Latest Post


 

SANCAnews – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ternyata bukanlah sosok yang pertama kali menginisiasi penerapan sanksi pidana bagi pelanggar protokol kesehatan di ibu kota. Usulan ini datang pertama kali dari Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Fadil Imran.

 

Hal ini terungkap rapat Badan Pembentukan Badan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI, Kamis (22/7/2021). Pertemuan yang membahas soal revisi Perda nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 itu menghadirkan pihak Polda Metro Jaya dan Pemprov DKI Jakarta untuk membahas usulan tersebut.

 

Kabid Hukum Polda Metro Jaya, Kombes Adi Ferdian, yang hadir dalam rapat itu mengatakan awalnya Fadil sudah bersurat kepada Anies sejak bulan Januari lalu untuk merevisi Perda tersebut.

 

"Bapak Kapolda Metro Jaya bapak Fadil Imran bersurat pada bulan januari 2021, kepada Pemprov DKI tentang perlunya dilakukan revisi perda ini," ujar Adi di lokasi, Kamis (22/7/2021).

 

Fadil, disebut Adi, menilai masyarakat Jakarta masih sulit menerapkan protokol kesehatan. Terlebih lagi, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) selaku pengawas aturan ini memiliki banyak keterbatasan.

 

"Selain karena keterbatasan Satpol PP secara jumlah, kemudian dampak di masyarakat terhadap kepatuhan disiplin protokol kesehatan ini sangat kurang," tuturnya.

 

Angka penularan Covid-19 yang saat ini sedang meroket juga disebutnya karena kurangnya ketaatan dari masyarakat. Meskipun, memang faktor lainnya karena adanya mutasi virus Covid-19 seperti varian delta dan sejenisnya yang merebak di tengah masyarakat.

 

"Karena itulah semakin kuat dorongan kita kepada pemerintah Provinsi untuk menyempurnakan Perda ini," tuturnya.

 

Dengan berbagai alasan tersebut, Kepolisian menilai perlu adanya sanksi pidana yang diterapkan kepada pelanggar protokol kesehatan. Masyarakat akan lebih enggan melanggar dan taat pada aturan ini.

 

Selain itu, permintaan pengubahan pasal seperti ancaman kurungan hingga menjadikan petugas Satpol PP menjadi penyidik disebutnya sudah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

"Bapak Kapolda dalam hal ini memandang disamping sanksi administratif, memang perlu ditambahkan sanksi pidana berupa kurungan. Sebagaimana sudah diterapkan di beberapa daerah yang lain dalam perda yang mengatur di daerahnya masing-masing," pungkasnya.

 

Diajukan Anies

 

Sebelumnya Gubernur Anies Baswedan mengajukan usulan perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Covid-19. Salah satu aturan yang diminta untuk diubah adalah mengenai sanksi pelanggaran protokol kesehatan.

 

Rencananya, usulan Anies itu akan mulai dibahas di rapat paripurna di gedung DPRD DKI siang ini. Anies akan memberikan penjelasan mengenai usulan itu.

 

Berdasarkan draf usulan yang diterima, Anies meminta aturan dan sanksi bagi pelanggar masker diperketat. Jika dilakukan berulang kali, maka akan dikenakan hukuman pidana kurungan selama tiga bulan atau denda Rp500 ribu.

 

Tak hanya itu, sanksi kurungan tiga bulan juga berlaku bagi pengusaha bidang transportasi termasuk penyedia aplikasi ojek online. Jika ada pelanggaran Prokes, maka akan dikenakan denda Rp 50 juta atau penjara tiga bulan.

 

Terakhir, ketentuan yang sama juga berlaku bagi pengusaha warung makan, kafe, restoran, dan sejenisnya. Apabila didapati melanggar aturan, maka hukuman maksimalnya bisa penjara tiga bulan atau denda Rp 50 juta.

 

Berikut bunyi usulan revisi Perda Covid-19 DKI Jakarta soal sanksi bagi pelanggar prokes:

 

Pasal 32A

(1) Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan Masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

 

(2)Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

 

(3)Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID- 19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat (5) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

 

(4)Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab warung makan, rumah makan, kafe, atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan COVID-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (suara)



 

SANCAnews – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta pemerintah mengevaluasi secara serius efektifitas vaksin Sinovac dalam program vaksinasi Covid-19. Pemerintah jangan ragu untuk mengganti vaksin Sinovac dengan merek lain bila terbukti tidak efektif.

 

"Pemerintah harus jujur melakukan evaluasi ini. Semua harus diungkap apa adanya. Jangan sampai uang yang ratusan triliun untuk vaksinasi tidak berdampak terhadap upaya penanggulangan Covid-19 di tanah air," tegas Mulyanto dalam keterangannya, Kamis (22/7/2021).

 

Pemerintah China sebelumnya memborong vaksin Pfizer buatan Amerika untuk keperluan vaksinasi rakyatnya. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan, apakah Pemerintah China sendiri meragukan kemampuan vaksin produksi dalam negeri mereka?

 

Beberapa negara yang semula menggunakan Sinovac juga menyatakan beralih ke merek lain. Setidaknya Malaysia dan Thailand akan menghentikan penggunaan Sinovac bila persediaan habis, selanjutnya akan menggunakan vaksin merek lain untuk kelanjutan program vaksinasi di negara mereka.

 

"Kita harus evaluasi vaksin Sinovac ini secara serius, karena faktanya efikasi vaksin ini menurut WHO hanya 51% dan hasil Uji BPOM hanya 65%. Kan masih ada jenis vaksin yang lebih tinggi efektivitasnya. Jadi wajar kalau kita minta Pemerintah mengganti vaksin Sinovac ini dengan jenis vaksin yang efikasinya lebih tinggi," kata Mulyanto.

 

Mulyanto mendorong pemerintah mempercepat produksi vaksin Merah Putih yang tengah dikembangkan oleh LBM Eijkman.

 

Untuk itu, pemerintah perlu mengalokasikan sumberdaya dan sumber dana yang cukup untuk percepatan riset dan produksi vaksin dalam negeri ini.

 

Selain itu Pemerintah perlu memperbanyak titik vaksinasi secara massif. Bila perlu fungsikan puskesmas, posyandu, kelurahan dan kantor RW. Sehingga makin mudah dan banyak masyarakat yang terlayani.

 

"Negara jangan kalah dengan kepentingan mafia impor vaksin. Negara harus berani bersikap dalam kondisi krisis ini. Yang kita pertaruhkan bukan semata soal anggaran yang besar tapi nasib rakyat Indonesia," tandas Mulyanto. (lawjustice)



 

SANCAnews – Raksasa farmasi China, Shanghai Fosun mengungkapkan akan mendatangkan setidaknya 100 jut dosis vaksin Covid-19 untuk digunakan di China daratan dan sekitarnya. Apa alasan perusahaan mengimpor vaksin padahal China sudah punya vaksin sendiri?

 

Dari dokumen pengajuan bursa Hong Kong, jika disetujui, vaksin akan digunakan tahun depan. Sebanyak 50 juta dosis akan datang di awal. Fosun juga sudah membayar di muka ke BionTech sebesar 250 juta euro. Setengah akan datang di 30 Desember, sedangkan sisanya menunggu persetujuan regulator, seperti dikutip dari Reuters, Rabu (21/7/2021)

 

Pada November 2020, pemerintah China sudah memberikan izin untuk uji klinis vaksin Pfizer/BioNTech di Tiongkok. Menurut data akhir uji klinis di Amerika Serikat (AS)

 

Pada bulan Maret lalu, Fosun memang telah mendapatkan hak untuk memasarkan vaksin Covid-19 di daratan China, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Berdasarkan kesepakatan dengan BioNTech, Fosun akan bertanggung jawab untuk meminta izin dari regulator di daratan China dan Hong Kong, seperti dikutip dari Nikkei Asian Review.

 

Fosun juga menandatangani kesepakatan di mana perusahaan membayar BioNTech US$135 juta di muka dan pembayaran di masa mendatang atas hak eksklusif di daratan China, Hong Kong, Makau, dan Taiwan. Fuson akan bertanggung jawab atas biaya pemasaran dan penjualan serta mendapatkan 65% laba kotor penjualan.

 

BioNTech sebelumnya mengatakan kepada Caixin bahwa vaksin yang ditujukan untuk pasar China akan diproduksi di fasilitasnya di Marburg, Jerman, tetapi Fosun telah mendorong untuk membuatnya di China.

 

China sendiri sebenarnya memiliki vaksin lokal. Bahkan negeri itu sudah memberikan persetujuan darurat untuk dua kandidat vaksin yakni milik Sinopharm dan Sinovac Biotech Ltd. China juga telah menyetujui penggunaan darurat vaksin Cansino untuk kepentingan militer.

 

Sebelumnya, perusahaan farmasi China lainnya, Shenzhen Kangtai Biological Products Co Ltd juga bekerja sama dengan produsen vaksin corona asal Inggris, AstraZeneca PLC. Rencananya ada 100 juta dosis vaksin yang akan diproduksi keduanya. Uji klinis juga sudah dilakukan di China. (lawjustice)



 

SANCAnews – Vino (10), bocah kelas tiga SD di Kampung Linggang Purworejo, Kabupaten Kutai Barat isolasi mandiri seorang diri di rumahnya.

 

Sang ibu, Lina Safitri (31) meninggal dalam kondisi hamil 5 bulan pada Senin (19/7/2021). Sedangkan sang ayah, Kino Raharjo (31) meninggal keesokan harinya, Selasa (20/7/2021).

 

Orangtua Vino dinyatakan positif Covid-19 dan menjalani perawatan di Rumah Sakit Harapan Insan Sendawar, Kutai Barat karena positif Covid-19.

 

Ayah Vino yang sehari-hari berjualan pentol keliling di Kutai Barat adalah perantau dari Sragen, Jawa Tengah.

 

Sempat vaksin, dikira sakit tipes

 

Margono bercerita, adiknya, Kino Raharjo sempat vaksin pertama pada 29 Juni 2021. Ia kemudian jatuh sakit. Keluarga sempat mengira Kino sakit tipes dan efek dari vaksin.

 

Dalam kondisi tidak sehat, Kino tetap berjualan pentol keliling dan sempat kehujanan. Saat pulang, ia demam dan kondisinya terus memburuk.

 

"Makan muntah, makan muntah. Sudah diperiksa medis dan diberi obat tapi enggak kunjung sembuh," tutur Margono saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/7/2021).

 

Pada 11 Juli 2021, Kino pun dilarikan ke RS dan saat swab, Kino diketahui positif Covid-19. Namun oleh petugas medis, Kino diminta untuk isolasi mandiri di rumah.

 

"Tapi setelah di rumah sakit diperiksa hasil swab positif (Covid-19) tepat 11 Juli. Oleh petugas medis, diberi obat, vitamin, suruh isolasi di rumah," terang Margono.

 

Setelah tahu suaminya positif, Lina yang hamil 5 bulan menjalani tes swab PCR di Puskesmas. Ia juga diminta untuk isolasi di RS Harapan Insan Sendawar untuk mengaja kesehatan bayi karena berisiko.

 

Namun kondisi Lina yang memiliki riwayat asma terus memburuk. Kino yang awalnya dirawat di rumah kondisinya juga turun hingga dilarikan ke RS.

 

"Di rumah suaminya juga makin drop. Akhirnya dijemput pihak Rumah Sakit Harapan Insan Sendawar biar perawatan di sana," beber Margono.

 

Sementara Vino juga menjalani pemeriksaan dan dinyatakan positif, hanya isolasi di rumah karena tak bergejala sakit.

 

"Di saat itulah mereka terpisah. Vino di rumah, ayah dan ibunya di rumah sakit hingga meninggal. Ibunya meninggal 19 Juli. Ayahnya 20 Juli," kata Margono.

 

Tetangga tidur di depan pintu beratap tenda

 

Selama karantina mandiri di rumah, Vino ditemani tetangga dan kerabatnya. Rekan ayahnya tidur di depan pintu beratapkan tenda.

 

Sementara Vino tidur beralasan bentangan ambal dan kasur di ruang tengah depan televisi.

 

Margono mengatakan saat kematian ayah dan ibunya, Vino tidak ikut menyaksikan penguburan Covid-19, karena sedang menjalani isolasi.

 

"Kami sampaikan ke dia ayah dan ibunya sudah meninggal. Respon dia menangis. Kata dia, kok bisa meninggal, ayah dan ibu kan masih muda," tutur Margono meniru.

 

"Tapi setelah itu terhibur lagi, banyak keluarga, saudara beri dia makanan, di rumah ramai banyak yang nemani," sambung Margono. (kompas)



 

SANCAnews – Pergantian istilah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat menjadi PPKM Level 1-4 bukanlah solusi yang diharapkan masyarakat dari pemerintah dalam penanganan pandemi virus corona baru (Covid-19).

 

Ekonom senior Rizal Ramli, justru mengaku tidak habis pikir mengapa Presiden Joko Widodo lebih memilih mengganti istilah daripada melakukan langkah konkret.

 

"Di mana sih, di seluruh dunia menyelesaikan masalah dengan mengganti istilah, ini kan sudah ganti berapa kali dan semua bikin bingung," ujar Rizal dalam tayangan video di channel YouTube Sahabat Rizal Ramli, Kamis (22/7).

 

Selain soal perubahan istilah, kata Rizal, cukup membingungkan juga ketika Presiden Jokowi mengumumkan memperpanjang PPKM hanya lima hari saja.

 

Padahal, sudah sering kali pemerintah mengatakan bahwa masa inkubasi virus Covid-19 adalah 10 hingga 14 hari.

 

"Saya juga bingung, siklus setiap dua minggu 10-14 hari, kok diperpanjangnya cuma lima hari doang, jadi nunjukin pemerintahnya ini dalam menyelesaikan masalah tidak menggunakan science atau pengetahuan," jelasnya.

 

Dia menduga Presiden Jokowi lebih banyak mendengar masukan dari orang-orang dekatnya yang membawa kepentingannya masing-masing.

 

"Memakai pendekatan menurut siapa, menurut yang ketakutan Jokowi jatuh (bilang) 'Pak, jangan diperpanjang ini bahaya PPKM," cetusnya.

 

"Sementara yang lain yang kepengen ya diperpanjang 14 hari, akhirnya keputusannya di tengah 5 lima hari karena tidak menjawab masalah yang sesungguhnya dan nunjukin presiden lemah sekali, terombang ambing antara penasihat amatiran, akhirnya solusinya lebih banyak ke politik," pungkasnya.

 

Sejak pandemi Covid-19 masuk pada Maret 2020 pemerintahan Joko Widodo menerapkan beberapa kebijakan. Mulai PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM level1-4. (rmol)


SancaNews

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.