Latest Post


 

SANCAnews – Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, mendorong pemerintah untuk bersungguh-sungguh mendekatkan jurang persepsi antara harapan publik dengan kinerja dalam penanganan Covid-19.

 

Menurutnya, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan mempengaruhi keberhasilan penanganan pandemi seperti terjadi ketidakpatuhan sipil, kebingungan, hingga masyarakat terfragmentasi.

 

"Kalau saya melihat trust level di masyarakat kita memprihatinkan karena salah satu keberhasilan penanganan pandemi ini ketika trust level kepada pemerintah tinggi," ujar Netty dalam diskusi virtual "PPKM End Game", Sabtu (24/7/2021).

 

Politikus PKS ini menegaskan, keberhasilan penanganan pandemi ditentukan oleh kolaborasi bersama. Ia mengingatkan pemerintah tidak bisa bekerja sendiri.

 

"Kita sering teriak bahwa yang akan menentukan keberhasilan pandemi adalah skema kolaborasi. Enggak mungkin pemerintah sendiri," tegasnya.

 

Selain itu Netty menyebut beberapa faktor yang membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah rendah. Faktor internal, kata Netty, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang inkonsisten.

 

"Misalnya saat pemerintah menetapkan pelarangan mudik, penerbangan dari luar negeri justru tidak ditutup. Kemudian itu memicu masyarakat bertanya. Masyarakat diketatkan, WNA bahkan pesawat charter dari India masuk. Ternyata warga negara India cari tempat aman dari tsunami pandemi di negaranya," paparnya.

 

Terlebih, Netty mengingatkan pemerintah harus mampu mengorkestrasi kementerian dan lembaga sehingga bisa berjalan seirama.

 

"Begitu banyak tool dari Kementerian ini gambaran betapa ada sebuah orkestrasi yang harus seirama seiring, tidak bisa satu menyampaikan, satu menegasikan," ucapnya.

 

"Seperti itensif nakes ini dicairkan, baik yang terregistrasi di pusat maupun di daerah. Kalau pusat mungkin Kemenkes kalau daerah kita doronglah Kemendagri dengan pimpinan daerah," tandasnya. (akurat)




SANCAnews – Muhammad Najih Maimoen atau Gus Najih, putra kiai karismatik almarhum Maimoen Zubair, dipolisikan terkait pernyataannya yang menyebut vaksin sebagai alat pembunuhan massal. Saat ini Polda Jawa Tengah masih mendalami aduan dari Barisan Kesatria Nusantara (BKN).

 

"Belum (ada saksi yang dimintai keterangan). Karena mereka baru membuat aduan saja dan mereka belum kita minta klarifikasi," kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iqbal Alqudusy lewat pesan singkat, Minggu (25/7/2021).

 

Iqbal mengatakan baru akan meminta klarifikasi aduan tersebut. Namun, dia tidak merinci kapan klarifikasi itu dilakukan, "Kita baru mau minta klarifikasi aduannya," terangnya.

 

Sebelumnya diberitakan, pernyataan Gus Najih yang jadi sorotan itu menyebut Indonesia mendukung pembantaian massal. Bahkan vaksin yang diberikan ke presiden dan menteri hanya bohongan. Video yang beredar tersebut merupakan potongan video panjang di YouTube.

 

"Presiden, menteri ini, menteri sudah vaksin itu jelas vaksinnya itu bohong-bohongan itu, iya? Mungkin bukan vaksin itu. Itu kitanya yang disuruh korban. Tadi sudah ada video Indonesia mendukung pembantaian massal ini berarti Indonesia dijajah Cina memang Cina kepengen menguasai Indonesia, Cina mau menguasai menggantikan orang pribumi dengan mereka. Tidak dengan perang tapi dengan vaksin," ujar Gus Najih dalam video itu, seperti dikutip detikcom.

 

Sementara itu Ketua Umum BKN, Muhammad Rofi'i Mukhlis, dalam keterangan tertulisnya yang dipublikasi di laman BKN mengatakan pelaporan dilakukan hari Kamis (15/7) lalu.

 

"Selama ini, ngapunten, Gus Najih ini seperti orang yang kebal hukum. Guru-guru kita, Gus Dur, Kyai Said, Islam Nusantara, NU, dihina-hinakan terus oleh beliau. Bahkan terakhir mengatakan bahwa vaksinasi COVID-19 itu merupakan konspirasi karena negara China ingin menguasai Indonesia dan vaksinasi COVID-19 yang digalakkan pemerintah adalah pembunuhan massal," kata Rofi'i dalam keterangannya itu.

 

"Ini kan pernyataan yang salah dan fatal sekali. Padahal pemerintah, polisi dan TNI sudah sungguh-sungguh untuk mencegah penyebaran COVID-19; tidak main-main, bukan sandiwara. Itu serius karena para ahli sudah menyatakan bahwa varian yang ada saat itu penyebarannya sangat cepat dan berbahaya," lanjutnya.

 

Diketahui, Gus Najih merupakan kakak dari Wakil Gubernur (Wagub) Jateng, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin. Lewat jaringan keluarga, Gus Yasin mengaku sudah berkomunikasi soal itu dan sudah ada pihak kepolisian yang datang.

 

"Alhamdulillah kemarin juga sudah ada komunikasi dari Polri langsung ke Gus Najih dan dijelaskan. Kalau saya sendiri lewat keluarga sudah komunikasi bahwa kita harus komunikasi menyampaikan statement kita harus memilah dulu," jelas Gus Yasin secara terpisah. (detik)



SANCAnews – Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, memprediksi pemerintah tak hanya akan menggunakan indikator epidemiologis untuk melonggarkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali.

 

Dia menduga kondisi masyarakat akan turut menjadi indikator, termasuk sejumlah aksi demonstrasi belakangan ini. "Prediksi saya nanti yang dipakai bukan hanya indikator epidemiologis, tapi indikator kondisi masyarakat, masyarakat sudah banyak yang protes kan," kata Pandu ketika dihubungi, Sabtu, 24 Juli 2021.

 

Beberapa hari terakhir memang marak protes menolak pengetatan seperti di Pasuruan, Jawa Timur; Bandung, Jawa Barat; dan demo Jokowi End Game di Jakarta.

 

Pandu menduga aksi-aksi tersebut bisa saja digerakkan oleh pihak tertentu untuk menimbulkan keresahan. "Percaya deh itu akan dipakai sebagai alasan untuk melonggarkan," kata Pandu.

 

Hingga saat ini memang begitu jelas siapa yang memotori aksi-aksi tersebut. Di Ibu Kota, poster aksi mencantumkan logo penarik ojek daring. Namun Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia, yang menaungi para penarik ojek online, menyatakan logo mereka dicatut dalam poster.

 

Pandu melanjutkan, jika merujuk indikator epidemiologis, sebenarnya belum ada banyak perubahan dari PPKM darurat maupun level 4 yang berlaku sejak 3 Juli lalu. Penurunan angka kasus harian belakangan ini lantaran angka testing juga menurun. Sedangkan angka pasien yang dirawat di rumah sakit pun masih besar.

 

Meski indikator kesehatan belum membaik, Pandu meyakini pemerintah akan melonggarkan PPKM Jawa Bali dari level 4 menjadi level 3. Dia memprediksi tak semua wilayah bakal dilonggarkan, melainkan daerah-daerah yang perekonomiannya terdampak signifikan karena pengetatan pembatasan.

 

"Di daerah-daerah pertumbuhan ekonomi tinggi yang berdampak, mungkin Jakarta, Surabaya, Bandung, yang ada demo-demo," ujar Pandu.

 

Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan akan melonggarkan PPKM darurat di Jawa Bali mulai 26 Juli jika terjadi penurunan kasus.

 

Adapun juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan ada empat komponen pertimbangan untuk melonggarkan PPKM. Yakni perhitungan tren kasus dan indikator epidemiologis lainnya; kapasitas manajemen sistem kesehatan; aspirasi dan perilaku masyarakat dengan tren penurunan mobilitas serta keluhan masyarakat agar pembatasan segera dilonggarkan, dan dampak sosial ekonomi khususnya bagi masyarakat dengan pendapatan ekonomi mengenah ke bawah dan usaha mikro. (tempo)



SANCAnews – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyesalkan sikap Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menyatakan tidak cukup bukti, untuk menelusuri dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Pimpinan KPK dalam proses dan pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

 

Novel menilai, Dewas KPK dikelabui oleh Firli Bahuri Cs dalam menelusuri dugaan pelanggaran etik TWK. Hal itu terungkap setelah Dewas meminta keterangan dari Pimpinan KPK dan juga pihak pelapor, dalam hal ini 75 pegawai KPK nonaktif.

 

“Saya juga bisa jadi berpikir kalau beliau-beliau karena terlalu senior beliau mudah dikelabui oleh pihak-pihak yang terperiksa,” kata Novel dikonfirmasi, Minggu (25/7).

 

Novel mempertanyakan sikap Dewas KPK yang dinilai berpihak kepada Firli Bahuri Cs dalam pelaksaan TWK. Terlebih TWK menjadi polemik, yang belakangan akan memecat 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat.

 

Berbeda dengan hasil pemeriksaan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) yang menyatakan TWK banyak maladministrasi. Sehingga sikap Dewas dalam menelusuri dugaan etik dalam pelaksaan TWK dipertanyakan.

 

“Ada banyak yang terkait dengan perbuatan sewenang-wenang, pelanggaran-pelanggaran prosedur dan perbuatan yang tidak patut. Itu yang disebut dalam laporan Ombudsman,” tegas Novel.

 

Sebelumnya, Dewas KPK menyatakan laporan terhadap Pimpinan KPK terkait dugaan pelanggaran kode etik polemik TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak cukup bukti. Pernyataan ini disampaikan Dewas setelah memeriksa dan mengumpulkan bukti atas laporan 75 pegawai yang tidak lulus asesmen TWK.

 

“Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan, seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewan Pengawas tidak cukup bukti. Sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik,” kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean dalam konferensi pers daring, Jumat (23/7).

 

Tumpak menjelaskan, berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, Dewas menyimpulkan tidak ditemukan cukup bukti untuk dilanjutkan dalam persidangan etik.

 

Dia menegaskan, berdasar kewenangan yang dimiliki, Dewas hanya memeriksa dugaan pelanggaran etik. Sehingga, Dewas tidak memeriksa legalitas dan substansi Perkom alih status pegawai atau hal lainnya.

 

“Kita batasi hanya pelanggaran etik. Masalah-masalah lainnya, katakanlah mengenai substansi dari Perkom, mengenai legalitas Perkom dan lain sebagainya itu bukan masuk ranah Dewas. Dewas hanya melihat dari sisi benarkah ada pelanggaran etik seperti tujuh hal yang dilaporkan tadi,” tandas Tumpak. (jawapos)





SANCAnews – Pemerintah menegaskan selama kebijakan PPKM 3-4 diberlakukan tak pernah menutup tempat ibadah seperti masjid, gereja hingga pura.

 

Menag Yaqut Cholil Qoumas kembali mengungkapkan hal tersebut. Hal itu berdasarkan aturan dalam kebijakan yang yang dikeluarkan selama ini.

 

"Tadi ada yang menanyakan apakah masjid sudah dibuka? Bapak ibu sekalian perlu kami sampaikan masjid tidak pernah ditutup, tempat ibadah tak pernah ditutup ini peraturan pemerintah yang sudah disampaikan," kata Yaqut, Minggu (25/7).

 

"Tidak pernah ditutup masjid, pura, gereja vihara dan lain-lain," imbuhnya.

 

Hanya saja, yang tidak diizinkan adalah menggelar ibadah secara berjemaah dalam jumlah yang banyak. Sebab, berpotensi meningkatkan penyebaran COVID-19.

 

"Yang tidak diizinkan adalah menggelar peribadatan secara berjemaah karena justru menjadi sumber penularan," ujarnya.

 

Untuk itu, kebijakan ini diberlakukan hanya sementara saja. Jika keadaan normal maka bisa kembali seperti semula.

 

"Sementara waktu memang tak diperkenankan untuk beribadah secara berjemaah," pungkasnya. (kumparan)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.