

 

Atas penjelasan di atas, pernyataan Megawati yang membentuk BMKG tidak sepenuhnya benar. Pasalnya, pembentukan BMKG memiliki sejarah panjang di Indonesia dari masa penjajahan Belanda.

 

2. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)

 

Berdasarkan laman bnpb.go.id, BNPB juga memiliki sejarah panjang di Indonesia. Lembaga penanganan bencana alam di Tanah Air sendiri sudah ada setelah kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

 

Kala itu, badan penanggulan bencana di Indonesia bernama Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Nama itu terus berubah dari masa ke masa, seperti tahin 1966 menjadi BP2BAP hingga Bakornas PBP.

 

Semasa pemerintahan Megawati, badan penanggulangan bencana di Indonesia itu sendiri masih menggunakan nama Bakornas PB, bukan BNPB.

 

Barulah Presiden SBY yang mengubah nama Bakornas PB menjadi BNPB. SBY mengesahkan BNPB melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

 

Karena itu, lagi-lagi pernyataan Megawati yang membentuk BNPB tidak benar. Pasalnya, BNPB juga memiliki sejarah panjang di Indonesia sejak kemerdekaan, dan baru disahkan dengan nama BNPB oleh Presiden SBY pada 2008.

 

3. Badan Narkotika Nasional (BNN)

 

Berdasarkan laman bnn.go.id, sejarah penanggulangan bahaya narkotika dan kelembagaannya di Indonesia dimulai tahun 1971. Kala itu, lembaga ini bernama Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN).

 

Badan ini tidak mempunyai wewenang operasional dan tidak mendapat alokasi anggaran sendiri dari ABPN. Anggaran disediakan berdasarkan kebijakan internal BAKIN. Hal ini disebabkan karena masalah narkoba di Indonesia saat itu masih terlalu kecil.

 

Menghadapi permasalahan narkoba yang berkecenderungan terus meningkat, DPR akhirnya membentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

 

Selanjutnya, Presiden Abdurahman Wahid membentuk Badan Koordinasi Narkotika Nasional (BKNN) pada tahun 1999. BKNN adalah suatu Badan Koordinasi penanggulangan narkoba yang beranggotakan 25 Instansi Pemerintah terkait.

 

BKNN kemudian berganti nama menjadi BNN hingga sekarang sejak pemerintahan Megawati. Di pemerintahan itu pula, BNN mulai mendapatkan alokasi anggaran dari APBN.

 

Dari penjelasan di atas, klaim Megawati sebagai pembentuk BNN memang benar. Kendati demikian, BNN sendiri telah mencatat sejarahnya sejak tahun 1971.

 

4. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

 

Berdasarkan laman kpk.go.id, KPK dibentuk pada tahun 2002 di pemerintahan Megawati. Pembentukan ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Selanjutnya, undang-undang diubah menjadi Undang-Undang No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

 

KPK dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas pemberantasan korupsi dari lembaga-lembaga yang ada sebelumnya. Penjelasan undang-undang menyebutkan peran KPK sebagai trigger mechanism, yang berarti mendorong atau sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.

 

Dalam pelaksanaan tugasnya, KPK berpedoman kepada enam asas, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, proporsionalitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.

 

Atas penjelasan ini, klaim Megawati yang membentuk KPK sepenuhnya benar. KPK pertama dibentuk di bawah pemerintahan Megawati di tahun 2002. []


 

SANCAnews – Zaman orde baru memang diamini rezim otoriter, hanya sedikit ruang yang disisakan untuk bersuara apalagi tempat bagi pengkritik pemerintah, nyaris tidak ada.

 

Namun menurut Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti, perlakuan rezim orde baru tidak lebih buruk perlakuannya dengan dengan rezim saat ini.

 

Saat Orde baru, kata Ray, para pengkritik hanya dicokok penguasa lalu dipenjara. Terkadang melalui peradilan yang serius maupun ecek-ecek ataupun tidak sama sekali melaui peradilan.

 

"Tetapi harkat dan martabat kita itu tidak pernah diobok-obok. Sekarang (rezim saat ini) dua-duanya bisa dapat (penjara dan harkat dan martabatnya dijatuhkan)," kata Ray Rangkuti saat menjadi pembicara program Tanya Jawab Cak Ulung bertajuk “PDIP dan 25 Tahun Tragedi 27 Juli” yang diselenggarakan Kantor Berita Politik RMOL secara daring, Kamis (29/7).

 

Ia memberikan contoh perlakukan pengkritik pemerintah dengan Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Keduanya divonis berat hingga mendapat sanksi sosial, belum lagi mantan Sekretaris Umum (Sekum) FPI Munarman yang ditetapkan tersangka atas dugaan melakukan aksi terorisme justru dimunculkan dengan perselingkuhan.

 

"Itu yang saya maksud. Bahwa kita tidak pernah alami pada zaman Orde Baru. Harkat dan martabat kita gak dijatuhkan," tandas Ray Rangkuti.

 

Bahkan dimasa rezim Orde Baru, Ray yang juga merupakan aktivis merasa ada nilai saat  dicari-cari oleh aparat keamanan karena melakukan kritik.

 

"Kalau kita keluar penjara misalkan, kita akan jadi tokoh di mata masyarakat. Sekarang tidak, kamu dikulitin habis-habisan yang gak ada hubungannya sama sekali dengan kasus yang menjeratnya," demkian Ray Rangkuti. []



 

SANCAnews – Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengkritik Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri yang kini disebutnya lebih bersikap permisif dibanding ketika berjuang untuk reformasi dan usai peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan Dua Tujuh Juli.

 

"Saya kira ibu Mega terlalu diam melihat berbagai peristiwa pengarusbalikan pencapaian-pencapaian reformasi selama ini yang kita alami," kata Ray dalam diskusi daring bertajuk 'PDIP & 25 tahun tragedi Kudatuli', Kamis (29/7/2021).

 

Pertama, Ray menyebut Mega kekinian cuek terhadap maraknya tindakan nepotisme yang terjadi di era saat ini. Bahkan salah satunya, kata dia, dilakukan oleh Joko Widodo.

 

"Sebut saja nepotisme politik yang makin merajalela kan kira-kira gitu," tuturnya.

 

"Salah satunya, salah satunya. Bukan hanya Jokowi tentu saja kan. Tapi menurut saya sih banyak mungkin di PDI Perjuangan hal yan sama terjadi mungkin di kabupaten mana. Ada sikap permisif dari ibu Mega melihat hal itu," sambungnya.

 

Kemudian yang kedua, Ray menyoroti soal masalah kebebasan berpendapat. Menurutnya, Megawati cuek juga terkait masalah ini di era kekinian.

 

"Ketiga soal pemberantasan korupsi, dua tahun terakhir di era pak Jokowi ini kita harus mengurut dada lah. Selain Revisi UU KPK yang mengecewakan. Melihat anggota komisioner KPK yang juga mengecewakan sampai sekarang mengecewakan," ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Ray mengatakan, Mega cenderung berdiam diri mana kala kekinian banyak para koruptor dipotong masa hukumannya.

 

"Kan ada trend itu sekarang jadi bukan peristiwa pertama tuh saya kura sudah jadi peristiwa ketiga kempat dalam tahun 2021 ini hukuman untuk para koruptor diperingan," tandasnya. (suara)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.