Latest Post


 

SANCAnews – Pemerintah resmi memperpanjang PPKM Level 4 hingga 2 Agustus mendatang. Tetapi, bersamaan dengan perpanjangan pembatasan kegiatan tersebut, sejumlah aturan juga sedikit dilonggarkan.

 

Menanggapi hal ini, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla, menyebut pelonggaran seperti ini merupakan “jalan tengah” yang akan membuat pengendalian corona RI menjadi lebih sulit.

 

Sehingga, Jusuf Kalla mengungkapkan dirinya lebih setuju dengan adanya pengetatan yang lebih jauh atau lockdown, tetapi dengan satu syarat: pemberian bantuan langsung tunai harus berjalan optimal.

 

“Sejak awal kita sependapat bahwa ada pengetatan, lockdown. Tetapi, semua masyarakat yang tidak mampu harus disubsidi minimal Rp 1 juta per bulan,” ucap JK kepada kumparan, Minggu (25/7).

 

“Rumah tangga di Indonesia ada 60 juta rumah tangga, katakanlah yang tidak mampu 30%, berarti 20 jutanya. Maka, mereka harus dikasih Rp 1 juta per bulan. Jadi, berarti harus keluarkan Rp 60 triliun per bulan selama 6 bulan, kalau itu saya kira bisa terpotong, kita bisa teruskan itu, lebih baik. Daripada selalu ambil jalan tengah,” lanjutnya.

 

Saat ini, bantuan tunai yang diberikan kepada warga terdampak pandemi berjumlah Rp 300 ribu per bulan untuk setiap keluarga penerima manfaat. Menurut JK, angka ini tidak cukup bagi kebutuhan pangan mereka.

 

“[Rp 300 ribu] pasti tidak cukup. Kalau dikasih satu keluarga Rp 1 juta itu kan berarti bisa beli beras 100 kilo, yang beli beras hanya 25 kilo itu kan butuhnya 250 ribu, itu lain-lain bisa dibeli untuk kebutuhan pokok. Tidak menyenangkan, pastilah tidak. Tapi ini jalan keluar untuk penyelesaian.” jelas Wakil Presiden RI 2014-2019 ini.

 

"[Rp 1 juta] Cukup. Petani itu, pendapatannya sebulan kan Rp 1 juta sekeluarga. Cukup dalam artian cukup bisa makan, itu saja dulu. Fisik. Tentu tidak bisa beli baju dan lain-lain, tapi cukup untuk makan, tak akan kelaparan," tegas JK yang juga merupakan Ketua PMI.

 

Lebih lanjut, JK turut menyarankan untuk menggunakan satu sistem bantuan sosial saja untuk mempermudah administrasi, sehingga penyampaian bansos tunai bisa lebih terfokus.

 

“Saya sarankan, agar semua sistem disatukan sejak dulu. Keluarga sejahtera dan lain-lain itu terlalu banyak kartu-kartu. Gabungkan saja jadi satu dulu, jadi bantuan sosial tunai. Supaya tidak ribet administrasinya. Yang lain setop dulu, pakai satu,” pungkasnya.

 

Saat ini, dengan perpanjangan PPKM Level 3-4, Pemerintah memberikan sedikit kelonggaran, seperti adanya aturan makan di tempat selama 20 menit bagi warung makan/warteg, pedagang kaki lima, dan sebagainya.

 

Dengan adanya pelonggaran tersebut, tentu akan menimbulkan risiko penularan corona yang lebih tinggi. Tetapi, di sisi lain, pelonggaran ini memberikan keringanan beban ekonomi bagi masyarakat. []



 

SANCAnews – Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) menyatakan pemerintah menyalurkan berbagai bansos untuk meringankan beban masyarakat dalam menghadapi pandemi. Namun, bantuan tidak bisa terus menerus diberikan karena pemerintah memiliki keterbatasan.

 

"Bantuan yang bapak ibu terima untuk meringankan beban karena pembatasan aktivitas. Tapi tidak bisa terus menerus. Karena pemerintah memiliki keterbatasan," kata Risma saat menyaksikan penyaluran bantuan sosial di Kantor Pos Kota Tuban, Jawa Timur, dikutip Senin (26/7).

 

Untuk itu, dia meminta masyarakat Tuban dan daerah lainnya untuk bersama-sama memutuskan mata rantai penyebaran COVID-19.

 

"Kalau kita tidak mematuhi protokol kesehatan, maka virus ini akan terus bermutasi. Kita tidak selesai-selesai. Kita tidak bisa menggerakkan ekonomi," tegasnya.

 

Bila masyarakat terjangkit COVID-19, maka penanganannya harus sesuai protokol kesehatan. Risma mengatakan meningkatnya angka penyebaran COVID-19 tidak dibarengi dengan meningkatnya sumber daya pendukung.

 

"Tenaga kesehatan terbatas, alat kesehatan termasuk obat-obatan juga tidak mencukupi, kapasitas rumah sakit terbatas, dan sebagainya. Nah itu yang harus dipikirkan," tuturnya.

 

Risma juga mengakui bantuan pemerintah 5 kg beras untuk satu keluarga per bulan bisa jadi tidak cukup.

 

"Karena memang tujuannya untuk meringankan sebagian beban masyarakat. Itulah kemampuan negara yang mampu diberikan," ujarnya.

 

Ia memastikan bantuan tidak hanya dari pemerintah pusat. Sebab pemerintah daerah juga memberikan bantuan.

 

"Meskipun itu bukan persoalan mudah karena keterbatasan anggaran dialami semua instansi. Mau meningkatkan pendapatan dari pajak juga tidak bisa," katanya.

 

Maka dalam kesempatan tersebut, Risma memohon dengan sangat agar masyarakat benar-benar mematuhi protokol kesehatan dengan baik.

 

Kabupaten Tuban menerima bantuan beras 5 kg dengan alokasi sebanyak 3.000 paket. Bantuan diberikan kepada masyarakat kelompok marjinal yang terdampak pandemi.

 

Untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Sosial Tunai (BST) yang mendapat bantuan dari Kantor Pos Tuban sebanyak 120 di Desa Batu Retno dan 177 di Desa Sendang Harjo dengan indeks Rp600 ribu/KPM. (kumparan)



 

SANCAnews – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021 tentang PPKM Level 4 dan Level 3 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Hal tersebut merupakan aturan perpanjangan pemberlakuan PPKM di wilayah Jawa dan Bali yang terapkan pada 26 Juli-2 Agustus 2021.

 

Tito menjelaskan, meski secara keseluruhan substansinya sama dengan Instruksi mendagri sebelumnya, terdapat perbedaan dalam pengaturan kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

 

“Memang ada sedikit perubahan yang paling utama adalah kegiatan untuk UMKM, kita tahu bahwa UMKM cukup terdampak,” kata Tito dalam keterangannya, Senin (26/7).

 

Tito menjelaskan, dalam Diktum ketiga poin (e) Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 24 Tahun 2021 itu dijelaskan bahwa pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet voucher, barbershop atau pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan lain-lain yang sejenis diizinkan buka dengan protokol Kesehatan ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat. Dia mengungkapkan, pengaturan teknisnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

 

“Sebetulnya dari dulu juga tidak pernah kita larang, tapi kita tegaskan di sini, dapat dilaksanakan dengan pengaturan oleh pemerintah daerah setempat masing-masing dengan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Tito.

 

Adapun pelaksanaan kegiatan makan maupun minum di tempat umum seperti warung makan atau warteg, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai dengan pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan di tempat tiga orang dan waktu makan maksimal 20 menit. Pengaturan teknis berikutnya diatur oleh Pemerintah Daerah.

 

Sedangkan bagi restoran/rumah makan, kafe dengan lokasi yang berada dalam gedung atau toko tertutup baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan maupun mall hanya menerima delivery atau take away, “Serta tidak menerima makan di tempat,” pungkas Tito. (jawapos)

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar/Net


SANCAnews – Penanganan pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia tidak cukup hanya dengan mengeluarkan beragam kebijakan.

 

Selain melalui kebijakan, sepatutnya publik mendekatkan diri kepada sang pencipta atas cobaan wabah yang hingga kini tak kunjung tuntas.

 

Demikian ditekankan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH Miftachul Akhyar seperti dalam unggahan akun Instagram Lembaga Dakwah PBNU beberapa waktu lalu.

 

"Saya merasa, kita kurang bersandar kepada Allah SWT, pada saat mengatasi pandemi Covid-19 ini," ujar KH Akhyar dikutip redaksi, Senin (26/7).

 

Selama ini, ia melihat penanganan pandemi hanya berkutat pada kebijakan, seperti Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) serta vaksinasi. Sayangnya, kebijakan tersebut tak diikuti dengan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.

 

"Kita hanya berkutat PPKM. Vaksin. Tidak ada nuansa imbauan taqorruban Ilallah," tekannya.

 

"Penanganan Covid-19 tidak akan berhasil tanpa disertai memohon dan taubatan nasuha pada Allah SWT atas perkenan-Nya," demikian KH Akhyar. (rmol)


 

SANCAnews – Istilah Pemberlakukan Sosial Berskala Besar (PSBB), PPKM, PPKM Mikro, PPKM Darurat, hingga sekarang PPKM skala 1-4 dinilai hanya upaya untuk menggambarkan pemerintah telah serius dan sedang bekerja dalam penanganan Pandemi Covid-19.

 

Padahal, yang dibutuhkan masyarakat bukan hanya sekadar gonta-ganti istilah yang esensinya tetap sama. Yaitu membuat rakyat kesulitan tanpa diberi solusi.

 

"Sebenarnya yang dibutuhkan bukan istilah, tapi kerja konkret yang terstruktur, sistematis, dan terukur. Dalam konteks ini terlihat pemerintah gagal dan gugup serta tidak mampu bertindak strategis," kata Nasrul Zaman, kepada Kantor Berita RMOLAceh, Ahad (25/7).

 

Menurut Nasrul, PSBB hingga PPKM skala 1-4 malah menunjukkan kalau pola kerja pemerintah adalah untuk menangani endemi, bukan pandemi. Seharusnya pemerintah bisa melakukan langkah-langkah sederhana penanganan pandemi Covid-19, sehingga tidak membingungkan publik terkait status penanganan.

 

"Pertama, penanganan pandemi covid-19 kacau karena dari cara berpikir penanganan telah salah, semua diatur dari atas padahal virusnya ada di masyarakat," ujar Nasrul.

 

Pemerintah pusat dan provinsi juga harus tegas memposisikan diri menjadi penyedia biaya, alat, dan koordinasi. Sedangkan Kabupaten/kota di sektor Satgasnya.

 

"Sebagai satgas maka Kab/kota mengomandoi seluruh Puskesmas dan desa untuk pencegahan dan penanganan warga positif Covid-19," tutur Nasrul.

 

Selain itu, tambah Nasrul, setiap RSUD Kabupaten/kota berkemampuan melakukan PCR dengan kapasitas sesuai daerahnya. PCR dilakukan terus menerus secara sampling untuk mengetahui positivity rate Covid-19 dan lokus (tempat gen virus) di daerahnya.

 

"Puskesmas dan desa saling bersinergi melapor dan merespon warga baru datang untuk diperiksa, warga yang harus isoman serta jaminan sembako warga yang desanya di PPKM darurat," kata Nasrul.

 

Pemerintah kerap mengganti istilah pembatasan masyarakat untuk menekan lonjakan kasus virus corona di Indonesia. Gonta-ganti istilah itu juga diikuti oleh pemerintah daerah yang menggunakan istilah versi sendiri.

 

Terhitung selama pandemi berlangsung, sudah enam kali penggantian istilah pembatasan masyarakat. Mulai dari PSBB, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali, PPKM Mikro, Penebalan PPKM Mikro, PPKM Darurat, dan teranyar PPKM Level 1-4. []


SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.