Latest Post



SANCAnews – Rafael Malalangi calon siswa asal Minahasa Selatan (Minsel) yang dinyatakan lulus Bintara Polri tahun 2021 namanya mendadak hilang dari daftar dan digantikan orang lain. Kasus itu pun viral di media sosial (medsos) dan mengundang perhatian berbagai kalangan masyarakat tak terkecuali anggota DPR daerah pemilihan Sulawesi Utara, Hillary Brigitta Lasut.

 

Hillary mempertanyakan proses dan prosedur pengumuman kelulusan tersebut hingga bisa nama orang yang sudah dinyatakan lulus tergantikan dengan nama calon yang lain.

 

“Kok bisa ya, sudah diumumkan secara virtual dan lulus seleksi secara nasional, namun beberapa hari kemudian dinyatakan tidak lulus melalui surat. Ini ada apa?” ujar Hillary, Kamis (29/7/2021).

 

Hiilary pun langsung berkirim surat ke Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk mempertanyakan nasib Calon Siswa Bintara Polri 2021 Rafael Malalangi yang sudah diumumkan lulus tapi kemudian dinyatakan tidak lulus.

 

“Mengapa terjadi seperti ini. Apakah ini ada permainan orang dalam atau gimana. Yang pasti saya akan mempertanyakan ini langsung melalui surat kepada Presiden dan Kapolri. Kok bisa jadi begini,” kata Hillary.

 

Rafael Malalangi merupakan salah satu calon siswa Bintara Polri tahun 2021 yang lulus seleksi nasional dan sudah diumumkan virtual oleh panitia.

 

Kedua orang tuanya pun langsung bersyukur dan mengadakan ibadah syukur kelulusan anak mereka.

 

Namun, suasana kegembiraan itu buyar setelah beberapa hari kemudian muncul surat dari Polda Sulawesi Utara yang menyatakan kalau Rafael Malalangi tidak lulus.

 

Itu sebabnya, mereka pun mengungkapkan aspirasi mereka ini melalui anggota DPR RI dan selaku wakil rakyat yang ada di DPR RI, Hillary Lasut pun segera mempertanyakan kejadian tersebut.

 

Video terkait keresahan pihak keluarga atas kejadian yang menimpa Rafael pun telah viral karena ramai beredar di berbagai platform media sosial.

 

Selain akan menghubungi langsung Kapolri, HBL singkatan nama Hillary Brigitta Lasut akan menyurat langsung kepada Presiden untuk mempertanyakan nasib Rafael Malalangi yang seolah dipermainkan oleh institusi Polri dalam perekrutan anggota Polri tahun 2021 ini.

 

“Ini nasib orang, orang tuanya dan keluarga sudah melakukan acara syukuran karena memang sudah dinyatakan lulus secara nasional. Mengapa harus berubah?,” kata Hillary. (inews)




 

SANCAnews – Seorang gadis berusia 16 tahun yang bernama Kristina, gagal mewakili Provinsi Sulawesi Barat sebagai salah satu anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) pada HUT ke-76 RI pada 17 Agustus 2021.

 

Siswi dari SMA Negeri 1 Mamasa ini gagal terbang ke Istana Negara karena hasil tes menunjukkan dia positif Covid-19.

 

Kristina lahir dari keluarga yang pas-pasan secara ekonomi. Orangtuanya adalah petani di dusun lemba-lemba di desa Salutabang, yang bekerja keras menafkahi tiga anaknya.

 

Namun, hal itu tidak mencegah Kristina bermimpi menjadi seorang polisi wanita (polwan). Sayang, kesempatan emas mengibarkan Bendera Merah Putih di Istana Negara tiba-tiba pupus karena dinyatakan positif terpapar corona.

 

Namun, keluarga Kristina merasa ada kejanggalan dalam hasil tes swab PCR yang dilakukan pihak Dinas Pemuda dan Olahraga Sulbar, Sabtu (24/7/2021).

 

Mereka heran kenapa setelah Kristina dinyatakan positif Covid-19, gadis itu dipulangkan ke Mamasa hanya dengan mobil rental. Tidak ada pendampingan seperti penanganan pasien Covid-19 pada umumnya.

 

Keluarga akhirnya melakukan tes swab PCR ulang pada Senin (26/7). Hasilnya keluar pada Selasa (27/7/2021) dan Kristina dinyatakan negatif Covid-19. Hanya dalam tiga hari, statusnya berubah.

 

Kejanggalan lain adalah soal pengganti Kristina. Yang menggantikan Kristina bukanlah cadangan awal dari daerah Pasangkayu yang sudah dipersiapkan, melainkan pelajar lain dari Mamasa.

 

Dia merasa sangat kecewa dan sedih karena batal menjadi Paskibraka di HUT RI di Istana Negara, apalagi jika sampai batal gara-gara "permainan orang dalam".

 

"Perasaannya pasti sedih, tapi di balik semua ini saya sangat percaya bahwa ada rencana Tuhan yang lebih baik," kata siswi SMA Negeri 1 Mamuju ini saat melakukan konferensi pers di Mamasa, Rabu (28/7/2021).

 

Akun Facebook Melkisedek Takatio yang merupakan kakak sepupu Kristina mengungkap ada 4 kejanggalan dalam pembatalan Kristina sebagai Paskibraka.

 

Kejanggalannya adalah:

 

1. Setelah dinyatakan positif, dia dilepaskan begitu saja dari Mamuju naik mobil ke Mamasa tanpa ada tindakan termasuk tanpa APD.. intinya tanpa penanganan.

 

2. Adik kami ini calon utusan utama dan ada cadangan dari Pasangkayu. Tapi kenapa yg berangkat adalah anak dari Mamasa, bukan yg cadangan tadi.

 

3. Adik kami ini ditawari jadi paski provinsi dan bebas pilih peran apa saja termasuk jadi pembawa baki kalau mau. Pertanyaannya, kalau benar dia positif.. kok bisa ya jadi paski di provinsi.

 

4. Sepulang dari Mamuju,  diadakan tes PCR kedua dan ternyata hasilnya NEGATIF

 

"Karena itu, selaku warga negara Indonesia, bangsa yang katanya beradab ini, kami mohon keadilan ditunjukkan kepada kami juga. Ada apa dibalik kejanggalan yg kami temukan ini?" tulis akun tersebut, dikutip pada Kamis (29/7/2021).

 

Aktivis Herman Yunus juga meminta agar pemerintah mengusut tuntas dugaan permainan orang dalam di peristiwa ini.

 

"Gagalnya ananda kristina diduga keras akal-akalan dan meminta semua stakeholder untuk mengusut tuntas siapa oknum yang bermain," tulis Herman Yunus di akun Facebooknya. (indozone)



 

SANCAnews – Mantan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin, diperiksa terkait kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Raya Sriwijaya di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis.

 

Ia diperiksa bersama dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan.

 

Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Chandra, di Palembang, Kamis, mengatakan, keduanya diperiksa selaku saksi untuk kelengkapan berkas perkara terdakwa Ahmad Nasuhi dan Mukti Sulaiman.

 

“Mereka diperiksa selaku saksi oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan yang berangkat ke sana,” kata dia.

 

Pemeriksaan berlangsung dari pukul 9.00 WIB sampai 15.00 WIB dan tim penyidik menanyakan 56 pertanyaan untuk Noerdin dan 16 pertanyaan untuk Asshiddiqie. “Saksi Alex diperiksa selaku mantan Gubernur dan saksi Jimly diperiksa selaku penasihat Yayasan Masjid Raya Sriwijaya,” ujarnya.

 

Menurut dia, dari pemeriksaan itu tim penyidik belum dapat dipastikan apakah ada nama tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan masjid prototipe terbesar di Asia Tenggara itu. “Belum dapat dipastikan, saat ini tim penyidik masih di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan,” katanya.

 

Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan telah menetapkan empat orang tersangka dan berkas perkaranya telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Palembang yaitu, Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani.

 

Keempat tersangka itu akan disidang perdana pada Selasa (27/7) dipimpin lima hakim tindak pidana korupsi Pengadilan Negeri Palembang.

 

Jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan mengungkap sejumlah aliran dana mencapai Rp2,6 miliar yang diduga diberikan untuk operasional Noerdin dari dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang.

 

Hal itu tercatat dalam surat dakwaan yang dibacakan di hadapan empat terdakwa tindak pidana korupsi (Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani) pada sidang pembacaan dakwaan yang dipimpin hakim Sahlan Effendy di ruang sidang Pengadilan Negeri Palembang, Selasa.

 

Kepala Seksi Penuntutan Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, M Naimullah, di Palembang, Rabu, mengatakan, diduga ada dana yang diberikan kepada Noerdin senilai Rp2.343.000.000 serta ongkos sewa helikopter untuk sebesar Rp300.000.000 dijumlahkan total Rp2.643.000.000.

 

“Itu dari uraian dakwaan yang berdasarkan fakta temuan tim penyidik dilapangan yang menjalan tugas sesuai SOP, dalam sidang berikutnya akan dihadirkan saksi-saksi,” kata dia.

 

Meskipun demikian, keterlibatan Noerdin nanti akan dibuktikan dalam persidangan dengan menghadirkan sejumlah saksi. “Dalam sidang nanti kami akan menghadirkan saksi atas dugaan ini,” ujarnya.

 

Menurut surat dakwaan dana itu ditelusuri dari dana operasional pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015 senilai Rp50.000.000.000 yang diserahkan Arminto (project manager PT Brantas Abipraya) dan PT Kodya Karya melalui Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, Syarifuddin.

 

Dalam transaksi itu kedua terdakwa juga menerima aliran dana hibah itu, Arminto senilair Rp2.368.553.390, Syarifudin senilai Rp.1.049.336.610, dan PT Brantas Adibpraya (persero) senilai Rp5.000.000.000.

 

“Indikasi menerima dan memberi sejumlah dana pada termin pertama dalam pembangunan Masjid Raya Sriwijaya pada 2015 dana itu bukti dimana ada pengaturan proses lelang agar dimenangkan oleh salah satu pihak swasta dan pemerintah," kata dia. (Antara)



 

SANCAnews – Rektor Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro menjadi bahan diskusi oleh publik. Hal ini terjadi lantaran dirinya yang merangkap jabatan menjadi dewan komisaris di Bank BRI.

 

Meski telah menyatakan pengunduran dirinya dari dewan komisaris BRI, hal ini masih menjadi perdebatan. Khususnya ketika terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta UI yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Juli lalu.

 

Sosiolog UI Imam B Prasodjo mengatakan, sebenarnya Rektor UI sudah merangkap jabatan sejak 2017 silam ketika menjadi Dekan Fakultas Bisnis dan Ekonomi UI.

 

Ari menjabat posisi tersebut pada 2013-2017 dan pada 2 November 2017 diangkat menjadi Komisaris Utama Bank BNI. Pada saat itu kebijakan yang berlaku adalah PP 68/2013.

 

“Jadi sebetulnya sudah pada saat menjadi dekan, beliau itu sudah menjadi komisaris utama di BNI,” ungkap dia dalam Forum Diskusi Salemba dikutip jawaposKamis (29/7).

 

Dalam PP tersebut dikatakan bahwa rektor dan wakil rektor dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat BUMN, BUMD dan swasta. Meskipun begitu, ada kebijakan juga yang bertentangan dengan Statuta UI tersebut, yakni Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

 

“Di sini ada ketentuan dalam undang-undang yang di maksud pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut pelaksana adalah pejabat, pegawai, petugas dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik,” terangnya.

 

Pelaksana, seperti Dekan pun dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN dan BUMD. “Kalau di sini (UU 25/2009) ya ada kata-kata pelaksananya, ini termasuk pejabat,” tutur Imam.

 

Berikut rekam jejak Ari Kuncoro selama di UI:

 

1. 2013-2017: Ari Kuncoro diangkat sebagai Dekan FEB UI

2. 2 November 2017-20 Februari 2020: Ari Kuncoro menjadi Komut BNI pada RUPS Luar Biasa BNI yang selanjutnya digantikan oleh Agus Martowardojo yang kala itu juga menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2013-2018.

3. 4 Desember 2019: Ari Kuncoro diangkat menjadi Rektor UI

4. 18 Februari 2020: Ari Kuncoro diangkat menjadi Wakomut Independen BRI. []




 

SANCAnews – Klaim bahwa terpilihnya dan ditetapkannya Ari Kuncoro sebagai Rektor Universitas Indonesia telah memenuhi segala prosedur dan ketentuan yang berlaku adalah terbukti tidak benar.

 

Dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi, sejumlah alumni Universitas Indonesia menyoroti pelantikan Ari Kuncoro dilakukan saat dia aktif sebagai Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia (BNI).

 

Pasalnya, Ari dilantik dengan payung hukum Peraturan Pemerintah (PP) 68/2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI), yang tegas melarang rektor rangkap jabatan.

 

"Sebagai seorang guru besar sudah seharusnya Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D mengetahui bahwa di dalam statuta UI, merangkap jabatan adalah dilarang dilakukan Rektor UI," tulis pernyataan tersebut.

 

Bahkan, 672 alumni UI yang menandatangani pernyataan itu menegaskan bahwa keikutsertaan Ari Kuncoro dalam proses pencalonan diri pada pemilihan rektor periode 2019-2024 telah cacat sejak awal.

 

Alumni UI juga menyertakan kronologis dari perjalanan Ari Kuncoro. Pertama, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 2 November 2017 menyetujui dan mengangkat Ari Kuncoro, sebagai Komisaris Utama merangkap Komisaris Independen BNI. Jabatan ini dipegangnya hingga 20 Februari 2020.

 

Sehingga, ketika Majelis Wali Amanah (MWA) UI pada 25 September 2019 menetapkan Ari Kuncoro sebagai Rektor, lalu dilantik pada 4 Desember 2019, untuk masa jabatan 2019-2024, dia sedang menjabat sebagai Komisaris Utama BNI.

 

Kemudian oleh Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) BRI 18 Februari 2020, Ari Kuncoro diangkat menjadi Wakil Komisaris Utama BRI sampai mengundurkan diri pada 22 Juli 2021.

 

Fakta ini menunjukkan bahwa Ari Kuncoro melanggar aturan larangan rangkap jabatan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu baik sebelum dan saat mendaftar sebagai calon rektor maupun setelah diangkat sebagai rektor.

 

Dengan payung hukum yang jelas dan kronologi yang rinci, alumni UI meminta Ari Koncoro untuk diberhentikan dari institusi atau meletakkan jabatannya sebagai rektor.

 

"Kami meminta agar Prof. Ari Kuncoro segera diberhentikan dari jabatannya sebagai Rektor UI periode 2019-2024, karena secara nyata telah tidak jujur, membiarkan dan membenarkan kesalahnnya dengan sengaja mencalonkan diri, hingga ditetapkan sebagai Rektor UI periode 2019-2024," tutup pernyataan itu. (rmol)


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.